SAPAAN PENGASUH


Selamat bertemu buat para pembaca dan pengunjung blog ini. Kiranya Tuhan kita Yesus Kristus, yang memanggil kita semua kepada kesempurnaan hidup dalam Bapa dan kekayaan rohani dalam KerajaanNya menganugerahkan kegembiraan dan kesuksesan dalam hidup, pelayanan dan keseharianmu.

Anda mengunjungi blog RETRET & REKOLEKSI PASTOR UDIK. Saya suka nama itu, bukan saja karena karya pastoral awal saya sebagai imam, saya lewati sambil mengunjungi berbagai kampung yang sering dicap udik alias kurang maju, tetapi juga karena mengingatkan saya, akan Yesus dari Nasareth, pastor dan gembala sejati yang para muridnya adalah orang-orang sederhana, udik dan marginal.

Apa ada persamaan di antara kita yang mengunjungi blog ini dengan para murid Yesus itu? Saya kira ada dan hal itu adalah kesediaan kita untuk duduk sambil mendengarkan DIA, sang Guru Rohani, Maestro Kehidupan yang tengah bersabda kepada kita.

Selamat menikmati sajian di blog sederhana ini. Selamat menarik diri dari keseharianmu dan menikmati detik-detik berharga berada sang Guru, Pastor dan Gembala dari udik, mulai dari Nasareth hingga ke kampung dan dusun udik pengalaman kita.

Kiranya Tuhan memberkati kita.

Ansel Meo SVD

Kamis, Oktober 23, 2008

BERTOLAKLAH LEBIH DALAM (6)


Renungan Kedua


“Allah Mengasihi Kita Dengan Kasih yang Kekal


Lagu Pembukaan :


Judul Lagu : Aku Percaya berkatMu Atasku Melimpah (Track 4)
Album : Yesus Benteng Hidupku


Bacaan :


Yer 31 : 1 – 6 : Allah Mengasihi dengan Kasih yang Kekal


Renungan


(Kasih) Tuhan itu Kekal adanya :


Kesadaran yang dimiliki oleh Israel sebagai bangsa tentang Allah ialah bahwa Allah mengasihi mereka dan kasih Allah itu kekal, tak terbersyarat, juga tak bisa pupus karena kenyataan bahwa mereka tak setia. Israel memang dikenal sebagai bangsa pemberontak, pembangkang, yang suka tak setia, walaupun dalam sejarah perjalanan mereka sebagai bangsa mereka terus diberkati.


Dan dalam bacaan tadi, Israel diajak untuk kembali mengenangkan betapa cinta Allah itu kekal untuk mereka. Ayat 3 di atas melukiskan, “Dari jauh Allah menampakkan diri kepadanya: Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setiaKu kepadamu. Aku akan membangun engkau kembali.”


Kasih Allah tak pernah luntur kepada bangsa ini, kendatipun mereka terus tak setia. Allah selalu yang berinisiatif menawarkan kepada bangsa ini damai sejahteraNya, mengajak mereka melupakan masa kelam ketika mereka menyangkal kasih setiaNya. Allah selalu membangun kembali jembatan yang dirobohkan oleh kecongkakan hati Israel.


Kisah tentang Jembatan ( Dari Pondok Renungan ) :


Alkisah ada dua orang kakak beradik yang hidup di sebuah desa. Entah karena apa mereka jatuh ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah pertama kalinya mereka bertengkar sedemikian hebat. Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan, saling meminjamkan peralatan pertanian, dan bahu membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan. Namun kerjasama yang akrab itu kini retak.


Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele saja. Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar. Dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki. Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa. Suatu pagi, seseorang mengetuk rumah sang kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu. "Maaf tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan," kata pria itu dengan ramah. "Barangkali tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan." "Oh ya!" jawab sang kakak. "Saya punya sebuah pekerjaan untukmu. Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku, ...ah sebetulnya ia adalah adikku.


Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan buldozer lalu mengalirkan airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, tapi aku akan membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya." Kata tukang kayu, "Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat tuan merasa senang." Kemudian sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu.


Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku. Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya. Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang pertanian adiknya. Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi.


Dari seberang sana, terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar. "Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku." kata sang adik pada kakaknya. Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi. "Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu," pinta sang kakak.


"Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini," kata tukang kayu, "tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan."


Realitas Konflik dalam Hidup Membiara dan Perlunya Keberanian untuk Mengulurkan Tangan Memohon Maaf :


Kehidupan membiara yang tengah kita masuki sebenarnya adalah sebuah kehidupan yang sendi utamanya dibangun atas landasan kasih Allah. Setiap orang yang terpanggil menyadari hal itu, karenanya dalam berbagai kesempatan orang-orang biara diingatkan tentang pentingnya dimensi cinta Allah yang tak terbatas ini di dalam seluruh aspek hidup mereka.


Kamu para Fransiskan dengan semboyan, “PACE e BENE” sebetulnya meringkaskan sebagai motto hidup anda aspek Cinta Allah ini dalam hidup. Tetapi merumuskan DAMAI dan KEBAIKAN sebagai FONDAMEN atau motto dalam hidup tak berarti tak ada perang dan konflik dalam biara. Rumusan itu muncul karena ada kesadaran akan konflik sebagai bagian integral dari proses dan situasi hidup membiara.


Konflik atau pertentangan akan selalu ada dalam hidup membiara. Nah, kalau itu adalah bagian integral dari cara hidup membiara, maka kita mesti juga berani mengakuinya sebagai kenyataan yang mesti juga kita tangani secara bijaksana. Dan cara itu ditunjukkan oleh Allah sendiri, “Tuhan menampakkan diri kepadanya : Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku akan melanjutkan kasih setiaKu kepadamu.


Konflik akan selalu temukan dalam setiap tahap hidup membiara, karena pada diri kita sendiri telah terkandung konflik itu. Ada konflik kepentingan, konflik minat, konflik dengan institusi, dengan para pemimpin dan konflik di antara kita, dengan sesama kita dan dengan rekan kerja atau dengan orang yang kita layani.


Menangani konflik bisa dibuat dengan berbagai model : model menang – kalah, model menang dan menang, dstnya. Tetapi model tetaplah model dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Yang terpenting ialah bagaimana anda mencari cara mencintai yang jujur juga dalam konflik itu. Untuk kita, apakah kita dapat melahirkan cinta juga dalam kenyataan konflik itu? Apakah kita mampu menangkap tanda-tanda dan kehadiran yang lain sebagai jalan untuk mempertemukan pribadi-pribadi yang terlibat dalam konflik itu.


Kita dipanggil untuk MEMENANGKAN ORANG, untuk mendapatkan kembali saudara saudari kita, kendati untuk itu kita bisa kehilangan uang, kehilangan waktu, program dan sebagainya. Oranglah yang utama, persaudaraan itulah yang utama, baru setelah itu yang lainnya.


Doa/Lagu Penutup


Copyright © 17 September 2006, by Anselm Meo, SVD

BERTOLAKLAH LEBIH DALAM (5)


DICINTAI OLEH ALLAH – DASAR SETIAP PANGGILAN HIDUP

Renungan Pertama


“Allah Mencintai dan Mengenal Orang yang DipanggilNya”

Lagu Pembukaan / Doa Pembukaan :

Lagu : Dengar Dia panggil Nama Saya

Bacaan :

Yes 45 : 1 – 5 : Aku Memanggil Engkau Dengan Namamu

Renungan


Ada Kekuatan yang Luar Biasa dalam Kesadaran bahwa Allah Mencintai Kita :


Hal pertama yang kita tulis sebagai rangkuman dalam Pleno tentang hal-hal positip dan menggembirakan dalam masa Novisiat anda ialah kesadaran dan pengalaman bahwa Allah mencintai dan mengenalmu sebagai calon-calon pengikutNya dalam Biara Fransiskan Hati Kudus Yesus dan Maria. Inilah penemuan dirimu yang mendasar, yang anda yakini telah menjadi sumber kekuatan dan sumber kegembiraan dan kebahagiaan selama Masa Novisiat. Kesadaran inilah yang membuat anda meyakini bahwa Masa Novisiatmu adalah masa yang pantas anda kenangkan terus. Kenangan akan cinta Allah inilah yang mendorong terlahirnya rasa rindu untuk berbicara dengan Allah dan bertemu dengan Dia yang memanggilmu ke jalan panggilan khusus ini.


“Dia yang Menemani Aku”


Di suatu tempat, ada satu keluarga atheis. Mereka mempunyai seorang anak perempuan berusia 7 tahun. Suatu malam, pasangan suami isteri itu bertengkar. Pertengkaran itu menjadi sangat hebatnya sampai akhirnya mereka kehilangan kesabaran dan mulai saling mencaci maki. Akhirnya hal yang tak disangka terjadi. Dalam kekalapan akibat cacian isterinya, sang suami pun meraih sebilah pisau dapur dan menikam tubuh isterinya berulang-ulang sampai sang isteri meninggal dengan tubuh rusak berlumuran darah. Selang beberapa saat, si suami menyadari apa yang terjadi. Dan tanpa pikir panjang, diapun menikamkan pisau yang sama ke jantungnya sendiri. Ia roboh dan tubuhnya menindih tubuh isterinya. Ia meninggal sambil merangkul jenasah isterinya yang telah ditikamnya sendiri.


Semua kejadian itu disaksikan anak perempuan mereka dari balik pintu. Sesudah memenuhi berbagai prosedur hukum yang berlaku di wilayah itu, anak perempuan itupun kemudian diadopsi oleh tetangganya sendiri, sebuah keluarga Kristen yang sudah lama menikah, tetapi mereka belum dikaruniakan anak. Pada hari Minggu si anak perempuan itu dibawa ke gereja oleh orangtua angkatnya. Dan itulah untuk pertama kalinya si anak perempuan itu mengikuti Misa Kudus.


Sesudah misa seperti lazimnya bagi para orangtua dengan anak seusia anak perempuan itu, si ibu membawa anak angkatnya ke sekolah Minggu. Kepada Guru sekolah Minggu, sang ibu berkata, “Anak angkat saya ini belum pernah mengenal Kristus sebelumnya, harap bersabarlah dalam mendidik dan mendampinginya.” Dan di dalam kelas, sang Guru mulai memperlihatkan lukisan Yesus ke seluruh kelas sambil bertanya, “Adakah yang tahu, siapakah yang dilukis ini?”
Beberapa murid menjawab dengan antusias, “Itu Yesus, itu Yesus, bu.” Sang Guru lalu mendekati anak perempuan itu dan bertanya lembut, “Nak, apakah engkau tahu siapakah yang dilukis ini?”


Si anak perempuan itu mengangguk, matanya tak berkedip memandang lukisan itu. Sang Guru keheranan dan dengan penasaran dia bertanya, “Siapakah orang ini, Nak?” Tak disangka-sangka, si anak perempuan itu menjawab, “Bu, saya tak tahu namaNya, tetapi ... saya tahu, Dialah yang setiap malam menemani saya sejak kedua orangtuaku meninggal....”


***


Sebuah cerita kehidupan, yang boleh jadi tengah terjadi di sekitar kita atau bahkan tengah terjadi di dalam diri kita. Sang Guru sekolah Minggu itu terpukau dan kemudian memahami kebenaran yang terkandung dalam jawaban anak perempuan berusia 7 tahun itu.


“Jika Dia, Tuhan mengasihi orang yang tak mengenal Dia, tidakkah Dia terlebih mengasihi mereka yang mengenal Dia?” Sangat boleh jadi kita mengaku dan mengajarkan orang lain bahwa kita mengenal Tuhan, tetapi apakah kita mengalami Dia? Bahwa Allah mencintai kita, bukan terutama bergantung pada pengenalan kita akan Dia, tetapi karena Allah telah memutuskan untuk mencintai kita. Dialah yang memilih kita, bukan kita yang memilih Dia. Dialah yang pertama-tama mengenal kita dan mencintai kita, tanpa menanti sampai kita mencintai dan mengenalNya.


Nabi Yesaya dalam bacaan yang kita ambil sebagai inspirasi permenungan kita hari ini, memberikan kepada kita penegasan yang sama.


v Allah memanggilmu dengan namamu, menggelarimu sekalipun engkau tak mengenalNya :


Tuhan mewartakan melalui Nabinya bahwa ketika Dia menjatuhkan pilihanNya kepada seseorang dan memanggil Dia sebagai abdiNya, Allah menegaskan bahwa orang itu sudah dikenalNya. Orang itu begitu dikenalNya, sehingga pilihan Allah tak pernah keliru. Koresh dipilih Allah dan dipanggil Allah sebagai alat, dan sebagai orang yang menggunakan alat itu, Allah tahu paling baik, bagaimana menggunakan alat itu. Allah karenanya memberikan segala yang perlu pada orang pilihanNya sehingga orang itu bisa menjadi alat yang efektif di tanganNya.


v Allah memakai orang yang dipanggilNya sebagai Alat ditanganNya:


Kesadaran yang harus dimiliki oleh mereka yang dipanggil ialah bahwa mereka itu adalah alat yang dipakai oleh Tuhan, bukan tujuan itu sendiri. Mereka hanya sarana, alat yang harus disesuaikan fungsinya menurut maksud orang yang menggunakannya.


v Allah sendirilah yang akan menjadi jaminan bagi orang yang dipanggilNya.


Dan kalau Allahlah yang memakai alat itu, maka Ia adalah jaminan itu sendiri, Ia adalah jaminan mutu. Allah sendiri yang akan menentukan hasilNya, Allahlah yang membuat alat itu berfungsi secara benar.


v Allah berbuat demikian supaya orang yang dipanggilNya tahu bahwa Dialah Tuhan dan tak ada yang lain seperti Dia.


Mengapa Allah berbuat demikian? Hanya dengan satu maksud bahwa Dia adalah Allah yang tiada tandingannya, Dia adalah Tuhan yang empunya segalanya, dan segala sesuatu terarah kepadaNya. Maka adalah tidak mengherankan kalau kita dengar begitu banyak kisah ajaib dalam hidup orang yang menerima tugas dan panggilan khusus dari Allah.


Kita Dipanggil untuk Menyatakan Allah yang Mencintai dan Mengenal Kita :


Apakah sebenarnya tujuan hidup membiara yang sedang kita masuki sekarang ini ? Atau apakah memang hidup Membiara itu masih tetap relevan juga bagi orang-orang jaman ini?
Seorang sama saudara saya, seorang imam Italia beberapa hari lalu persis pada saat hari ulang tahun SVD menyampaikan pandangannya? Saya menyalaminya, “Pater selamat berlibur?” Dan dia jawab, “Ansel saya malu karena ketika saya berlibur saya pergi kunjungi saudara saya yang telah 40 tahun bekerja tak pernah berlibur” Dia masih melanjutkan, “Seorang awam di Italia pernah bilang ini: Saya tak akan pernah percaya kepada seorang imam di Italia yang wartakan kemiskinan sampai saya lihat sendiri mereka tidur sendiri di bawah jembatan, seperti orang miskin?”


Apakah hidup membiara harus ditunjukan dengan hidup miskin dibawah jembatan? Atau menyangkal segala sesuatu karena kita mengikrarkan kaul-kaul? Benar juga, mungkin. Tetapi itu tak utama. Lalu apa yang utama dalam hakekat hidup membiara?


Saya kira kita dipanggil pertama-tama untuk menyatakan bahwa Allah mencintai manusia, siapapun dia. Allah menghendaki kebahagiaan mereka, Allah menghargai mereka, Allah mengenal mereka. Dan panggilan seperti itulah yang kita jelmakan melalui karya-karya dan pelayanan kita, atau yang kita kenal dengan misi kita. Tetapi jangan salah kaprah. Jangan sampai misi kita itu menjadi otomatis sambil mengorbankan orang yang menjadi saudara kita.
Kita dipanggil untuk menyatakan bahwa mereka yang hidup bersama kita itulah yang pertama-tama harus kita cintai, karena Allah mencintai dia dan mencintai kita. Jangan sampai cinta kepada sesama anggota biara menjadi sekunder setelah cinta kita akan karya. Karena bagaimanapun berlaku untuk kita kebenaran ini, bahwa “yang terpenting ialah being/berada bukan doing/karya”.


Allah mengenal kita, Allah mencintai kita. Kita mesti meneruskan cinta itu dengan pertama-tama mencintai mereka yang kita sebut consorella, atau konfrater kita.


Lagu atau Puisi Untuk Direnungkan


Judul Lagu : Kasih setiaMu lebih dari Hidup

Album : Yesus Benteng Hidupku

Doa penutup :


Mazmur 144 : 8 - 13


Copyright © 17 September 2006, by Anselm Meo, SVD

BERTOLAKLAH LEBIH DALAM (4)


Tema

Pengalaman Akan Allah adalah Dasar Panggilan Pribadi dan Panggilan Hidup Membiara


Bacaan :
1 Sam. 3, 1-4,1a

Pendalaman dan Refleksi :


Kisah Anna Fatmawati : Mengenal untuk Mencintai

Saya mulai dengan sebuah kisah kecil dari sebuah paroki di Flores, tempat saya bekerja, ketika usia imamatku baru saja setahun.
Romana Fatmawati, yang akrab di sapa dengan Anna adalah seorang gadis muda berusia 19 tahun, ketika pertama kali saya bertemu dengannya. Waktu itu saya bekerja sebagai pastor pembantu di sebuah paroki di Flores di tahun 1994.


Ia barusan tamat SPG, rupanya jurusan Taman Kanak-Kanak, karena ketika itu ia mengajar Taman Kanak-Kanak di paroki serta aktif membimbing anak-anak Sekolah Minggu yang diadakan di paroki saat itu. Seorang gadis cantik memang, apalagi dengan kepandaiannnya membawa diri, banyak orang menyukainya, begitupun anak-anak yang di bawah asuhannya. Ia juga aktif di Mudika, terutama karena ketrampilannya menyanyi dan kemampuannya melatih rekan-rekannya. Ia luwes, dikenal oleh banyak orang, dan tentu saja dicintai oleh para pemuda yang memang mengincarnya.


Segalanya berjalan normal bagi Anna, sampai saat kunjungan para Suster dari sebuah tarekat yang bekerja di wilayah Keuskupan itu. 9 orang suster muda dikirim oleh tarekatnya untuk mengadakan program ‘hidup bersama orang sederhana’. Dua minggu lamanya mereka berada di sana, tinggal di rumah keluarga, bekerja di kebun, di sekolah, mengikuti pekerjaan sehari-hari dari keluarga di mana mereka tinggal. Dan sebagaimana kebiasaan setempat, malam hari merekapun berdoa rosario bersama bergilir karena saat itu bulan Oktober, bulan Maria.


Di rumah orangtua asuh Anna, menginap juga seorang suster muda, Suster Roslin. Bersama Anna keduanya terasa cocok dalam segalanya, sering bersama bepergian, bahkan Suster Roslin juga pergi membantu Anna mengajari anak-anak TK. Kebetulan sekali usia keduanya sebaya.
Di suatu kesempatan doa bersama, Suster Roslin memimpin mereka dalam sebuah renungan Kitab Suci. “Barang siapa yang tak mengenal Kitab Suci, tidak mengenal Kristus,” suster membuka renungannya. Ia berbicara lancar, luwes, menyenangkan semua yang mendengarnya, juga Anna. Usai doa itu, ketika hendak tidur, tiba-tiba pintu kamar suster diketuk Anna. Lama tak terdengar jawaban, tidak juga terdengar langkah kaki. Rupanya suster sudah tidur. Tapi Anna mengetuknya lagi. 10 menit berlalu, pintu terbuka, dan suster menatap Anna, “Ada apa Anna?” “Apa kita boleh cerita lagi suster?” tanya Anna. “Mari kita bicara di dalam kamar saya.”
Keduanya masuk kamar yang ditumpangi suster Roslin. Mata Anna terpaku di sudut kamar itu. Di atas meja kecil itu masih terdapat lilin bernyala, dan sebuah Alkitab sedang terbuka. “Maafkan saya Suster, saya telah memotong doamu”. “Tak mengapa Anna, lagipula saya sudah selesai tadi”. Dan keduanya melanjutkan cerita mereka, tentang banyak hal dan juga banyak orang dan peristiwa.


Malampun semakin larut, “Kita harus tidur Anna. Nanti kita lanjutkan esok”. Bagi Anna masih ada pertanyaan tersisa di benaknya malam itu. Dan sebelum keluar kamar itu, ia bertanya, “Boleh bertanya yang satu ini suster : mengapa kita mesti mengenal Kitab Suci?”
Suster Roslin memandang wajah Anna. “Saya juga tidak sepenuhnya mengerti Anna, tetapi saya melakukannya. Dan sampai kini saya menyukainya. Kalau engkau juga mulai mengenalnya, engkau akan menemukan jawabannya. Selamat tidur Anna”.


Pengalaman akan Allah selalu terjadi melalui perantara


Anna, gadis manis dalam kisah tadi memang penasaran, dan coba menghubungkan mengapa Suster Roslin sahabatnya itu menantangnya. “Saya juga tak mengerti Anna, tetapi saya melakukannya dan hingga kini saya menyukainya. Kalau engkau mulai mengenalnya, engkaupun pasti akan menemukan jawabannya”.


Anna memang kutahu kemudian menjadi seorang biarawati di sebuah biara di Keuskupan itu, dan kini sedang menyelesaikan pendidikan kedokterannya.


Yang jelas, ketertarikan Anna menjadi biarawati muncul karena sebuah pengalaman yang diyakininya sebagai campur tangan Tuhan dalam hidupnya. Ketertarikan itu muncul karena hadirnya seorang suster Roslin, betapapun singkat keberadaannya, dan juga melalui wadah Kitab Suci yang menjadi media diskusi mereka.


Nyata sekali ada kehadiran seorang perantara dan media seperti Kitab Suci. Tetapi menjadi berarti karena pengalaman ini direfleksikan dan dihubungkan dengan rencana hidup dan masa depannya.


Perlunya Bantuan dan Bimbingan Orang Lain untuk mengenal panggilan Allah


Pengalaman seperti dimiliki Anna sebetulnya menjadi pengalaman umum orang-orang yang terpanggil, juga pengalaman anda dan saya. Dan bukan cuma itu, pengalaman macam ini ada dalam Kitab Suci, sebagaimana dalam kisah Samuel dalam bacaan tadi. Samuel dipanggil dalam sebuah penglihatan atau mungkin juga alam mimpi. Tapi, Samuel tak bisa memahaminya sendiri. Ia memerlukan bantuan dan bimbingan orang lain untuk mengenal panggilan Allah kepadanya. Eli menjadi seorang yang membimbing dan membantu Samuel. Bahkan Eli mengarahkan Samuel untuk membuka diri bagi panggilan dan rencana Allah. “Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah : Berbicaralah Tuhan hambaMu mendengar”.


Dalam pengalaman Anna tadi nasihat si suster Roslin memuat pesan yang sama, “Saya juga tidak sepenuhnya mengerti Anna, tetapi saya melakukannya. Dan sampai kini saya menyukainya. Kalau engkau juga mulai mengenalnya, engkau akan menemukan jawabannya.”
Mengalami Allah : Membantu kita untuk menjaga agar panggilanNya tetap bernyala.


Baik dalam pengalaman Anna maupun pengalama Samuel, Allah dialami dalam peristiwa hidup. Mereka semua mengalami bahwa lewat orang seperti suster Roslin maupun nabi Eli yang menunjuk mereka kepada panggilan Allah. Maka mengenangkan kembali peran dan kehadiran mereka menjadi sumber kekuatan untuk terus bertekun dalam panggilan itu.


Kita akan dibantu melalui meditasi dan kontemplasi singkat tentang “Nama-Nama Penuh Kenangan Cinta” betapapun nama mereka sering tak diingat, kecil dan sederhana bahkan tanpa nama sekalipun.

Mereka adalah :



  • Orang-orang yang mencintai kita setiap hari dan yang kita kenal baik

  • Orang-orang yang mencintai kita tetapi tidak kita kenal.

  • Orang-orang kecil dan sederhana yang memenuhi kebutuhan kita setiap hari.

  • Nenek moyang kita

  • Alam semesta sebagai sakramen cinta Allah

  • Dan cinta Allah yang menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus.


Dalam meditasi dan kontemplasi pribadimu sebentar, kenangkan nama-nama mereka, rasakanlah kehadiran serta cinta kasih mereka, dan nikmatilah perasaan bangga, senang, sedih, rasa OK, rasa dicintai, rasa berharga. Lihatlah betapa mereka mencintaimu dan betapa banyak yang mencintai anda. Rasakanlah cinta mereka meresapi diri anda dan berjemurlah dalam cahaya cinta itu. Katakanlah kepada dirimu sendiri: “Ah, betapa banyak yang mencintaiku.”


Refleksi pribadi tertulis & Pertanyaan Penuntun



Penuntun untuk refleksi Pribadi dan syering kelompok :



· Siapakah nama-nama orang yang mencintaimu dan bagaimana perasaanmu ketika mengenangkan mereka ?
· Kesadaran-kesadaran baru manakah yang memenuhi dirimu ketika mengenangkan dan merasakan mereka mencintaimu?
· Adakah simbol yang bisa menggambarkan cintakasih mereka kepadamu?

2. Perayaan Ekaristi



“Engkau Memuaskan Semua Mereka, ya Tuhan!”



Pengantar


“Engkau memuaskan semua mereka, ya Tuhan”, itulah tema misa kita soreh hari ini. Boleh juga diberi judul yang lain, “Engkau mengenyangkan mereka semua, ya Tuhan”, atau “Engkau memenuhi mereka semua dengan berkatMu ya Tuhan”.
Mengapa kita menjadikan seruan di atas sebagai tema misa kita? Saya yakin, inilah kepercayaan kita kepada Tuhan tentang orang-orang yang nama mereka telah kita sebut selama sepanjang hari ini. Kita mengandalkan Tuhan, karena dari diri kita sendiri, kita tak akan pernah mampu membalas segala cinta dan korban mereka kepada kita, hingga saat ini. Kalaupun kita tadi dipinta untuk menyebut nama-nama mereka, tokh pasti tak semuanya kita sebutkan, karena terlalu banyak nama itu, dan terlalu banyak cinta dan korban mereka untuk kita, juga untuk panggilan kita.
Maka marilah kita mengundang mereka hadir dalam Ekaristi ini, meminta mereka hadir bersama kita dan bersama-sama menyampaikan syukur kita kepada Tuhan.
Doa Pembukaan
Ya Allah yang maha pengasih dan penyayang, bagi mereka yang Kausayangi tiada yang lebih membahagiakan selain kehadiranMu. PuteraMu telah memanggil kami untuk mengikuti Dia secara lebih dekat. Maka jiwailah kami dengan RohMu, agar mampu memashyurkan NamaMu dalam segala tingkah laku kami. Berkenanlah mendampingi kami untuk mendengar suaraMu, dan menemukan jalanMuu. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin


Bacaan-Bacaan



ü Bacaan I : Kisah 2, 42-47, Cara hidup jemaat pertama
ü Bajaan Injil : Mrk. 6 : 30-44, Yesus memberi makan lima ribu orang



Renungan/Kotbah



· Kita mendasarkan refleksi kita hari ini pada kesadaran bahwa Allah berbicara kepada kita melalui “yang lain”, entah itu orang, entah itu kejadian, entah pula penampakan, mimpi dan sebagainya. Dalam kaca mata ini, kita mulai mengerti bahwa pengalaman akan Allah dalam hidup sehari-hari maupun dalam hidup religius selalu melibatkan yang lain. Maka jika benar bahwa manusia tak dapat hidup sendirian, “no man is an island”, benar juga jika kita mengatakan bahwa pengalaman akan Allah selalu melibatkan orang lain, melibatkan keluarga, sahabat dan komunitas maupun orang lain yang namanya tak kita kenal.
Mengapa demikian? Karena dalam pandangan Kristen, keselamatan itu adalah hadiah Allah, inisiatif yang berasal dari Allah, diperuntukkan bagi setiap orang, tetapi selalu melibatkan sesamanya. Maka, kita sebenarnya sedang berbicara tentang aspek komunitas dari keselamatan.



Dan dalam perbandingan yang sama, panggilan yang dialamatkan Allah kepada setiap orang, akan selalu memiliki dimensi komunitas, kita dipanggil dan kita menjawab panggilan itu secara pribadi, tetapi kita mengenal dan kita bertumbuh dalam panggilan itu dalam kebersamaan dengan yang lain, dalam komunitas.
· Di manakah kita bisa memperoleh peneguhan atas kebenaran di atas? Kebenaran di atas bisa kita temukan juga dalam bacaan-bacaan yang kita pakai untuk perayaan ekaristi soreh hari ini.



Kisah Para Rasul menampilkan para murid, orang-orang percaya itu berkumpul untuk mendengarkan ajaran para rasul dan dalam persekutuan, dan di saat yang sama mereka berdoa dan memecahkan roti. Setelah menerima panggilan untuk menjadi pengikut Yesus dan menerima pembabtisan, mereka mengikatkan diri kepada persekutuan, kepada komunitas dan memperkuat sendi bangunan komunitas mereka dengan setia mendengarkan Sabda Allah dan dengan perayaan Ekaristi. Semakin mereka mengikatkan diri mereka kepada persekutuan ini, setiap hari mereka digembirakan oleh penambahan anggota baru, memperoleh anggota keluarga yang baru. Dan hal itu hanya mungkin karena campur tangan Tuhan. Dialah yang menambahkan jumlah mereka, dialah yang menggerakan hati mereka untuk berbagi milik dan kepunyaan mereka, serta menanamkan kerinduan dalam hati mereka untuk saling mengunjungi, bergilir dari rumah ke rumah untuk membagikan kegembiraan.



Dan Injil hari ini mempertegaskan penugasan itu, “Jadi haruskah kami ... memberi mereka makan?”, tanya para murid kepada Yesus mencoba menduga maksud Guru mereka. “Berapa yang ada pada kamu?” Atau kita robah versinya, berapa yang bisa kamu berikan untuk memuaskan mereka ini, yang tak lain adalah saudara-saudarimu? Dan mulailah Yesus menyuruh mereka berkelompok. Ia mengucap berkat atas mereka dan memuaskan mereka dengan roti itu. Mereka makan sampai kenyang, kata Injil tadi.



Baik bacaan pertama maupun Injil menyadarkan kita bahwa kita tak perlu cemas akan apa yang harus kita bagikan kepada semua orang yang berjasa kepada kita, tak perlu cemas dengan mereka yang telah mencintai kita. Yang harus kita buat ialah membawa mereka kepada Tuhan, membawa mereka kepada komunitas kita, dalam doa-doa dan ekaristi kita, dan meminta Tuhan mengucapkan berkatNya atas mereka dan memberkati mereka.



· Dalam syering dan penemuanmu siang tadi hingga soreh hari ini, sebetulnya memberikan kepada kita alasan untuk bersyukur kepada Tuhan, karena kenyataan bahwa kita dipanggil tidak membuat kita terisolasi dari mereka yang telah kita sebutkan sebagai pencinta-pencinta kita.



Para pencinta yang kita refleksikan hari ini, kita temukan dalam diri “yang lain”, yang bila kita identifikasikan kita jumpai dalam diri orangtua, kakak dan adik kita, para pastor, suster dan bruder serta para guru kita, para perawat dan dokter yang pernah merawat kita sampai sembuh; juga para sopir, para petani, pedagang dan nelayan yang tanpa mereka kita tak bisa hidup. Para pencinta kita mungkin kita jumpai juga dalam diri para sahabat dekat kita, bahkan mereka yang pernah kita jadikan sebagai sahabat, kekasih dan pacar, sebelum memasuki hidup membiara ini.



Ketika kita mengenangkan mereka, ada kesadaran-kesadaran baru yang muncul dalam diri kita: ada rasa cinta yang menggerakan hati kita untuk bersyukur, untuk berdoa dan pada akhirnya untuk menyerahkan diri penuh komitmen kepada pilihan hidup sekarang ini, karena mereka begitu berarti dan berharga. Kita bersyukur pula karena boleh memiliki mereka, juga kitapun bersyukur bahwa dalam salah satu cara merekapun menantang kita untuk berjuang menjawabi panggilan kita sekarang ini. Dan pada akhirnya, kita mengalami bahwa tantangan yang kita temukan dalam cara mereka mencintai kita adalah bentuk SALIB yang kita terima untuk menghasilkan dalam diri kita manusia baru, sebagaimana direncanakan Tuhan sendiri.



· Dan para pencinta kita yang telah kita kontemplasikan hari ini memang tak bisa hadir secara fisik di sini. Tetapi kita “manusia yang terpanggil” yang ada di sini tak lain adalah “wujud pencinta-pencinta” itu, baik yang bernama maupun yang tak bernama itu.
Kitalah yang menghadirkan mereka, lewat kitalah mereka melihat dunia baru, lewat kitalah para pencinta itu menaburkan cinta yang sama buat yang lain. Dan merekapun berharap bahwa kita yang hari ini melihat diri dalam berbagai lambang yang telah dipilih.



Bisa menjadi perpanjangan kehadiran mereka bagi mereka yang lain yang menantikan uluran kasih dan cinta mereka.



· Mereka memiliki harapan, kita memiliki harapan, bahwa sekali kelak, kita bisa menjadi orang, wujud yang bisa memangku Tuhan, penebus dan Juru Selamat kita. Kisah Harapan Tiga Pohon berikut, bisa membantu kita merealisasikan harapan itu.



Suatu kali peristiwa ada tiga pohon di atas sebuah bukit dalam sebuah hutan. Mereka sedang berbincang -bincang tentang harapan-harapan dan mimpi-mimpi mereka.
Pohon yang pertama berkata, "Suatu hari nanti aku berharap bisa menjadi sebuah kotak tempat penyimpanan harta. Aku bisa dihiasi dengan ukiran-ukiran yg rumit dan setiap orang akan melihat kecantikanku".



Kemudian pohon yang kedua berkata, "Suatu hari nanti aku akan menjadi sebuah kapal yang besar. Aku akan membawa para raja dan ratu mengarungi lautan sampai ke ujung-ujung bumi. Setiap orang akan merasa aman dalamku karena kekuatan dari tubuhku".



Akhirnya pohon yg ketiga berkata, "Aku ingin tumbuh menjadi pohon yang tertinggi dan terkuat di hutan ini. Orang akan memandangku dari atas puncak bukit dan dapat melihat carang-carangku. Kalau orang berpikir tentang surga dan Allah, betapa dekatnya jangkauanku ke sana. Aku akan menjadi pohon yg terbesar di sepanjang waktu dan orang akan mengingat aku senantiasa".



Setelah beberapa tahun berdoa, mimpi mereka menjadi kenyataan, datanglah satu kelompok penebang kayu ke hutan itu. Ketika seorang penebang kayu menghampiri pohon pertama ia berkata, "Tampaknya pohon ini kuat sekali, aku kira ini dapat dijual kepada seorang tukang kayu", dan ia mulai menebang pohon itu. Pohon tersebut bahagia sekali karena ia tahu bahwa si tukang kayu akan menjadikannya sebuah peti penyimpan harta.



Seorang penebang kayu lainnya berkata kepada pohon yang kedua, "Tampaknya pohon ini kuat dan aku dapat menjualnya kepada tukang pembuat kapal". Pohon tersebut bahagia karena ia tahu ia akan menjadi sebuah kapal yg besar.



Ketika seorang penebang kayu menghampiri pohon yg ketiga, pohon tersebut ketakutan karena ia tahu kalau ia sampai ditebang, maka mimpinya tidak akan menjadi kenyataan. Salah seorang penebang kayu berkata, "Aku tidak perlu sesuatu yang spesial dari pohon ini jadi aku bawa saja", dan ditebanglah pohon itu.



Ketika pohon pertama dibawa kepada tukang kayu, ia dijadikan sebuah kotak tempat makanan hewan. Ia diletakkan di sebuah kandang dan dipenuhi dengan jerami. Hal ini bukanlah seperti yang pohon tersebut doakan.



Pohon kedua dipotong-potong dan dijadikan sebuah perahu kecil pemancing ikan. Mimpinya menjadi sebuah kapal yang besar yang dapat membawa para raja berakhir sudah.
Pohon ketiga di potong-potong dalam ukuran yang besar besar dan ditinggalkan begitu saja dalam kegelapan.



Tahun demi tahun berlalu dan pohon-pohon tersebut sudah lupa akan mimpi mereka. Suatu hari ada seorang pria dan wanita datang ke kandang tersebut. Si wanita melahirkan seorang bayi dan meletakkan bayi tersebut dalam kotak makanan hewan (yang dibuat dari pohon pertama) yang dipenuhi jerami. Si pria berharap mendapatkan tempat tidur untuk bayi tersebut tapi palungan itulah yg menjadi tempatnya. Pohon tersebut dapat merasakan betapa penting peristiwa tersebut dan ia telah menyimpan harta yang termulia sepanjang zaman.



Tahun-tahun berikutnya, sekelompok orang berada dalam sebuah perahu pemancing ikan yang terbuat dari pohon yang kedua. Salah seorang dari mereka sedang kelelahan dan akhirnya tertidur. Ketika mereka ada di tengah -tengah laut, gelombang besar melanda mereka dan pohon tersebut tidak menyangka kalau ia cukup kuat untuk menyelamatkan orang-orang yang ada dalam perahu tersebut. Orang-orang tersebut membangunkan orang yang sedang tidur itu, kemudian ia berdiri sambil berkata "Diam, tenanglah !", dan gelombang tersebut berhenti. Kali ini pohon tersebut menyadari bahwa ia telah membawa raja di atas segala raja dalam perahunya.



Akhirnya ada seorang datang mendapatkan pohon yang ketiga. Pohon tersebut diseret sepanjang jalan dan banyak yang mengejek orang yang sedang memikul kayu tersebut. Ketika mereka sampai pada suatu tempat, orang tersebut dipakukan pada kayu tersebut dan diangkat tinggi sampai mati di atas sebuah puncak bukit. Ketika hari Minggu tiba, pohon tersebut menyadari bahwa ia cukup kuat untuk tegak berdiri diatas puncak dan berada sedekat mungkin dengan Allah karena Yesus telah disalibkan pada kayu pohon tersebut.
Semoga kita bisa menjadi seperti salah satu dari ketiga pohon itu.
Amin.



Doa Umat



Bagi Sri Paus, para uskup dan para imam : Ya Bapa semoga mereka yang diserahkan tugas untuk memimpin GerejaMu, agar menadi gembala-gembala yang baik, penuh cinta kasih bagi semua orang tanpa pandang buluh. Kami mohon ………………
Bagi para bangsa, Ya Bapa, tanamkanlah semangat cinta kasih di antara para bangsa, agar terwujudlah di dunia ini suasana damai, tentram dan sejahtera, jauh dari permusuhan, perang dan saling membunuh. Kami mohon ……………
Bagi orangtua dan keluarga kita, Ya Bapa, kami persembahkan segala jerih payah dari orangtua kita sebagai bukti cinta mereka bagi kami, dan berkatilah segala usaha mereka di berbagai bidang, agar mereka pun dapat memuliakan namaMu dalam hidup mereka setiap hari. Kami mohon …………………
Bagi saudara kita yang merayakan hari ulang tahun hari ini : Ya Bapa, kami bersyukur untuk hari-hari yang telah ia lewati hingga hari, dan kiranya Engkau memberkati segala karya dan panggilan hidupnya. Kami mohon …..
Bagi kita sendiri, Ya Bapa, teguhkanlah iman kami akan kehadiranmu deserta kami, agar kami tetap tabah menghadapi segala kesulitan dalam panggilan hidup kami. Kami mohon …………………..



Doa Persembahan



Allah Bapa yang Maha baik, semoga persembahan suci ini mendatangkan berkat dan penyelamatan bagi kami. Demikian pula, kiranya kehadiranMu dalam perayaan ini menghasilkan pengaruh yang nyata dalam hidup kami. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin



Doa penutup



Allah Bapa sumber kekuatan, kami telah Kausegarkan dengan santapan Surgawi. Semoga santapan cintakasih ini memperteguh hati kami serta membangkitkan semangat kami untuk mengabdi Engkau dengan melayani saudara-saudara kami. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin