SAPAAN PENGASUH


Selamat bertemu buat para pembaca dan pengunjung blog ini. Kiranya Tuhan kita Yesus Kristus, yang memanggil kita semua kepada kesempurnaan hidup dalam Bapa dan kekayaan rohani dalam KerajaanNya menganugerahkan kegembiraan dan kesuksesan dalam hidup, pelayanan dan keseharianmu.

Anda mengunjungi blog RETRET & REKOLEKSI PASTOR UDIK. Saya suka nama itu, bukan saja karena karya pastoral awal saya sebagai imam, saya lewati sambil mengunjungi berbagai kampung yang sering dicap udik alias kurang maju, tetapi juga karena mengingatkan saya, akan Yesus dari Nasareth, pastor dan gembala sejati yang para muridnya adalah orang-orang sederhana, udik dan marginal.

Apa ada persamaan di antara kita yang mengunjungi blog ini dengan para murid Yesus itu? Saya kira ada dan hal itu adalah kesediaan kita untuk duduk sambil mendengarkan DIA, sang Guru Rohani, Maestro Kehidupan yang tengah bersabda kepada kita.

Selamat menikmati sajian di blog sederhana ini. Selamat menarik diri dari keseharianmu dan menikmati detik-detik berharga berada sang Guru, Pastor dan Gembala dari udik, mulai dari Nasareth hingga ke kampung dan dusun udik pengalaman kita.

Kiranya Tuhan memberkati kita.

Ansel Meo SVD

Minggu, Desember 28, 2008

ADIL DAN BENAR (3) : PRAKTEK HIDUP ADIL DALAM KOMUNITAS


Sedekah, Berdoa dan Berpuasa

Bacaan : Matius 6: 1-6, 16-18:

Mungkin suatu tema yang sulit, walaupun sering sekali didengungkan orang. Kita akan mendalami satu topik tentang praktek hidup adil dalam komunitas beriman.

Saya katakan bahwa tema ini memang sering sekali dibicara-kan orang, se-iring dengan trend akhir - akhir ini dalam masyarakat yang memberi perha-tian kepada ma-salah keadilan, keutuhan lingkungan hidup serta perdamaian.

Kita angkat topik ini lagi bukan untuk mengikuti trend yang saya singgung tadi, tetapi karena itulah salah satu tema penting da-lam pengajaran Yesus buat para muridNya, yang dalam konteks Injil Matius kita kenal sebagai kotbah di bukit itu. Jadi bukan suatu trend saja, tetapi satu pokok penting yang mengarahkan komunitas murid Yesus masa itu, dan tentunya membantu mengorientasikan komunitas kita masa ini. Dan sebagaimana ditunjukkan dalam sub topik di atas, ada tiga karya penting dalam upaya mempraktekkan hidup adil dalam komunitas murid Yesus. Dan ketiganya adalah: hal memberi sedekah, hal berdoa dan hal berpuasa. Untuk kesempatan ini kita akan mendalami hal sedekah dan berpuasa, sedangkan hal berdoa akan kita renungkan pada kesempatan berikutnya.


Sebuah Kebiasaan di Salah Satu Paroki Kepulauan

Saya teringat sebuah kebiasaan yang terjadi di sebuah paroki. Ketika itu, di tahun-tahun awal imamat saya, saya masih berkarya di sebuah paroki kecil di sebuah kota pelabuhan mungil di wilayah sebuah keuskupan. Sebagai seorang imam muda, yang baru setahun terjun ke paroki, saya menikmati masa-masa sulit namun indah di paroki itu, di bawah bimbingan para imam senior yang tinggal di paroki tetangga di sana.

Ada banyak hal yang kuperhatikan dan kupelajari di sana. Salah satunya, berkaitan dengan topik pembicaraan kita kali ini. Entah memang sudah lama dipraktekkan di sana atau baru pada masa saya bertugas di sana, ada satu kebisaan yang bagus yang dipraktekkan oleh mereka yang tingkat kehidupan ekonominya jauh lebih baik dari rata-rata umat di sana. Selalu ada saja orang yang meminta doa dalam ekaristi Minggu dengan intensi-intensi khusus. Dan mereka melakukannya dengan meminta kepada pastor paroki, dengan menyerahkan sejumlah uang yang hemat saya sangat besar untuk ukuran sebuah paroki di wilayah terpencil seperti itu. Dan selalu ada pesan, “Pastor, saya mohon didoakan untuk intensi ini, ... pada kesempatan Misa Minggu ini. Tapi tolong nama keluarga kami tak usah disebutkan. Dan apa yang kami berikan ini, bisa Pastor berikan kepada orang-orang lain yang sangat membutuhkan bantuan, ketika mereka datang kepada pastor.”

Karena kebiasaan ini berlangsung terus, hampir setiap minggu, lama-kelamaan memang uang pemberian itu mulai menumpuk makin banyak. Sesuai dengan intensi para pemberinya, saya tak bisa menggunakan uang itu untuk pelayanan pastoral, kendatipun ada kesulitan finansial di paroki ketika itu. Dan untuk mengumumkannya kepada umat tentang adanya dana ini, akan melecehkan para pemberinya dan sekaligus bisa melahirkan banyak ‘orang miskin baru’ di paroki ini. Lalu bagaimana menyalurkan pemberian itu secara tepat sesuai dengan maksud para pemberi?

Dalam sebuah kesempatan pertemuan dengan Uskup, saya mensyeringkannya dengan beliau. Saya berpikir bahwa beliau akan meminta agar uang itu disalurkan via keuskupan, tetapi ternyata tidak. Memang beliau sempat menyinggungnya, tetapi beliau melanjutkannya demikian, “Saya kira, bukan maksud para pemberinya, kalau uang itu diserahkan kepada keuskupan.” Dan saya mengiyakannya, “Benar, mereka memintanya untuk saudara-saudarinya di paroki itu.” “Bagaimana pendapatmu, sendiri?” beliau bertanya kepada saya. Dan setelah diam cukup lama, saya berkata, “Di sana memang ada gerakan yang sudah dirintis umat untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, yang pada hemat saya bisa jadi tempat untuk menyalurkan dana ini: ‘Koperasi Simpan Pinjam’. “Ya, ... tempat dan wadah yang pas. Mulailah dengan menyalurkannya kepada mereka,” kata Uskup. Dan sejak itulah, dana itu diberikan kepada koperasi simpan pinjam yang ada di komunitas-komunitas basis di sana.

Tiga Praktek Kesalehan dalam Hidup Keagaamaan Yahudi dalam Penilaian Yesus

Kebiasaan yang dibuat oleh beberapa umat paroki di atas boleh digolongkan sebagai memberikan apa yang mereka miliki sebagai sedekah buat mereka yang berkekurangan, walaupun mereka tidak langsung memberikan-nya kepada yang miskin. Yesus dalam penggalan Injil Matius yang kita renungkan kali ini memberikan peringatan dan awasan kepada para muridNya tentang praktek-praktek kesalehan dalam agama yang mereka ikuti dan yang mereka lihat selama ini.

Menarik sekali bahwa sebelum menyampaikan tiga hal sebagai praktek kesalehan orang Yahudi, Yesus mulai dengan sebuah peringatan atau awasan. “Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga.” Peringatan Yesus ini langsung menyerang pola hubungan dalam masyarakat ketika itu, di mana reputasi seseorang sangat bergantung oleh penghormatan yang diterimanya dari orang lain, yang umumnya terjadi di tempat umum.

Yang menjadi pusat perhatian di sini bukanlah soal mempraktekkan keadilan di tempat umum. Mempraktekkan tindakan keadilan adalah sesuai dengan perintah Allah, yang di dalamnya bahkan meminta mereka untuk mengatur kembali hubungan antara anggota dalam masyarakat dan akses semua orang kepada sumber-sumber pendapatan. Semua praktek hidup adil yang disinggung sebelumnya seperti: berbelaskasihan, menjadi pembawa damai (5,7.9.10-12) dan memberi sedekah (6,2-4) memang terjadi didepan umum. Yang jadi perhatian Yesus di sini adalah berkaitan dengan motivasinya, yakni: ”supaya dilihat mereka”. Jadi Yesus peringatkan adalah upaya orang-orang ini untuk menjadikan orang banyak menonton mereka, lalu memuji mereka. Yesus juga memperingatkan agar praktek keadilan yang dibuat tidak menjadi kesempatan untuk mendapatkan pengakuan publik. Mengapa Yesus tak mau agar motif ini dipakai? Karena menurutnya, motivasi-motivasi yang demikian akan mengubah ibadah menjadi semacam teater, pertunjukan atau tontonan. Lalu kenapa Yesus memperingatkan para muridNya akan praktek-praktek seperti ini?

Jelas kiranya di sini, bahwa Yesus mau mengarahkan mereka pada arah karya mereka yang benar. Bahwa para murid mesti tunjukkan integritas dalam cara hidup mereka sebagai murid. Dan tugas mereka adalah “mencari manusia” dan bukannya berupaya membuat manusia memiliki kesan yang bagus terhadap mereka (lihat Mat 4:19). Kesaksian para murid bukan untuk diri mereka sendiri tetapi untuk Allah, yakni membuat kehadiran kerajaan dan keselamatan Allah dirasakan orang. Jadi orang diarahkan untuk menghormati Allah, bukan menghormati para murid (lihat Mat 5,16). Dan untuk para murid Yesus, hubungan mereka dengan masyarakat ada dalam perspektif misi, bukan untuk mencari pengakuan.

Nah, sekali lagi, Allah dan KerajaanNyalah yang menjadi tujuan hormat dan bakti serta karya para murid. Jika seorang murid bekerja untuk dilihat orang, maka ganjaran yang disediakan oleh Bapa di Sorga akan hilang dengan sendirinya, karena ia telah mendapatkan pengakuan oleh sesamanya secara murah meriah.

Kita lihat ke tiga praktek keagaamaan Yahudi, yang oleh Yesus dilihat juga sebagai tindakan atau karya keadilan yang mesti dipraktekkan juga oleh komunitas muridNya. Ketiganya adalah: (1) memberi sedekah, (2) Berdoa dan (3) Berpuasa. Kita akan lihat topik ini satu per satu.

(1) Memberi Sedekah

Memberi sedekah memang mengandung maksud berbagi sumber penghasilan dengan yang membutuhkan. Praktek ini muncul karena dalam masyarakat Yahudi terdapat gap yang besar antara yang kaya dengan yang miskin, di mana mayoritas masyarakatnya adalah orang miskin. Kebiasaan ini menjadi satu tanda kehadiran Allah, atau tanda di mana orang sadar bahwa Allah ada dan bekerja di antara mereka.

Lebih dari itu dalam konteks sosial politik kala itu, praktek ini merupakan strategy sosio-ekonomi alternatip dalam masyarakat yang mengutamakan diri sendiri, oleh karena sifat serakah dan rakus yang dimiliki oleh sekelompok kecil orang.

Ketika Yesus bicara tentang memberi sedekah, Dia tak peduli dengan persoalan perlu atau tidaknya memberi sedekah, tetapi Dia memberi perhatian kepada soal bagaimana cara memberi sedekah. Di sinilah letak perbedaaannya dengan praktek kebiasaan orang Yahudi. Itulah sebabnya, Dia berkata, “Ketika kamu memberi sedekah, jangan umumkan sedekahmu kepada orang banyak, seperti halnya orang munafik melakukannya di rumah ibadat dan di jalan raya, sehingga mereka dipuji orang.”

Jadi Yesus meminta agar praktek memberi sedekah tidak menjadi kesempatan untuk pamer diri demi mendapatkan pujian dan penghormatan orang lain. Tetapi hendaknya di dalamnya terkandung maksud demi solidaritas dan relasi kemanusiaan.

Komunitas murid Yesus hendaknya melakukan pemberian sedekah sebagaimana Allah melakukannya, yakni melakukannya secara diam-diam. Dengan demikian ganjaran mereka pun berasal dari Allah yang memperhatikan semua orang secara adil.

(2) Berdoa

Ketika mengemukakan tentang hal doa atau berdoa, ada dua hal yang diminta Yesus kepada para muridNya. Yang pertama soal praktek doa yang mencari pengakuan publik, dan yang kedua adalah soal teologi yakni pemahaman tentang Allah, kepada siapa mereka berdoa.
Tentu benar bahwa para murid Yesus selalu berdoa. Yesus memuji mereka, tetapi memberi awasan agar dalam hal itu mereka tidak mencari pujian orang banyak bahwa mereka berdoa. Doa pertama-tama mesti dibuat demi Allah bukan demi diri sendiri. Murid Yesus hendaknya berdoa di hadirat Allah, karenanya menjadi kesempatan berkomunikasi dengan Allah.

Nah, di sini konsep tentang Allah menjadi penting. Para murid Yesus hendaknya sadar bahwa Allah, yang kepadaNya mereka berdoa adalah Bapa yang mengenal apa yang diminta sebelum mereka menyampaikannya dalam doa. Jadi Allah mereka adalah Allah yang dikenal dan Dia yang mengenal mereka beserta kebutuhan mereka sebagai anakNya.

(3) Berpuasa

Bagi orang Yahudi, praktek berpuasa berkaitan erat dengan upaya mendapatkan penghapusan dosa, ataupun berhubungan dengan upaya untuk mendapatkan penyembuhan dari penyakit atau pembebasan dari kuasa roh jahat.

Seperti halnya dengan doa dan memberi sedekah, penekanan sama diberikan kepada komunitas murid Yesus, yakni berpuasa demi suatu motivasi yang mendalam yang hanya diketahui oleh Allah saja. Puasa hendaknya dilakukan secara diam-diam, dalam hidup yang normal yang dilakukan dengan kesetiaan dengan intensi tertentu yang berkaitan juga dengan pelayanan kepada orang lain.

Jadi pada prinsipnya, para murid Yesus menjalankan praktek keagamaan yang dijalankan dalam agama Yahudi, dalam hal memberi sedekah, berdoa dan berpuasa. Yesus meminta mereka agar tak melakukan semuanya demi mendapatkan pujian orang, tetapi demi pelayanan kepada Allah dan kepada sesama. Jika itulah yang terjadi maka pasti para murid Yesus mendapatkan ganjarannya dari Allah.

Komunitas yang Mempraktekan Keadilan

Melihat secara singkat apa yang dituntut Yesus kepada komunitas muridNya, kita sebenarnya berhadapan dengan sebuah pertanyaan fundamental ini: Kalau komunitas muridNya demikian, bagaimana dengan komunitas kita? Bagaimana caranya komunitas kita mempraktekan keadilan dalam inspirasi komunitas murid Yesus?

Kita lihat empat hal berikut ini.

a). Mulai dengan Motivasi yang Benar dan Murni

Praktek hidup adil bisa kita mulai dengan membiasakan diri memiliki motivasi yang benar dan murni dalam karya dan pelayanan kita. Memiliki motivasi sebenarnya ungkapan lain dari memiliki orientasi yang tepat dalam pelayanan kita.

Dalam ketiga praktek keagamaan para muridNya, Yesus terus peringatkan agar mereka jangan munafik, mereka jangan menipu orang. Motivasi yang jelas itulah yang ditekankan. Mengapa? Karena inilah kunci keberhasilan karya selanjutnya. Motivasi benar dan murni akan membuat kita dipercayai dan dalam kaitan dengan Allah, karya dan hidup kita pasti akan diberkati. Dengannya, orang lain tak akan disesatkan.

b). Sedekah dan Akses untuk Kesejahteraan Material untuk Semua

Hidup orang Kristen atau hidup dalam komunitas Kristiani memiliki aspek solidaritas yang diperjuangkan oleh para anggotanya. Solider dengan yang lain dalam komunitas maupun dalam masyarakat menjadi penting karena ia berfungsi juga sebagai tanda. Ia berfungsi untuk mengajak kita memperhatikan nasib yang lain terutama yang kurang beruntung, miskin, sakit. Mengapa?

Karena kita hidup dalam masyarakat yang mengutamakan keuntungan sebesar-besarnya dengan cara mengorbankan orang banyak. Jalan memberi sedekah menjadikan kita peka akan keadaan orang lain, dan menjadikan kita lebih solider dengan mereka. Kenapa mesti demikian? Yah .. karena kita mesti terus menghadirkan Allah yang solider dengan berkekurangan, miskin dan menderita.

Lebih dari itu, komunitas murid Yesus mesti berusaha untuk menyediakan akses untuk kesejahteraan material bagi semua orang, sebagaimana dicita-citakan Allah.

c). Doa: Untuk Mencintai Allah, Bukan untuk Memenuhi Kewajiban Agama

Kita mesti akui bahwa doa barangkali menjadi tuntutan pertama dalam hidup komunitas religius dan komunitas beriman. Yesus menarik perhatian para muridNya dengan tema doa ini. Malah Yesus menguraikannya secara panjang lebar, sebagaimana Dia mengajarkan mereka berdoa. Tetapi mengapa doa menjadi penting?

Kita lihat bahwa kehidupan Kristen selalu berhubungan dengan praktek doa. Ada berbagai jenis doa, ada beraneka kelompok doa, ada variasi waktu doa, malah ada alamat kepada siapa orang berdoa. Ini hanya lukisan untuk mengatakan bahwa doa itu penting.

Tapi kenyataan pentingnya doa mestinya sejalan dengan memiliki disposisi atau sikap yang benar dalam hal itu. Persis inilah yang Yesus minta. Doa bukan demi kewajiban agama, doa bukan karena aturan, tetapi hendaknya menjadi ekspresi hubungan intim kita dengan Allah. Doa adalah komunikasi kita dengan Allah, karena kita mencintaiNya. Jika demikian sikap kita, maka buah doa akan terlihat, hidup yang diberkati, hidup yang penuh dengan syukur.

d). Puasa yang tak Boleh Dipisahkan dari Perbuatan Adil

Ketika berbicara tentang puasa, sekali lagi Yesus menyinggung intinya yang terdalam, bahwa puasa hendaknya menjadi upaya untuk mencari Allah, puasa menjadi kesempatan untuk mendekati Allah, bukan sebaliknya menyisihkan Allah demi maksud lainnya.

Yang terjadi pada puasa sebagaimana dikritik Yesus, ialah kenyataan bahwa dengan berpuasa mereka mencari hormat. Karenanya puasa bukan jadi menjadi alat untuk menyembah Tuhan tetapi sebuah arena untuk memperoleh penghormatan orang lain. Puasa yang benar hendaknya bermula dari keputusan hati untuk berlaku adil bagi siapapun yang dilayani. Puasa sejati hanya berlaku, kalau pelakunya menjalankan praktek keadilan di dalam komunitasnya, yakni dengan cara menyediakan akses kesejahteraan material kepada yang berkekurangan, tidak egois dalam pengelolaan harta milik serta menyisihkan hak miliknya bagi mereka yang membutuhkannya.

Nah, jika kebiasaan keadilan ini hidup, Tuhan sebenarnya selalu hadir. Dan di mana Dia hadir, orang sebenarnya tak perlu puasa, sebagaimana kata Yesus, “Bagaimana mereka berpuasa selama mempelai ada bersama-sama dengan mereka?”

Penutup
Komunitas beriman sebagai komunitas murid Yesus adalah satu komunitas yang menandakan bahwa Allah tengah hadir dan KerajaanNya tengah berkarya.

Komunitas yang demikian menghidupkan praktek-praktek keagaamaan sebagaimana halnya ditemukan dalam banyak agama lainnya. Yesus mengajak para muridNya untuk menghidupkannya tetapi dengan jalan alternatif.

Beramal, berdoa dan berpuasa menjadi jalan kepada kekudusan, kalau motivasinya benar dan murni, yakni menjalin kedekatan dengan Allah dan bukannya mencari penghormatan bagi diri sendiri. Lebih dari itu hendaknya menjadi kesempatan untuk mewujudkan praktek hidup yang lebih adil dalam masyarakat.


Copyright © 28 Desember 2008 by Anselm. Meo, SVD