SAPAAN PENGASUH


Selamat bertemu buat para pembaca dan pengunjung blog ini. Kiranya Tuhan kita Yesus Kristus, yang memanggil kita semua kepada kesempurnaan hidup dalam Bapa dan kekayaan rohani dalam KerajaanNya menganugerahkan kegembiraan dan kesuksesan dalam hidup, pelayanan dan keseharianmu.

Anda mengunjungi blog RETRET & REKOLEKSI PASTOR UDIK. Saya suka nama itu, bukan saja karena karya pastoral awal saya sebagai imam, saya lewati sambil mengunjungi berbagai kampung yang sering dicap udik alias kurang maju, tetapi juga karena mengingatkan saya, akan Yesus dari Nasareth, pastor dan gembala sejati yang para muridnya adalah orang-orang sederhana, udik dan marginal.

Apa ada persamaan di antara kita yang mengunjungi blog ini dengan para murid Yesus itu? Saya kira ada dan hal itu adalah kesediaan kita untuk duduk sambil mendengarkan DIA, sang Guru Rohani, Maestro Kehidupan yang tengah bersabda kepada kita.

Selamat menikmati sajian di blog sederhana ini. Selamat menarik diri dari keseharianmu dan menikmati detik-detik berharga berada sang Guru, Pastor dan Gembala dari udik, mulai dari Nasareth hingga ke kampung dan dusun udik pengalaman kita.

Kiranya Tuhan memberkati kita.

Ansel Meo SVD

Selasa, Juni 08, 2010

43. KEMBALI KE ASAL

Bagi mereka yang sering berada di tanah rantau, baik karena alasan kerja, studi maupun karena berbagai alasan lainnya, keinginan untuk pulang kampung atau kembali ke tempat asal adalah sebuah keinginan dan kerinduan yang syah. Saat pulang kampung seperti itu menjadi kesempatan bukan hanya untuk bernostalgia tentang masa lalunya di tempat asalnya, tetapi lebih dari itu merupakan saat untuk menimba kekuatan, semangat serta daya baru untuk hidupnya.

Bagi mereka yang sering berada di tanah rantau, baik karena alasan kerja, studi maupun karena berbagai alasan lainnya, keinginan untuk pulang kampung atau kembali ke tempat asal adalah sebuah keinginan dan kerinduan yang syah. Saat pulang kampung seperti itu menjadi kesempatan bukan hanya untuk bernostalgia tentang masa lalunya di tempat asalnya, tetapi lebih dari itu merupakan saat untuk menimba kekuatan, semangat serta daya baru untuk hidupnya.

Sabda Yesus yang kita baca pada Hari Raya Tritunggal Mahakudus mengajak kita untuk kembali ke asal kita. Yesus dalam wejangan perpisahanNya dengan para muridNya menunjukkan kepada kita tentang kesatuan Allah dalam Tiga Pribadi: Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Ia bersabda, “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu kepada seluruh kebenaran. […] Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimaNya dari padaKu. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku (Putera) punya. Sebab itu Aku berkata: Ia (Roh Kudus) akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku.” (Yohanes 16, 12-15)

Ajakan saya untuk kembali ke asal sebenarnya adalah penegasan untuk bersama Gereja beriman akan Allah Tritunggal, Allah yang Satu dalam Tiga Pribadi, Bapa dan Putera dan Roh Kudus.

Bagi kebanyakan orang, barangkali ajaran tentang Allah Tritunggal ini adalah satu ajaran yang sulit dipahami dan boleh jadi juga menjadi halangan dalam beriman. Mungkin orang bertanya, mengapa harus percaya akan Allah yang Satu tetapi menyatakan diri dalam Tiga Pribadi? Bukankah akan lebih mudah percaya akan seorang Allah yang satu, titik, sebagaimana halnya saudara/i yang muslim dan beragama Yahudi.

Terhadap pertanyaan macam ini, jawabannya sederhana saja. Kita sebagai Gereja percaya akan Allah Tritunggal, bukan karena membuat kompleks persoalan, tetapi karena kebenaran tentang Allah Tritunggal dinyatakan sendiri oleh Yesus Kristus. Dan jika Kristuslah yang menyatakannya, maka ajaran yang demikian tidak mungkin untuk menghancurkan umat beriman. Kesulitan orang untuk memahami ajaran tentang Trinitas, justru menjadi argumen yang menopang kebenaran ini, dan bukan melawannya. Kalau begitu, apa alasannya sehingga kita bisa memahami kebenaran ini menurut cara pandang yang lebih sederhana, dalam pemahaman kita sehari-hari?

Ada dua alasan yang bisa saya kemukakan di sini. Yang pertama, dalam Allah ada kesatuan dan kemajemukan. Paham kita mengenai kesatuan selalu mengandaikan adanya banyak anggota, karena kesatuan terbentuk dari adanya banyak orang, banyak unsur dan banyak ragam. Dalam Allah, kesatuan dan keberagaman bertemu. Karena keduanya adalah nilai, dan Allah tidak bisa dibatasi untuk mewakili hanya salah satu di antara keduanya. Dalam Allah, keanekaan bukanlah untuk memisahkan, melainkan merupakan suatu kekayaan.

Ada alasan lain juga yang membantu kita memahami kebenaran tentang Allah Tritunggal, yang berasal dari inti ajaran Kristen tentang cintakasih. Jika Allah adalah Cinta, maka Allah yang demikian pasti bukan Allah yang sendirian, sebab cinta tak mungkin ada kalau tak terjalin antara dua orang atau lebih. Jika Allah adalah Cinta maka di dalam Dia, ada seorang yang mencinta, seorang yang dicintai dan Cinta yang mempersatukan mereka. Orang Kristen percaya bahwa Allah itu Satu, dan Allah yang demikian tak sendirian. Dan menurut iman kita juga, kesatuan dalam Allah, lebih mirip dengan kesatuan dalam keluarga.

Sekarang bagaimana kita menjawab tantangan awal tadi untuk kembali ke asal ketika sebagai Gereja kita merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus? Perayaan Tritunggal Mahakudus sesungguhnya mengajak kita yang mengimaniNya untuk mengusahakan kehidupan yang sejati, dengan cara kembali ke asal kita yang sebenarnya.

Pertama, asal kita adalah satu yang terbentuk dari banyak orang, banyak aspek, banyak karakter. Hidup sebagai orang Kristen seyogyanya adalah hidup Trinitaris. Hidup demikian menghargai kesatuan dalam keanekaan, kesederajatan dalam perbedaan. Kita orang Kristen hendaknya menjadi orang yang selalu mempromosikan kesatuan dalam perbedaan-perbedaan kita dan menghargainya sebagai karunia untuk pembentukan komunitas. Pernyataan seperti ini tidak menganjurkan adanya keseragaman, tetapi bertumbuh bersama dalam berbagai perbedaan demi pembangunan komunitas kristiani.

Kedua, ajakan untuk kembali ke asal menemukan tempat aplikasinya yang paling pas dalam kehidupan keluarga. Dengan ini saya mau mengatakan bahwa keluarga-keluarga kita hendaknya menjadi pantulan atau cerminan kehidupan Allah Tritunggal di dunia. Keluarga terbentuk dari orang-orang yang berbeda menurut jenis kelamin (pria dan wanita), berbeda menurut umur (orangtua dan anak-anak) dengan segala konsekwensi yang diakibatkan dari perbedaan itu: beda rasa, beda kebutuhan, beda selera. Keberhasilan sebuah perkawinan dan keluarga kristiani dewasa ini sangatlah bergantung dari ukuran yang digunakan anggota keluarga itu mengarahkan perbedaan di antara mereka demi satu kesatuan yang lebih tinggi: satu cinta, satu maksud dan satu kerjasama.

Bila ajakan ini bisa menjadi pilihan berpikir dan bertindak kita orang Kristen dewasa ini, maka setiap kali kita merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus, kita boleh percaya sekali lagi bahwa mengimani Allah Tritunggal bias membantu kita mengalahkan kebencian yang memecahkan kesatuan dalam keluarga-keluarga kita. Dan berawal dari keluarga, harapan untuk membangun Gereja dan masyarakat baru, bisa menjadi kenyataan.

Harapan dan impian ini bukanlah impian hampa. Doa Kristus Tuhan kita menyertai kita, ketika Ia bersabda, “Hendaklah kamu bersatu, seperti kami satu adanya”.


Copyright @ 30 Mei 2010 by Anselmus Meo SVD

42. GEMBALA DAN PEMIMPIN YANG MELAYANI DENGAN KASIH

1. Doa Pembuka

Ya Allah, sumber kasih, kami bersyukur atas kasih setiaMu yang terus mengalir di dalam hidup kami, teristimewa untuk anugerah Yesus PuteraMu sang Raja – Gembala yang baik.

Teguhkanlah dan kuatkanlah semua mereka yang telah Kaupercayakan untuk melanjutkan tugas penggembalaanMu di jaman ini. Tambahkanlah kasih dan semangat pelayanan yang ada dalam diri mereka, teristimewa para suster yang akan menerima tugas pelayanan sebagai pimpinan yang baru dalam komunitas ini. Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Pengantara kami, yang hidup dan bertakhta bersamaMu dan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. AMIN.

2. Bacaan Pertama :

Rom 12, 9 – 21: Nasihat untuk hidup dalam kasih

3. Injil :

Yoh 10, 7 – 16: Gembala yang baik

4. Homily / Kotbah

Untuk berkotbah pada kesempatan yang amat khusus seperti ini, mesti saya akui bahwa ada kesulitan besar buat saya untuk menyiapkan kotbah yang baik. Satu kotbah yang sesuai dengan harapan, yang menjawabi kebutuhan dan tentu saja yang membangkitkan kekuatan untuk menerima penugasan baru dengan harapan yang baru.

Saya bersyukur sekali ada bantuan besar yang memberanikan saya. Teks-teks bacaan yang dipilih dan dikirimkan via sms oleh Sr. Nikolin sungguh membantu mengarahkan kita semua kepada inti perayaan pelantikan pimpinan komunitas SSpS Ende dan dewannya pada soreh hari ini.

Walau mungkin agak dipaksakan, bacaan-bacaan soreh hari mengarahkan saya untuk memperkenalkan satu tokoh penting bahkan terbesar sepanjang sejarah bangsa Israel yakni Daud. Daud memang unik dan kalau harus dihubungkan dengan bacaan hari ini, kita akan langsung menghubungkannya dengan mazmur gubahannya sendiri, “Tuhan, gembalaku yang baik” (Mzm. 23).

Mengapa Daud diambil untuk membantu permenungan kita soreh hari ini? Tentang tokoh ini, kedua Kitab Samuel hingga 1 Raja-Raja bab 1 dan 2 sungguh merupakan bahan bacaan yang berharga. Yang mau kita renungkan dari tokoh ini terutama adalah transposisi simbolik dari jabatannya, dari seorang penjaga domba milik Yesse hingga dia dipandang sebagai lambang harapan akan seorang Mesias. Dalam diri Daud inilah kita temukan juga title rangkap ‘sang raja – gembala’ dan bahwa Mesias yang dinantikan Israel adalah seorang ‘Putera Daud’, yang sekali lagi menjelaskan tentang karya penggembalaannya yang khas, sang gembala yang adalah raja.

Menampilkan seorang Daud pada kesempatan seperti ini, saya sesungguhnya mau menonjolkan gaya kepemimpinan pastoral dari tokoh Daud untuk kita. Daud secara sangat jelas menampilkan semua kualitas yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin.

· Dia tidak menjadi raja berdasarkan keturunan, tetapi secara alamiah yang diterimanya sebagai sebuah pemberian/hadiah, tetapi ia mempersiapkan diri secara sungguh-sungguh dan dengan rendah hati, yang dalam arti tertentu memampukan dia mengeluarkan seluruh talenta dan bakat alamiahnya.

· Dia menunjukan sensivitasnya terhadap penggunaan kekuatan militer dan dalam menjaga umatnya, dalam mengadili umat dan juga dalam menggubah lagu dan puisi.

· Dia menghayati imannya secara spontan dan tak mengada-ada, yang dengannya ia mau membangun kerajaannya atas dasar iman yang kuat kepada Yahwe sebagai Allahnya.

· Dia seorang pemimpin dan raja yang tidak membiarkan kekuasaannya membuatnya seorang yang keras demi menjaga kewibawaan.

· Dia seorang pemimpin yang karena kemanusiaannya yang luar biasa telah membuat banyak kesalahannya dibesar-besarkan

Itulah Daud yang adalah raja dan gembala yang oleh Kitab Suci ditampilkan sebagai model bagi seorang pemimpin bagi orang-orang yang dipimpinnya. Dia bukanlah seorang superman, tapi juga bukan seorang puritan dan asketis. Di atas segalanya dia adalah kombinasi antara kebesaran dan kerapuhan yang berpadu dalam apa yang dilukiskan Kitab Suci sebagai pemilik hati yang penuh integritas, karena hatinya yang sangat kuat mencintai Yahwe Allahnya dan mencintai Israel umat gembalaannya.

Para suster yang saya kasihi, saudara-saudari terkasih dalam Kristus.

Gambaran tentang Daud ini ternyata serasi dengan warta bacaan-bacaan yang dipakai pada pengukuhan Pimpinan Rumah dan Dewan Rumah Komunitas SSpS Ende hari ini.

Santu Paulus dalam ajakannya kepada umat di Roma menekankan pentingnya spontanitas dalam kasih kepada saudara, “bersukacitalah dengan yang bersukacita, menangislah dengan yang menangis, dan hendaklah kamu sehati sepikir”. Paulus mengajak umatnya untuk mengasihi sebagai saudara, jangan mengasihi sebagai pemimpin kepada bawahan, “hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam member hormat”.

Ia juga bicara tentang pentingnya kerja keras, “janganlah hendaknya kerajinanmu mengendor” dan lebih dari itu Paulus meminta umatnya memiliki apa yang menjadi ‘passion’ dari Daud, kasih kepada Allah yang bernyala-nyala, dan kasih kepada sesama, termasuk kepada mereka yang menganggap mereka sebagai lawan dan musuh, “.

Lebih lanjut warta Injil tentang gembala yang baik, sekali lagi membangkitkan kenangan kita tentang gambaran gembala dan raja yang dimiliki Daud. Dan gambaran dalam Injil merupakan pemenuhan harapan mesianis yang disimbolkan Daud. Harapan demikian terungkap jelas dalam Sabda Yesus dalam warta Yohanes tadi. Ada dua gambaran Yesus tentang DiriNya sebagai Pemimpin Sejati yang ditampilkan injil pada sore hari ini.

· Yang pertama: Yesus sebagai Pintu. Kata Yesus, “Akulah pintu ke domba-domba itu […] barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. […] Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.

· Yang kedua: Yesus sebagai Gembala yang baik. Kata Yesus tadi, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya. […] Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku. […] Ada lagi padaKu domba-domba lain, […] domba-domba itu harus Kutuntun juga […] mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Dan […] Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali.

Saudara-saudari dan para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus.

Baik tokoh Daud maupun pemilihan bacaan-bacaan hari ini sungguh memberikan kita arah dan model tentang pelaksanaan tugas sebagai pemimpin sebuah komunitas yang bukan ada untuk dirinya sendiri, tetapi untuk sesuatu yang lain: untuk Tuhan dan untuk sesama.

Pertanyaannya sekarang: “Bagaimana kita menjawabi tantangan warta gembira hari ini untuk tugas dan kehidupan kita, terutama bagi mereka yang hari ini menerima pengukuhan sebagai pimpinan dalam rumah biara ini dan pimpinan bagi misi yang sementara mereka tangani.

Ada paling kurang dua hal yang menjadi harapan bacaan-bacaan hari ini untuk kita tentang kepemimpinan:

a) Seorang yang mampu merangkai dan menghubungkan.

Siapakah seorang pemimpin sesungguhnya yang akan kita pilih untuk memimpin kita? Apakah kita akan memilih dia yang serba bisa, atau seorang biasa dengan ketrampilan untuk merangkai semua yang bisa menjadi satu kekuatan yang membangun?

Dalam terang bacaan sore hari ini dan juga kisah tokoh seperti Daud, pemimpin yang diharapkan adalah dia yang menjalankan fungsi pintu, yang menghubungkan yang di dalam dengan yang di luar. Pintu yang bisa memberi akses masuk ke dalam bagi siapa saja yang berkepentingan dengan ruang dalam, yang menjaga kesegaran rumah, yang melindungi dan memberikan rasa aman, nyaman, bersahabat. Seorang yang menghubungkan kita dengan anggota, domba-domba, yang memberikan keselamatan, yang ketika keluar dan masuk melaluinya membuat kita menemukan kesegaran padang rumput, kesegaran hidup, gairah dan kegembiraan.

Pintu yang demikian menghubungkan semua anggota dalam rumah satu sama lain, menghubungkan mereka dengan orang luar ketika ia memberi tumpangan kepada mereka, yang memberkati orang yang datang, seperti kata Paulus dalam suratnya tadi. Pintu yang demikian membuat orang yakin bahwa tinggal di dalamnya sama seperti berdiam di rumah Allah, menikmati wajah Allah.

Daud melukiskan kenyamanan diam di dalam rumah dengan pintu yang kokoh karena kehadiran Tuhan dengan mazmurnya, “Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu yang berabad-abad, supaya masuklah Raja Kemulian […] Tuhan yang jaya dan perkasa.

Dengan menjadi pintu, kita berdoa kiranya semua yang masuk dan keluar melalui para pemimpinnya sungguh memperoleh hidup. Dan lebih dari itu, pintu entah yang kokoh, entah yang rapuh, boleh menyambut setiap kali sang Raja kemuliaan, Allah yang perkasa ketika Ia mendatangi kita, menyinggahi rumah dan kota kita.

b) Seorang yang mengasah, mengasuh dan mengasihi

Apalagi kualitas dan kemampuan yang kita harapkan dari seorang yang menjadi pemimpin kita? Tiga kata bisa kita pilih untuk dipakai sore hari ini, mengasah, mengasuh dan mengasih. Menjadi pemimpin hendaknya pertama-tama mengasah dirinya dengan berbagai hal yang baik, kemampuan yang baik dan positip, ketrampilan kepemimpinan, yang berarti juga memimpin dirinya sendiri. Daud adalah seorang gembala dengan bakat alam yang luar biasa tetapi ia mengasah dirinya dengan pelayanan dan kerja keras di padang belantara, di istana Saul, kemudian di dalam kerajaanNya.

Setelah mengasah diri, dia mengasuh, memberikan kehidupan, ketrampilan, melindungi orang-orang yang berada di dalam naungan kepemimpinannnya. Untuk merangkaikan tindakan mengasah dan mengasuh itulah, dia memberi isi dan ciri khususnya dengan mengasihi mereka.

Yesus dalam Injil tadi, menyimpulkan dengan ungkapan ini, “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.”

Tindakan untuk mengasah, mengasuh dan mengasihi sesungguhnya adalah tindakan dan ketrampilan dasar dari mereka yang dipercayakan sebagai Gembala. Maka menjadi pemimpin yang adalah gembala mengharuskan kita untuk menjadi orang yang mengasah diri sendiri, mengasuh penuh tanggung jawab semua yang bersama kita dan menguatkan hubungan kegembalaan kita dengan kasih yang tulus dan tidak berpura-pura, seperti kata Paulus tadi, “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura … hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara.”

Kalau tema yang dipilih pada soreh hari ini adalah Kasih dan Pelayanan, dan saya coba mengungkapkan secara lain tema ini dengan “PEMIMPIN-GEMBALA YANG MENGASIHI DAN MELAYANI”, maka doa kita sore hari ini adalah,

Tuhan, jagalah mereka yang telah Kaupilih ini dan lengkapilah mereka dengan kemampuan untuk merangkai dan menghubungkan; serta kiranya mereka menjadi pengasah, pengasuh dan pengasih yang sejati.

Semoga, seperti Engkau merekapun bisa menjadi pintu dan gembala-pemimpin yang melayani dan mengasihi dengan hatiMu sendiri.

AMIN.

5. Doa Persembahan

Ya Allah pemilik segala sesuatu, terimalah roti dan anggur lambing penyerahan diri kami yang rapuh dan tak berdaya ini. Kobarkanlah selalu cinta dan mampukanlah kami menjadi perangkai, penghubung, pengasah, pengasuh dan pengasih baik terhadap anggota komunitas, terhadap umatMu dan terhadap Engkau sendiri. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. AMIN.

6. Doa Penutup

Ya Allah, Gembala yang setia, syukur dan terimakasih untuk segala kebaikanMu yang telah kami terima dari kemurahan hatiMu.

Semoga cintaMu yang telah kami kecapi dan alami, dapat pula kami lanjutkan kepada siapa saja, khususnya mereka yang hidup bersama kami dan yang kami layani. Bimbinglah para suster dalam tugas kepemimpinan yang baru yang telah Kaupercayakan kepada mereka.

Semoga, seperti Engkau merekapun bisa menjadi pintu dan gembala-pemimpin yang melayani dan mengasihi dengan hatiMu sendiri.

Demi Yesus Kristus, PuteraMu Tuhan dan Pengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. AMIN.

Copyright @ 7 Juni 2010 by Ansel Meo SVD di SSpS Ende