SAPAAN PENGASUH


Selamat bertemu buat para pembaca dan pengunjung blog ini. Kiranya Tuhan kita Yesus Kristus, yang memanggil kita semua kepada kesempurnaan hidup dalam Bapa dan kekayaan rohani dalam KerajaanNya menganugerahkan kegembiraan dan kesuksesan dalam hidup, pelayanan dan keseharianmu.

Anda mengunjungi blog RETRET & REKOLEKSI PASTOR UDIK. Saya suka nama itu, bukan saja karena karya pastoral awal saya sebagai imam, saya lewati sambil mengunjungi berbagai kampung yang sering dicap udik alias kurang maju, tetapi juga karena mengingatkan saya, akan Yesus dari Nasareth, pastor dan gembala sejati yang para muridnya adalah orang-orang sederhana, udik dan marginal.

Apa ada persamaan di antara kita yang mengunjungi blog ini dengan para murid Yesus itu? Saya kira ada dan hal itu adalah kesediaan kita untuk duduk sambil mendengarkan DIA, sang Guru Rohani, Maestro Kehidupan yang tengah bersabda kepada kita.

Selamat menikmati sajian di blog sederhana ini. Selamat menarik diri dari keseharianmu dan menikmati detik-detik berharga berada sang Guru, Pastor dan Gembala dari udik, mulai dari Nasareth hingga ke kampung dan dusun udik pengalaman kita.

Kiranya Tuhan memberkati kita.

Ansel Meo SVD

Kamis, Juni 05, 2008

KOMUNITAS UNTUK SAUDARA & PELAYANAN (11-selesai)

Renungan Kesepuluh / Kotbah Ekaristi Penutupan Retret:


“Diutus Menjadi Manusia Baru
dengan Hati yang Bebas untuk Mencintai”
1. Doa pembukaan

Ya Allah yang kekal dan kuasa, dalam Hati PuteraMu yang terkasih, telah Kaunyatakan cintakasihMu yang tiada berhingga kepada segala ciptaanMu dan Kaubaharui setiap hari di atas altar korban kami. Kami bersyukur kepadaMu karena kami Kauajak untuk mengarungi kehidupan kami dan menemukan harta-harta yang telah Kausiapkan bagi kami selama hari-hari retret ini. Kami Kaujadikan Manusia Baru dalam cintakasihMu dan Kautugaskan untuk menjalankan pelayanan kami dalam cintaMu. Kiranya kami menanggapinya dengan pembaharuan diri yang pantas. Karena Yesus Kristus, PuteraMu, Tuhan dan pengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin

2. Bacaan dan Lagu Antar Bacaan :

Bacaan Pertama : Gal 6:1-10;
Mazmur Antar Bacaan : Maz 138
Bacaan Injil : Yoh 21:15-19

3. Kotbah

§ Saya mulai kotbah ini dengan kisah berikut ini :
Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyatakan bahwa dialah pemilik hati yang terindah yang ada di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Tidak ada satu cacat atau goresan sedikitpun di hati pemuda itu.
Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah. Tiba-tiba, seorang lelaki tua menyeruak dari kerumunan, tampil ke depan dan berkata " Mengapa hatimu masih belum seindah hatiku ?". Kerumunan orang-orang dan pemuda itu melihat pada hati pak tua itu. Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, dimana ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan yang lain ditempatkan di situ;namun tidak benar-benar pas dan ada sisi-sisi potongan yang tidak rata.
Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak ditutup kembali. Orang-orang itu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin pak tua itu mengatakan bahwa hatinya lebih indah ? Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa " Anda pasti bercanda, pak tua", katanya, "bandingkan hatimu dengan hatiku, hatiku sangatlah sempurna sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan".
" Ya", kata pak tua itu, " hatimu kelihatan sangat sempurna meski demikian aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini adalah tanda dari orang-orang yang kepadanya kuberikan kasihku, aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka, dan seringkali mereka juga memberikan sesobek hati mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan.
Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian-bagian yang kasar, yang sangat aku hargai, karena itu mengingatkanku akan cinta kasih yang telah bersama-sama kami bagikan. Adakalanya, aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. Hal itulah yang meninggalkan lubang-lubang sobekan - memberikan cinta kasih adalah suatu kesempatan. Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan, mereka tetap terbuka, hal itu mengingatkanku akan cinta kasihku pada orang-orang itu, dan aku berharap, suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu. Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya itu ?"
Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya. Dia berjalan ke arah pak tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, dan merobeknya sepotong. Pemuda itu memberikan robekan hatinya kepada pak tua dengan tangan-tangan yang gemetar. Pak tua itu menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya dan kemudian mengambil sesobek dari hatinya yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian menempatkannya untuk menutup luka di hati pemuda itu. Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata. Pemuda itu melihat kedalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tetapi kini lebih indah dari sebelumnya, karena cinta kasih dari pak tua itu telah mengalir kedalamnya. Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.
Hati yang sempurna, demikianlah judul kisah ini. Dan pak tua itu bertanya kepada anak muda itu, “Tahukah kau keindahan hati sesungguhnya?”
§ Pertanyaan yang juga diajukan untuk kita semua di akhir retret ini? Tahukah anda keindahan hati sesungguhnya?
Sebentar lagi retret ini akan berakhir. Mungkin ada yang bilang, “Akh akhirnya selesai juga.” Mungkin terlalu lama dan membuat kita bosan, tapi mungkin juga terlalu cepat. Namun sebuah pertanyaan, “adakah komunitasku adalah komunitas yang dimaksudkan Yesus bersama para muridNya?” saya kira telah kita tangkap dengan kemampuan kita, dengan cara kita, dan alat-alat yang kita punyai.
Bagi seorang pendamping retret yang minim pengalaman, retret ini adalah kesempatan untuk menunjukkan kepada kalian, macam mana HATIKU berhadapan dengan misteri Yesus dan komunitasNya. Mungkin penuh bilur, luka, itulah HATIKU yang mencintai setiap orang yang kujumpai. Hati ini mungkin tak sesempurna kasih Tuhan kepada kita, tetapi seperti kepunyaan bapa tua dalam cerita tadi, itulah Hatiku. Yang kubagikan kepada kalian, saudara-saudari dan sahabat-sahabatku bukannya pengetahuanku, walaupun ada juga aspek itu, tetapi yang kubagikan kepada kalian adalah hidupku, hatiku sendiri, yang mungkin lusuh, penuh bilur dan lubang, kumal, tetapi kusadari bahwa itulah diriku yang pernah dan akan selalu mengucapkan kata-kata Petrus itu, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau Tahu aku mencintaiMu.”
Retret ini bagiku penuh kejutan, penuh kenangan. Bagaimana harus kujawab pertanyaan Tuhan dalam Injil hari ini, “Ansel, apakah engkau mencintai Aku?” Saya kira jawaban jelas, “Tuhan, saya mencintai Engkau.”
Retret ini bagiku adalah kesempatan untuk memberikan sekali lagi bahwa komunitas yang sejati mesti ditemukan kembali dalam HATI para anggotanya yang kendatipun lusuh, penuh tambal, saling memberikan untuk sesama anggotanya. Komunitas murid Yesus adalah komunitas di mana hati para anggotanya tertambal, untuk diberikan kepada sahabat-sahabatnya. HATI KITA-lah komunitas itu. Dan di sanalah rumah Allah bagi kita dan HATI ALLAH adalah rumah kita. Kalau demikianlah halnya, kesempatan retret ini sesungguhnya adalah kesempatan kita berbagi hati, dan karenanya ada harapan untuk saling menyempurnakannya.
§ Kita Mencintai Mereka dengan HATI ALLAH
Kita akan tutup retret ini sebentar lagi. Seperti biasa, kita harus mengemasi barang-barang bawaan kita dan lebih dari itu, kuharap kita bisa juga membawa hati yang telah dilukai, telah disempurnakan dengan kasih Tuhan sendiri, dan karenanya kita akan mencintai dengan hati Allah. “Gembalakanlah domba-dombaKu!”, kata Yesus kepada Petrus. Kembalilah kepada komunitasmu dengan membawa hatimu yang sudah dikoyakkan itu, dan cintailah anggota komunitasmu sebagai Saudara dan Sahabat dan bersama Komunitas bagilah hatimu dalam pelayanan penuh kasih.
Komunitas untuk Saudara dan Komunitas untuk Pelayanan mesti dimulai dengan memberikan HATImu sebagai milikmu bersama Allah.
PROFISIAT BUATMU SEMUA DAN SELAMAT SELESAI RETRET.

4. Doa Umat

Disampaikan secara spontan

5. Lagu Persembahan dan Doa

Ya Allah Bapa Maha Pengasih, pandanglah cintakasih Hati PuteraMu yang membara, dan terimalah ucapan syukur kami atas penyertaan, cinta dan pernyataan kasihMu dalam hari-hari berahmat ini, dalam roti dan anggur serta lilin bernyala lambang kesediaan kami untuk memulai lagi ziarah hidup komunitas religius kami. Sudilah Engkau menerimanya ya Bapa, dan berilah berkatMu untuk menyertai kami dalam perjalanan kami selanjutnya. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin.

6. Doa Penutup

Ya Allah Bapa Maha Pengasih dan Penyayang, Engkau tekah menunjukan kami dalam Sakramen ini, betapa Engkau mengasihi kami dan betapa kami ingin mengasihiMu dengan segenap jiwa dan raga kami. Berkat RohMu yang Kaucurahkan dalam hati kami, kami telah Kaujadikan ciptaan baru dan Kauutus untuk mengasihi tanpa pamrih dalam pelayanan dan dalam kehidupan kami. Di akhir Retret ini juga ya Tuhan, kami memohonkan berkatMu bagi semua yang telah memungkinkan retret ini berlangsung dengan baik, dan berkatilah juga semua mereka yang telah kami undang dalam berbagai doa, refleksi dan korban kami, agar bersama-sama, kami dapat memuliakan Dikau Tuhan dan Allah kami. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.
@ P. Ansel Meo SVD- Roma, 2007-2008




KOMUNITAS UNTUK SAUDARA & PELAYANAN (10)

Renungan Kesembilan

KOMUNITAS DAN MISINYA YANG BERAT
Bagaimana Berhadapan dengan Tantangan dalam Bermisi ?
Mat 10 : 16 – 23

Misi dan tugas selalu bertemu dengan konflik dan penderitaan

Dalam kehidupan setiap hari, kita menyaksikan secara kasat mata bahwa ada konflik dan penderitaan yang membuat langkah manusia menjadi tersendat dalam usahanya mencapai kebahagiaan. Demikian pun halnya misi. Salah satu hal yang jelas-jelas ada dalam misi kita ialah kenyataan konflik dan penderitaan. Keduanya tak bisa dihindarkan. Dan kita tak dapat melarikan diri daripadanya. Ha lini menjadi tema pembicaraan Yesus dalam teks yang kita pilih untuk permenungan kali ini.

Membaca Teks

16"Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. 17 Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. 18 Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah.19 Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga.
20 Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu. 21 Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah akan anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka. 22 Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.
23 Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain; karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang.

Bantuan teks bagi pemahaman kita

1. Diutus bagaikan domba ke tengah-tengah serigala. Makanya harus cerdik tapi juga tulus (16): Menarik sekali bahwa Yesus menunjukkan langsung kepada para muridnya konflik yang akan dihadapi berhadapan dengan misi para muid di tengah dunia. Ungkapan “Lihatlah” yang dipakai di sini mengingatkan kita akan kuasa Yesus untuk mengutus para muridNya. Dan masih berkaitan dengan pandangan dasar bahwa komunitas murid Yesus sebagai komunitas orang pinggiran, di sini ungkapan domba digunakan untuk melukiskan anggota Umat Allah yang tak ada pilihan lain untuk melakukkan misi di tengah-tengah tantangan serigala, yang tak lain adalah para elit politik dan agama yang sering menindas dan melecehkan orang.
Berhadapan dengan situasi, apa yang harus dibuat para murid? Mereka diminta taat kepada ajaran Yesus, dengan cara cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Mengapa harus demikian? Cerdik di sini mewakili sikap mendengar dan melaksanakan sabda Yesus sedangkan di sisi lain mereka juga harus tulus seperti merpati yang berarti harus murni, hanya mengetahui yang baik dan bukan sebaliknya menerapkan cara-cara licik dalam bermisi. Sikap ini memang tak membuat bahaya menjauh dari para murid tetapi akan membantu mereka tetap fokus dan memiliki integritas.
2. Penderitaan adalah resiko yang tak terhindarkan justru karena misi kita berkaitan dengan orang atau manusia (ayat 17-18). Makanya harus waspada atau hati-hati terhadap orang Yahudi dan juga terhadap bangsa lain, karena mereka akan menyerahkan para murid Yesus seperti yang terjadi ketika mereka menyerahkan Yohanes kepada Herodes (Yoh 4:12) dan akan terjadi kepada Yesus (10:4). Penderitaan menjadi resiko yang harus ditanggung murid, justru karena pewartaan dan misi mereka akan menentang kelompok status quo. Jadi misi medan misi juga berhadapan dengan penguasa. Di hadapan kelompok ini juga kita harus bermisi. Dan apa yang dibuat murid. Mereka harus menampilkan kesaksian hidup. Dengan demikian derita dan penganiayaan sekaligus merupakan konsekwensi misi tetapi juga kesempatan untuk bermisi.
Kita bisa lihat contoh pada penyembuhan si sakit lepra yang menjadi saksi bagi imam di Bait Allah (lihat Mat 8:4).
3. Tetapi bila terjadi, jangan cemaskan sesuatupun … karena Roh Bapa yang akan berkerja di dalam kamu (ayat 19-20): Penekanan diberikan di sini kepada subyek utama misi dan peran murid sebagai alat misi. Subyek utama misi adalah Allah Bapa melalui Rohnya. Jadi murid mengambil bahagian dalam misi Allah dan KerajaanNya. Ungkapan Bapa disini hanya menegaskan bahwa menjadi murid itu menjadi anggota Keluarga baru, keluarga Anak-Anak Allah. Itulah sebabnya kalau penganiayaan terjadi jangan perlu dicemaskan.
4. Yang bertekun sampai akhir akan selamat (ayat 21-22). Menghubungkan para murid Yesus dengan keluarga baru menjadi penting sekali di sini, justru karena penyiksaan dan penderitaan itu membuat para murid menjadi sangat dekat dengan Rumah Bapa. Bahwa saudara akan menyerahkan saudaranya, hanya mau menjelaskan bahwa resiko mati begitu jelas di depan mata.
Kelihatannya tak ada tempat yang aman untuk melarikan diri. Lebih dari itu semua akan membenci murid Yesus justru sebabnya adalah nama Yesus itu sendiri. Dan lihat di sini, “Siapa yang bertekun sampai akhir, itulah yang akan selamat”. Akhir di sini bisa saja referensikan kepada kedatangan Yesus pada akhir jaman, tetapi boleh jadi juga menunjukkan saat kematian murid dalam penganiayaan itu. Kedua-duanya adalah cara untuk berpartisipasi secara langsung dengan keselamatan Allah yang saat itu sedang menyata melalui karya Yesus Kristus.
5. Bila perlu larilah ke kota yang lain… (ayat 23). Di sinilah kecerdikan seperti ular ditunjukkan sebagai suatu strategi yang tepat. Jadi pergi ke kota lain bisa berarti meloloskan diri tapi juga kesempatan untuk misi berikutnya. Mengapa jadi strategi? Justru karena misi Yesus itulah yang harus terus dipertahankan.

Membacanya dalam pengalaman kita dewasa ini

(a). Misi akan selalu berhadapan dengan konflik yang bahkan menyebabkan penderitaan. Akan selalu ada dua kutub dan kelompok yang bertentangan dalam misi. Kita akan menderita justru karena berhadapan dengan penguasa baik politik maupun penguasa agama. Tapi kita mesti ingat terus bahwa misi kita untuk semua orang. Kalau berhadapan dengan kelompok di atas maka perlu bersikap bijak tapi juga tulus sesuai dengan konteks dalam aksi misi kita. Sikap ini memang tak akan menghindarkan kita dari bahaya tetapi paling kurang membantu kita tetap fokus dan menjaga integritas misi kita.
(b). Misi itu seni menghubungkan manusia dengan manusia, manusia dengan Allah, manusia dengan program. Manusialah sentral dari misi kita. Justru karena itulah kita harus berhati-hati dan waspada. Akan ada banyak pihak yang menghadang kita dalam misi, entah itu penguasa, bahkan orang yang dengannya kita bermisi, dan tak lupa mereka yang bersama kita hidup.
(c). Kekuatan untuk bertahan dalam misi jangan sekali-kali dicari pada penguasa atau kekuatan lain tetapi pada Allah yang beraksi dalam diri kita melalui RohNya. Sadarilah diri sepenuhnya sebagai alat di tangan Allah, yang dipakaiNya, dilengkapiNya dan dijadikanNya berbuah limpah. Juga kenyataan kebencian. Tetapi tetaplah fokus pada kehadiran Yesus dan kekuatanNya.
(d). Bila bertekun sampai akhir akan selamat. Kita tak mencari keselamatan diri sendiri tetapi dengan fokus pada misi dan terbuka pada rahmatNya, jaminan pasti akan menanti kita yakni keselamatan, Meskipun kita akan menderita, dianiaya dan mati. Maka keselamatan artinya berpartisipasi pada misi Yesus.
(e). Mencari jalan keluar bisa juga dengan cara mencari tempat baru untuk bermisi. Di sini ada manfaatnya yang bisa ditimba. Yang pertama kita bisa menghindarkan diri dari bahaya, tetapi juga yang kedua, kita bisa meneruskan untuk bermisi di tempat yang baru.
@ P. Ansel Meo SVD - Roma, 2007-2008

KOMUNITAS UNTUK SAUDARA & PELAYANAN (9)

Renungan Kedelapan

Pengampunan Allah Mewajibkan Kita Menjadi Komunitas Pengampunan

Doa Pembukaan

Bacaan : Matius 18:23-35

23Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. 24Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. 25Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. 26Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan.
27Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.
28Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! 29Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. 30Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya.
31Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. 32Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. 33Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? 34Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.
35Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."

Memahami Teks dan Strukturnya

Perumpamaan tentang hamba yang tak bisa mengampuni sesamanya menampilkan kepada kita suatu pesan yang sangat penting dan mendasar yakni bahwa Allah meminta para murid Yesus untuk saling mengampuni. Hamba yang telah diampuni namun tidak bisa mengampuni sesamanya menampilkan buruknya konsekwensi yang harus ditanggung oleh murid yang “tidak mendengarkan” (Mat 18,16.17), dan murid yang tak melanjutkan pengampunan kepada yang lain. Dan dalam perumpamaan ini dibuat analogi yang jelas antara melepaskan seseorang dari utangnya dan melepaskan seseorang dari dosanya (lihat juga hubungannya dengan Doa Tuhan dalam Mat 6,12.14-15).

Perumpamaan ini juga memiliki banyak kesulitan untuk ditafsirkan dan direnungkan, justru karena adanya ketidaksesuaian di antara berbagai unsur ceritanya. Minimal ada dua hal yang patut kita perhatikan di sini:
· Ada masalah antara koneksi dalam ceritera ini dengan kisah sebelumnya dalam kata “Oleh SEBAB itu”. Kita melihat bahwa konteks kisah ini memang sudah jelas karena melukiskan tentang upaya untuk mencontohi Allah yang mengampuni, yang adalah suatu norma bagi kehidupan komunitas murid Yesus. Karena itu konteks kisah sama sekali bukannya untuk melukiskan tentang konsekwensi yang sangat mematikan yang diperoleh oleh para murid ketika tak mengampuni sesamanya (lihat Mat 18,15-17). Namun koneksi yang digunakan di sini sedikit bermasalah atau problematik, ketika teks ini dihubungkan dengan Mat 18,21-22. Mengapa bermasalah? Karena biarpun perikope ini menjelaskan tentang pengampunan tetapi perumpamaan yang dipakai di sini tidak mewakili sikap pengampunan itu. Sang Raja dalam perumpaan ini tak mengampuni secara berulang kali dan lebih dari itu dia juga mengambil kembali pengampunan yang sudah diberikannya, pada saat sang hamba tak mengampuni biar hanya sekali saja.
· Raja dan kerajaannya pada umumnya dipahami sebagai gambaran Allah dan KerajaanNya (Mat 18,35). Untuk kita ada kesulitan lagi disini karena Injil telah membangun gambaran bahwa kerajaan Allah ditunjukkan dalam diri Yesus pada umumnya tak seperti kerajaan Romawi yang membawa kematian dan penindasan seperti para raja umumnya (lihat Mat 17,25 dan Mat 20,25). Perumpamaan ini memancing persoalan ini. Raja adalah tyrani yang menggumpulkan upeti dari para hamba seperti halnya raja Romawi (lihat 18,24) tetapi pada akhirnya menindas para hamba itu tanpa belas kasihan. Kelihatan dia baik karena ia membebaskan seseorang dari hutangnya, tetapi itu berlangsung sebentar saja. Mungkin ini ditampilkan mengingat tradisi biblis juga mengalami Allah sebagai kehadiran yang menindas. Tapi kita mesti pahami bahwa Injil mencari jalan untuk menampilkan gambaran Allah yang lain.
Melihat dua persoalan ini, kita bertanya kenapa kisah ini ditampilkan oleh penginjil Mateus? Kita bisa menduga bahwa hal ini perlu ditampilkan di sini sebagai awasan agar kita memperhatikan hubungan yang ditampilkan dalam cerita ini secara lebih berhati-hati.

Karena itu ada baiknya melihat beberapa hal penting yang berhubunga dengan teks ini untuk membantu kita mengapa komunitas kita diminta untuk menjadi komunitas pengampunan.

(a). Bukan persoalan ekonomi tetapi soal praktek kekuasaan sang raja dan ketaatan hamba-hambanya ( Mat 18, 23-26)
Secara sepintas kelihatannya teks ini bicara tentang persoalan ekonomi tentang hutang-piutang, ataupun persoalan politik tentang kewajiban membayar pajak dan upeti masa itu. Tetapi secara lebih teliti sebenarnya yang terjadi di sini adalah soal bagaimana praktek kekuasaan sang raja berhadapan dengan para hamba-hambanya. Lebih dari itu, soal inti di sini sebenarnya mau menunjukkan juga bahwa raja yang dalam Injil sering digambarkan secara negatif itu dikaitan dengan peran Yesus dan Allah dalam komunitas para murid, di mana Dia selalu dianggap sebagai Raja. Dan raja yang satu ini memiliki hubungan dengan murid-muridNya yang pada umumnya secara sosial adalah orang-orang pinggiran.
Kallau begitu, Yesus mau menekankan betapa pentingnya para muridnya taat kepada norma yang telah dibangun sebagai aturan komunitas, terutama berhubungan dengan hal mengampuni. Yesus meminta agar komunitas para muridNya sungguh-sungguh taat dan sungguh-sungguh mengampuni.
(b). Belaskasihan dan kemurahan mentransformasi atau mengubah orang yang berhutang dan bersalah (Mat 18,27)
Ketaatan sang hamba dalam kisah ini membuat rajanya puas, makanya dia mengubah sikapnya, “dari belaskasihannya, dia membebaskan hamba itu dari segala hutangnya dan mengampuni dia”, demikian Injil tadi. Tindakan belaskasihan dan kemurahan ini jelas menunjuk kepada Yesus, sekaligus membedakan Yesus sebagai Raja dari para raja dunia. Para pembaca atau murid tahu bahwa belaskasihan Yesus selalu nampak dalam seluruh hidupnya, dan tindakan Yesus inilah yang mengubah orang yang dijumpaiNya dan memberikan manfaat berlimpah bagi orang yang bermasalah.
(c). Pengalihan persoalan dan upaya pembalasan dendam pada yang lain karena suatu masalah dan konsekwensinya(Mat 18,28-30)
Bagian berikut dari naskah ini beralih kepada sikap hamba yang tadi diampuni. Dia memang diampuni, tetapi dia sangat malu karena kedapatan bersalah di hadapan raja, dan malu karena dia harus meminta ampun dari sang raja. Apa yang dia buat sekarang adalah satu cara untuk mendapatkan kembali kuasanya, menyelamatkan wibawanya terhadap orang yang posisinya lebih rendah dari dia.
Jadi di sini bukan lagi soal uang yang dipermasalahkan tetapi soal wibawa dan kuasa, bagaimana dia berusaha memperoleh kembali kuasanya berhadapan dengan mereka yang berada di bawahnya. Itulah sebabnya ketika sang bawahannya meminta diampuni, dia tak memiliki belas kasihan sedikitpun. Dia menolak, dan “dia memasukkan bawahannya ke penjara, sampai orang itu melunaskan hutangnya.
Baik tindakan raja yang mengampuni maupun tindakan hambanya ini yang tak berbelaskasihan, sebenarnya sama – sama menunjukan bagaimana keduanya menunjukkan kuasa atau pengaruh atas yang lain. Belaskasihan si raja juga adalah cara dia mengontrol bawahannya.
(d). Reaksi raja ketika mendengarkan keluhan para hamba (Mat 18, 31-34)
Raja mengingatkan hambanya akan pengalamannya sendiri sebelumnya (ayat 26-27). Tetapi mengapa sang raja menjadi begitu marah lalu menarik kembali pengampunan yang sudah dia berikan sebelumnya? Menghubungkannya dengan arti tindakan belaskasihan sang sebelumnya sebagai bentuk kontrol dan kuasa, kita saksikan di sini bahwa tanggapan sang raja terhadap tindakan sang hamba jelas: Dia menghukumnya. Untuk apa? Untuk mengingatkan kepada yang lain, bahwa kalau hal seperti ini terjadi lagi, maka nasibnya sama seperti hamba ini. Sekali lagi, dengan tindakan mencabut kembali pengampunannya, raja menunjukkan bahwa dia berkuasa, dia bukan raja yang lemah.
(e). Ajakan untuk selalu melaksanakan kehendak Allah ( Mat 18,35)
Sampai pada titik ini, para pembaca sudah bisa menarik kesimpulan sendiri, bahwa kerajaan Allah tidaklah demikian. Raja dalam kisah ini tidak mewakili Allah dan KerajaanNya dan Allah tak mendukung kerajaan yang menindas. Tapi sekarang muncul kejutan, “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu”.
Yesus menunjukkan bahwa tindakan akhir sang raja itu mewakili tindakan yang akan Allah lakukan. Mengapa ?
Inilah strategy Injil atau pendekatan dari penulis yang mau membuat kehendak Allah dikenal oleh anggota komunitas murid Yesus dan mengingatkan para muridNya akan konsekwensi kalau mereka tak taat. Dan yang jauh lebih penting di sini ialah penekanan bahwa pengampunan Allah selalu menyanggupkan orang untuk mengampuni orang lain. Pengampunan Allah adalah kekuatan yang menyanggupkan orang untuk mengampuni yang lain.
Tetapi kalau kekuatan dan rahmat ini dibiarkan, diremehkan saja, maka kita siap menerima resiko di kehidupan mendatang. Menyangkal ajaran Yesus akan pengampunan ini berarti siap menerima konsekwensi di kehidupan akhirat.

Untuk Direnungkan

Biarpun pengampunan membawakan banyak keuntungan terutama bagi yang membuatnya, ternyata tidak semudah dalam pelaksanaannya. Dalam kaitan dengan teks Injil yang kita renungkan ini, dua hal penting, barangkali baik untuk kita renungkan dan dalami hari ini.
1. Menghidupkan hubungan antar anggota komunitas atas dasar hubungan persahabatan yang manusiawi dan bukannya atas dasar atasan-bawahan:
Berhadapan dengan sahabat akan mudah bagi seseorang untuk berbagi pengalaman, berbagi derita, daripada jikalau ia berhadapan dengan seorang atasan, seorang yang mempresentasikan dirinya sebagai seorang senior, seorang atasan berhadapan dengan bawahan, dsb. Hubungan yang sehat di antara anggota komunitas tidak bisa didasarkan pada relasi atasan dan bawahan, relasi antara seorang yang mengatur, merencanakan dan mengontrol dengan banyak orang yang melaksanakan, mengerjakan, dipersalahkan dan dihukum.
Hubungan antar anggota komunitas murid Yesus memang tetap mempertahankan peran khas masing-masing anggota, tetapi dengan menekankan aspek persahabatan sebagai kekasannya. Menjadi sahabat yang setara, itulah hubungan antar anggota komunitas.
2. Mengembangkan perasaan empati dan kebiasaan melihat sama saudara secara positif:
Ketika seseorang terlibat dalam kesalahan, pelanggaran, para anggota komunitas diminta kesediaan mereka untuk mengembangkan empati, memberikan perhatian dan mencoba berpikir bagaimana seandainya kita sendiri berada dalam kondisinya. Hendaknya mereka tak dilihat sebagai musuh yang harus dijauhkan, dan mulailah memikirkan kualitas positif yang dimiliki orang itu dan berpandanglah positif tentangnya.
Bagai orang yang bermasalah, mulailah membuat jurnal pergulatannya sendiri dalam situasi sulit itu dan jangan lupa mulai juga melihat diri secara lebih positif.
3. Menanamkan komitmen komunitas sebagai komunitas yang mengampuni
Kalau tahap kedua di atas bisa dilewati, maka komunitas sebenarnya tengah melindungi dirinya dari kehancuran dan keterpecahan lebih lanjut di antara anggotanya. Komunitas mulai bergerak dari suatu sikap mempersalahkan kepada sikap solider dan bertenggangrasa. Komunitas menjadi sebuah komunitas di mana anggota memiliki pikiran, “hari ini celaka menimpa si dia, barangkali esok saya mendapatkannya. Komunitas yang demikian memberanikan anggotanya untuk berjalan maju, bukan melupakan begitu saja kesalahan orang, tetapi bersama-sama membantu anggota bermasalah berlangkah maju, keluar dari masalah.
Komunitas demikian adalah komunitas yang mengalami penyelamatan Allah sebagai bagian integral dari keberadaannya sebagai komunitas.
@ P. Ansel Meo SVD - Roma, 2007-2008

KOMUNITAS UNTUK SAUDARA & PELAYANAN (8)

Renungan Ketujuh / Renungan Tobat

“Akupun Tidak Menghukum Engkau. Pergilah”
Bertobat : Dibebaskan Untuk Menjadi Pencinta yang Efektif

1. Doa Pembukaan :

Tuhan Allah yang Maha belaskasihan, apakah yang akan kami katakan tentang Engkau setelah Engkau menyatakan diriMu dalam diri PuteraMu, sebagai Allah yang Mengasihi kami. Siapakah kami ini sehingga Kaupanggil kami ke dalam persekutuan para kudus, GerejaMu sendiri. Kami cumalah debu tanah ya Tuhan, namun kami percaya bahwa SabdaMu membangkitkan harapan hidup dalam diri kami, SabdaMu menghasilkan pembebasan dalam bathin kami dan membersihkan kami dari dosa-dosa kami. Maka, ya Tuhan, kini kami datang memohon pengampunanMu, kiranya sabdaMu, “Akupun tak menghukum engkau” kini bergema sekali lagi dan mengubah hidup kami. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin

2. Bacaan :

Yoh 8:2-11 : Yesus Mengampuni Wanita Berzinah

3. Lagu Tobat :

4. Renungan :

(i). Tuhan dalam Berbagai Pengalaman Pertobatan
Siapakah Tuhan dalam pengalaman pertobatan orang-orang seperti Petrus, Mateus, Thomas, ataupun Paulus yang kita kenal dalam Kitab Suci? Siapakah Tuhan dalam pengalaman santo-santa seperti Ignasius, Agustinus, Fransiskus ataupun pendiri anda?
Pagi hari tadi, kita membuka hari ini dengan meditasi Nama Yesus, nama yang menjadi kekuatan dan benteng hidup, nama yang menggerakkan kita, nama yang mengumpulkan kita dan nama yang memberikan kita keberanian untuk meninggalkan segala sesuatu untuk menjadi pengikutNya.
Orang-orang yang kita jumpai dalam Kitab Suci mungkin pernah mengalami shock, rasa ditantang karena pertemuan mereka dengan Yesus. Namun pada umumnya, perjumpaan yang menantang itu menghasilkan pertobatan karena mereka terbuka kepada Dia, jujur dengan dirinya sendiri dan mengakui siapa mereka di hadapan Tuhan. Mereka tak malu dengan diri mereka sendiri di hadapan Tuhan, karena satu keyakinan mendasar bahwa Tuhan tahu apa yang Dia rencanakan untuk masing-masing mereka. Tuhan dalam pengalaman perjumpaan orang-orang kudus dan para murid Yesus adalah Dia yang mengubah mereka, bukan dengan kekerasan, bukan dengan ancaman, bukan dengan iming-iming janji, tetapi dengan hati yang menerima mereka, dengan pengertian dan dengan kasih sayang. Tuhan yang dirasakan oleh semua mereka adalah Tuhan yang mencintai, Tuhan yang membebaskan mereka dari belenggu, Tuhan yang membebaskan mereka dari dosa, dari perhambaan yang telah melingkungi mereka sepanjang masa hidup mereka.
(ii). Bibit Raja :
Dahulu kala, ada seorang raja di daerah Timur yang sudah tua. Ia menyadari bahwa sudah dekat saatnya ia mencari pewaris kerajaannya. Ia tidak mewariskan kerajaannya itu kepada salah satu dari bawahannya ataupun anaknya, tetapi ia memutuskan untuk melakukan sesuatu hal yang berbeda. Ia memanggil seluruh anak muda di seluruh kerajaannya. Ia berkata, "Sudah saatnya bagiku untuk mengundurkan diri dan memilih raja yang baru. Aku memutuskan untuk memilih salah satu di antara kalian."
Anak-anak muda itu terkejut! Tetapi raja melanjutkan,"Aku akan memberikan kalian masing-masing satu bibit hari ini. Satu bibit saja. Bibit ini sangat istimewa. Aku ingin kalian pulang, menanamnya, merawatnya dan kembali ke sini lagi tepat 1 tahun dari hari ini dengan membawa hasil dari bibit yang kuberikan hari ini. Kemudian aku akan menilai hasil yang kalian bawa, dan seseorang yang aku pilih akan menjadi raja negeri ini!"
Ada seorang anak muda yang bernama Ling yang berada di sana pada hari itu dan ia, seperti yang lainnya, menerima bibit itu. Ia pulang ke rumah dan dengan antusias memberitahu ibunya tentang apa yang terjadi. Ibunya membantu Ling menyediakan pot dan tanah untuk bercocok tanam, dan Ling menanam bibit itu kemudian menyiraminya dengan hati-hati.
Setiap hari ia selalu menyirami, merawat bibit itu, dan mengamati apakah bibit itu tumbuh. Setelah beberapa minggu, beberapa dari anak muda itu mulai membicarakan mengenai bibit mereka dan tanaman yang telah mulai tumbuh. Ling pulang ke rumah dan memeriksa bibitnya, tetapi tidak ada hasilnya. Tiga minggu, 4, 5 minggu berlalu. Tetap tidak ada hasilnya. Sekarang ini, para anak muda memperbincangkan tentang tanaman mereka, tetapi bibit Ling tetap belum tumbuh, dan ia mulai merasa seperti pecundang. Enam bulan berlalu, tetap belum tumbuh juga. Ia berpikir bahwa ia telah membunuh bibit itu. Setiap orang memiliki pohon dan tanaman yang tinggi, tetapi ia tidak memiliki apa-apa. Ling tidak berkata apa-apa kepada temannya. Ia tetap menunggu bibitnya tumbuh.
Satu tahun berlalu sudah dan semua anak muda di seluruh kerajaan membawa tanaman mereka kepada raja untuk dinilai. Ling putus asa dan tidak ingin pergi dengan membawa pot yang kosong. Tetapi ibunya memberinya semangat untuk pergi dan membawa potnya. Ling harus jujur mengenai apa yang terjadi dengan bibit itu,saran ibunya. Ling sadar bahwa saran ibunya benar. Dan ia pergi ke istana dengan membawa pot yang kosong. Ketika Ling tiba, ia kagum melihat berbagai macam tanaman yang dibawa oleh teman-temannya yang lain. Semuanya indah, dalam ukuran dan bentuk. Ling meletakkan pot yang kosong itu ke lantai dan banyak orang menertawainya. Beberapa merasa kasihan kepadanya.
Ketika raja datang, ia mengamati ruangan itu dan menyalami rakyatnya. Ling berusaha untuk bersembunyi di bagian belakang. "Wah, betapa indahnya tanaman, pohon, bunga yang kalian bawa," kata raja. "Hari ini, salah seorang dari kalian akan ditunjuk menjadi raja selanjutnya!" Seketika, sang raja melihat Ling di belakang ruangan dengan potnya yang kosong. Ia memerintahkan pengawalnya untuk membawa Ling ke depan.
Ling sangat ketakutan. "Sang raja tahu aku seorang pecundang! Mungkin ia akan memerintahkan aku untuk dihukum!" Ketika Ling tiba di depan, sang raja menanyakan namanya. "Namaku Ling," jawab Ling. Semua orang menertawakannya.
Sang raja menenangkan situasi itu. Ia melihat Ling, dan kemudian mengumumkan ke seluruh kerajaan, "Lihatlah, ini raja kalian yang baru! Namanya adalah Ling!" Ling tidak mempercayai apa yang barusan dikatakan raja. Ia bahkan tidak bisa membuat bibit itu tumbuh, mengapa ia bisa menjadi raja yang baru?
Kemudian sang raja berkata, "Satu tahun lalu, aku memberikan setiap orang sebuah bibit. Dan kukatakan kepada kalian untuk mengambilnya, menanamnya, dan merawatnya, kemudian membawanya kembali kepadaku hari ini. Tetapi aku memberikan kalian bibit yang sudah direbus sehingga tidak akan bisa tumbuh. Kalian semuanya, kecuali Ling, membawakanku pohon, tanaman, bunga. Ketika kalian menyadari bahwa bibit itu tidak bisa tumbuh, kalian menukarkan dengan bibit lain. Hanya Ling yang memiliki keberanian dan kejujuran untuk membawakanku sebuah pot kosong dengan bibitku di dalamnya. Maka demikian, ia yang akan menjadi raja yang baru."
(iii). Bertobat : Bebas Untuk Mencintai yang Efektif
Ø Kebiasaan Memproyeksikan Kesalahan sendiri pada orang lain “Perempuan ini tertangkap basah ketika berzinah”
Sudah sejak penciptaan kita tahu bahwa manusia pada dasarnya suka melemparkan kesalahan pada orang lain dan mencari kambing hitam. Kisah Dosa Asal menceritakan tentang hal itu, bagaimana Adam melemparkan kesalahan kepada Eva, dan Eva ketika ditanya, melemparkan kesalahan kepada si ular.
Hal yang sama terulang dalam kisah-kisah lainnya dalam Kitab Suci, dan Injil yang barusan kita baca memberikan affirmasi tentang kecendrungan yang sama. Siapakah sesungguhnya para lelaki yang dengan batu di tangan mereka siap merajam wanita itu? Siapakah yang tahu macam apa perkerjaan si wanita itu, kalau mereka sendiri tak pernah berkontak dengan dia. Bukan tak mungkin mereka, atau beberapa dari antara mereka pernah menikmati pelayanan si wanita itu. Atau paling kurang mereka pernah saling berceritera, menjadikan wanita itu obyek leluconan mereka. Makanya mereka tahu, macam apa si wanita itu.
Mengapa hanya wanita ini saja yang ditangkap basah, di manakah si lelaki yang menyebabkan dia ditangkap basah itu? Mungkinkah mereka ada di antara semua yang membawa wanita itu kepada Yesus? Yesus bertanya kepada wanita itu, “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorangpun yang menghukum engkau?”
Lebih dari itu, biasanya kita suka mencari pendasaran dalam berbagai peraturan dan pengalaman yang lebih dahulu. Injil tadi menampilkan alur yang sama, “Musa dalam Hukum Taurat memerintahkan kita ....” Hampir pasti kita akan mengulangi skenario seperti ini ketika kita berkeinginan untuk menghukum orang lain, menyebarkan kesalahan orang lain, terutama kalau hal ini keluar dari rasa benci kita terhadap mereka. Kita memang bisa mengajarkan orang bertobat, tetapi hendaknya hal itu keluar dari rasa kasih kita kepadanya, bukan sebagai akibat kebencian kita kepadanya.
Dan masih termasuk dalam logika ini, kita pun akan suka sekali mengejek mereka yang bermaksud untuk menolong orang-orang yang sudah tak beruntung nasibnya ini. Para ahli Taurat dan orang Farisi tahu bahwa Yesus pasti akan menolong wanita ini, makanya mereka membawa wanita ini untuk mencobai Yesus.
Ø Yesus mengingatkan mereka akan identitas diri mereka “Kita berasal dari tanah, rapuh dan penuh kesalahan – Siapa yang tak bersalah silahkan lemparkan batu pertama“
Berhadapan dengan kesalahan, pelanggaran dalam hal apa saja dalam biara atau dalam hidup kita sebagai orang Kristen, kita diminta untuk berlaku seperti Yesus. Jangan cepat menghakimi orang, jangan cepat mencaji sempurna. Dan lebih dari itu kita mesti jujur dengan diri, itulah sebabnya tantangan Yesus kepada para penuduh perempuan itu membuat mereka mati kutu, “Barangsiapa di antara kamu yang tak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah.”(ayat 7 dan 8).
Siapakah dari antara kita yang tak punya kesalahan? Kita akan mengatakan “Benar, tak seorangpun yang bersih!”. Atau dalam konteks kita, jika kita yang hadir di sini mengatakan, “OK, saya memang ada dosa dan salah tetapi untuk si A, si B saya tak akan pernah mengampuninya, saya tak akan mau mengampuninya. Dia terlalu jahat, dia menyebabkan saya dibenci, saya dikianati, dsbnya.”
Yesus mengingatkan kita, “kita semua dari tanah. Kita penuh dengan kerapuhan. Penuh dengan dosa. Dan kalau kita selalu mendambakan Tuhan mengampuni dosa dan pelanggaran kita, mengapakah kita tak mampu meneruskan pengampunan itu kepada mereka itu? Apakah anda mau melemparkan batu pertama kepada wanita itu? Jika saja si Farisi dan ahli Taurat ada rasa malu, tahu diri, kenapa kita terus bertekun dalam rasa benci mendalam terhadap saudara/i yang bersalah kepada kita?
Kelihatannya mereka pergi dan melarikan diri. Memang dengan tidak melemparkan batu kepada si wanita itu, mereka nampaknya sadar bahwa tindakan mereka menghukum wanita itu salah. Tapi bagi Yesus itu saja tidak cukup. Mereka harus menghadapi wanita itu dan mengatakan pesan yang sama itu. “Karena sadar bahwa kami juga bersalah, maka kamipun tidak menghukum engkau. Itulah pertobatan yang benar. Mesti menyata dalam tindakan untuk mengulurkan tangan, memaafkan wanita itu dan mulai membangun relasi baru dengannya, atas dasar kasih, dan bukan atas dasar obyek pemuasan belaka.
Ø Dengan Yesus kita bisa bercermin diri “Akupun tak menghukum engkau”
Dan cerminan sikap tobat yang benar berhadapan dengan pelanggaran dan kasus-kasus dalam biara adalah sikap Yesus sendiri. Dia membiarkan wanita ini menyelami diri sendiri, melihat sikap hidupnya juga di hadapan para lelaki yang menghukum dia. Dengan menulis di tanah, dia juga mengajak wanita itu melihat hakikat dirinya sendiri yang penuh kelemahan, dan menyadari bahwa jika dia mengulanginya lagi, maka hukuman itu boleh jadi akan menimpalinya.
“Akupun tak menghukum engkau.” Wanita itu tentu tak begitu saja percaya bahwa hukuman itu telah lewat dengan perginya orang-orang itu. Yesus pun dicurigai sebagai salah satu di antara mereka, karena wanita itu tak pernah mengenal Yesus. Dan ketika kata-kata Yesus keluar dan ditujukan kepadanya, sadarlah dia bahwa Yesus berbeda dengan mereka. Yesus tak menghukum dia.
Kita mesti sampai pada sikap Yesus ini ketika berhadapan dengan kesalahan, pelanggaran dan kelemahan serta dosa-dosa orang lain dan akhirnya dosa sendiri. “Akupun tidak menghukum engkau”, itulah yang harus menjadi sikap kita berhadapan dengan dosa orang lain. Kitalah harus menjadi tempat pertama di mana orang yang bersalah bisa berbagi derita, rasa sesaknya dengan kita tentang berbagai hal.
Ø Pergilah, jangan berbuat dosa lagi tetapi kasihilah dengan segenap hati”
Ajakan dan sikap Yesus memang mengembalikan harapan hidup si wanita pendosa itu. Tetapi Yesus dalam setiap ajakannya selalu mengandung penugasan. Kamu dibebaskan kali ini tetapi bukan untuk dibebaskan dan kemudian mengulanginya di masa mendatang. Dan itulah perintah Yesus kepada wanita itu, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Rumusan perintah ini sama artinya dengan “Pergilah engkau. Mulai dari sekarang tinggalkan cara mencintai yang salah itu, yang hanya mengutamakan kenikmatan, yang hanya menjadikan dirimu obyek dan hanya demi uang belaka”. Dan mulailah belajar mencintai lebih sungguh. Mencintai dengan sepenuh hatimu, dengan segenap jiwa dan ragamu.
Dan saya kira dalam pengalaman hidup membiara, orang yang mengalami bagaimana dia dibebaskan dari kesalahan dan rasa bersalah itu akan sangat komit dengan hidupnya, akan bertobat dan menjadi orang baru yang tahu menghargai bagaimana leganya hati dan hidup diampuni oleh orang lain. Wanita itu pasti tak akan pernah melupakan saat keselamatan itu dalam hidupnya. Ia dibebaskan, dia dicintai dan diminta untuk berbuat kasih. Itulah artinya pertobatan yang benar, pertobatan yang sejati.
(iv). Ganjaran dan Jaminan pertobatan : Menjadi pewarta kebangkitan
Jika pertobatan meminta dari kita sikap seperti yang digambarkan di atas, maka kita boleh percaya bahwa ada ganjaran, adanya jaminan dari pihak Allah untuk orang yang bertobat dengan sungguh-sungguh. Allah memberikan pahala, pembebasan dan keselamatan. Pertobatan sejati selalu melahirkan keselamatan, melahirkan kehidupan baru.
Kiranya inilah juga yang dialami oleh wanita pendosa dalam Injil tadi. Permintaan dari Yesus, “Pergilah, jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang, dan mengasihilah dengan kasih yang benar” dijawab oleh wanita itu dengan menjadi pencinta yang ulung, pencinta yang sejati, yang bebas.
Jika benar dugaan banyak orang bahwa wanita yang dilukiskan dalam Injil ini adalah Maria dari Magdala, wanita yang pernah dibebaskan dari 7 roh jahat itu, maka wanita yang bertobat inilah yang dikaruniakan kehormatan untuk menyaksikan kebangkitan Kristus. Dia mungkin Maria Magdalena, atau perempuan-perempuan yang lain yang disebut oleh Injil Lukas (24, 10-11) yang menjadi saksi kebangkitan Yesus dan diminta untuk menyampaikannya kepada para rasul.
Dan jika dialah Maria Magdalena, maka dialah yang pada hari kebangkitan menjadi orang pertama yang disapa Kristus yang bangkit, “Maria!” dan ia menjawab, “Rabuni”. Ia bertobat dan ia tunjukkan pertobatannya dengan mencintai Tuhannya dengan sepenuh hatinya, dengan seluruh jiwanya, maka tak heran Yohanes melukiskan perasaan hati Maria, “Tuhanku telah diambil orang, dan aku tak tahu dimana Dia diletakkan”....dan “Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.”
Dan Yesus memberikan tugas kepadanya, “Pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka...” Dan Maria pun pergi dan berkata kepada mereka, “Aku telah melihat Tuhan”. Maria dipanggil Tuhan dengan namanya, dikenal dan dicintai dan itulah sebabnya ia mewartakan kepada semua saudaranya, “Aku telah melihat Tuhan”. Bertobat berarti juga mampu melihat Tuhan.

(v). Menjadi Manusia Baru – Menjadi Bebas untuk mencintai
Dan orang yang bertobat dan melihat serta mengalami Tuhan dalam hidupnya adalah ciptaan baru. Dia menjadi bebas untuk menjadi pencinta sejati baik dalam mencintai Tuhannya maupun dalam mencintai sesamanya. Seorang yang bertobat secara sungguh-sungguh selalu mampu mencintai dengan tulus dan tak memiliki rasa takut sedikitpun untuk mewartakan Tuhan yang diimaninya.
Maka, jika kita berdoa dan menyatakan tobat kita kepada Tuhan dalam doa, mau tak mau mesti juga bersedia untuk pergi kepada sama saudara kita untuk mewartakan, “Aku telah melihat Tuhan!”
Saudaraku terkasih,
Tuhan menanti kita untuk kembali kepadaNya. Dengarkan seruanNya, “Akupun tidak menghukum engkau, pergilah mengasihilah dengan benar”. Bagi Tuhan, tak ada kata terlambat untuk mendatangi Dia. Mari kita kembali kepadaNya dan mari kita lepaskan batu-batu hukuman dan pengadilan kita kepada sesama kita, seraya memohon kepada Tuhan Yesus, “Tuhan, bagi kami pun masih ada waktu.”
@P. Anselm Meo SVD - Roma, 2007-2008