SAPAAN PENGASUH


Selamat bertemu buat para pembaca dan pengunjung blog ini. Kiranya Tuhan kita Yesus Kristus, yang memanggil kita semua kepada kesempurnaan hidup dalam Bapa dan kekayaan rohani dalam KerajaanNya menganugerahkan kegembiraan dan kesuksesan dalam hidup, pelayanan dan keseharianmu.

Anda mengunjungi blog RETRET & REKOLEKSI PASTOR UDIK. Saya suka nama itu, bukan saja karena karya pastoral awal saya sebagai imam, saya lewati sambil mengunjungi berbagai kampung yang sering dicap udik alias kurang maju, tetapi juga karena mengingatkan saya, akan Yesus dari Nasareth, pastor dan gembala sejati yang para muridnya adalah orang-orang sederhana, udik dan marginal.

Apa ada persamaan di antara kita yang mengunjungi blog ini dengan para murid Yesus itu? Saya kira ada dan hal itu adalah kesediaan kita untuk duduk sambil mendengarkan DIA, sang Guru Rohani, Maestro Kehidupan yang tengah bersabda kepada kita.

Selamat menikmati sajian di blog sederhana ini. Selamat menarik diri dari keseharianmu dan menikmati detik-detik berharga berada sang Guru, Pastor dan Gembala dari udik, mulai dari Nasareth hingga ke kampung dan dusun udik pengalaman kita.

Kiranya Tuhan memberkati kita.

Ansel Meo SVD

Senin, Oktober 27, 2008

BERTOLAKLAH LEBIH DALAM (11-Habis)

“Kamupun harus Membasuh Kaki Saudara-SaudaraMu”

Kata Pembukaan

Kita akan merayakan Ekaristi dalam sebuah kenangan akan kasih Tuhan yang mencintai sahabat-sahabatNya sampai sehabis-habisnya, dengan mengulang cembali kenangan akan saat Yesus membasuh kaki para rasulNya. Membasuh kaki adalah lambang menghambakan diri, menadi dia yang melayani. Menjadi sahabat harus juga memuat makna bahwa kita mampu juga melayani sampai membasuh kaki orang yang kita anggap sebagai sahabat kita.

Tetapi dalam perayaan ini, tidak saja mengenangkan aspek pelayanan itu, tetapi juga aspek permohonan maaf dan ampun dari mereka yang telah bersalah kepada kita, yang menampakkan dirinya dalam diri imam yang membasuh kakimu. Ketika kakimu dibasuh, biarpun itu sulit rasanya, katakana dalam hatimu, “Aku memaafkanmu, Aku mengampunimu!”

Doa Pembukaan :

Allah Bapa Maha Pengasih dan Penyayang, petang hari ini kami ingin mengenangkan saat Engkau merayakan perjamuanMu dengan para muridMu. Kami mengenangkan saat Engkau merendahkan diriMu untuk memasuh kaki para sahabatMu. Semoga kami mensyukuri rahmat panggilan dan karunia cintakasih kepada gerejaMu dalam perayaan ini, yang kami rayakan juga sebagai kesempatan mengampuni mereka semua yang bersalah kepada kami. Tuhan, jika Engkau memanggil kami menjadi Sahabat-SahabatMu, maka ajarilah kami untuk mencintai semua yang kami jumpai di jalan panggilan ini sebagai sahabat- sahabat kami. Karena Yesus Kristus, Tuhan dan Pengantara kami.

Bacaan :

Bacaan I : Yes. 52:13-53:12
Bacaan Injil : Yoh 13:1-17

Kotbah

a. Saya akan mulai kotbah ini dengan sebuah ceritera dari dunia anak-anak yang terjadi sebuah desa kecil di Korea.

Suatu pagi yang sunyi di Korea, di suatu desa kecil, ada sebuah bangunan kayu mungil yang atapnya ditutupi oleh seng-seng. Itu adalah rumah yatim piatu di mana banyak anak tinggal akibat orang tua mereka meninggal dalam perang.

Tiba-tiba, kesunyian pagi itu dipecahkan oleh bunyi mortir yang jatuh di atas rumah yatim piatu itu. Atapnya hancur oleh ledakan, dan kepingan-kepingan seng mental ke seluruh ruangan sehingga membuat banyak anak yatim piatu terluka. Ada seorang gadis kecil yang terluka di bagian kaki oleh kepingan seng tersebut, dan kakinya hampir putus. Ia terbaring di atas puing-puing ketika ditemukan, P3K segera dilakukan dan seseorang dikirim dengan segera ke rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan.
Ketika para dokter dan perawat tiba, mereka mulai memeriksa anak-anak yang terluka. Ketika dokter melihat gadis kecil itu, ia menyadari bahwa pertolongan yang paling dibutuhkan oleh gadis itu secepatnya adalah darah. Ia segera melihat arsip yatim piatu untuk mengetahui apakah ada orang yang memiliki golongan darah yang sama. Perawat yang bisa berbicara bahasa Korea mulai memanggil nama-nama anak yang memiliki golongan darah yang sama dengan gadis kecil itu.

Kemudian beberapa menit kemudian, setelah terkumpul anak-anak yang memiliki golongan darah yang sama, dokter berbicara kepada grup itu dan perawat menerjemahkan, "Apakah ada di antara kalian yang bersedia memberikan darahnya utk gadis kecil ini?" Anak-anak tersebut tampak ketakutan, tetapi tidak ada yang berbicara. Sekali lagi dokter itu memohon, "Tolong, apakah ada di antara kalian yang bersedia memberikan darahnya utk teman kalian, karena jika tidak, ia akan meninggal!" Akhirnya, ada seorang bocah laki-laki di belakang mengangkat tangannya dan perawat membaringkannya di ranjang untuk mempersiapkan proses transfusi darah.

Ketika perawat mengangkat lengan bocah untuk membersihkannya, bocah itu mulai gelisah. "Tenang saja," kata perawat itu, "Tidak akan sakit kok." Lalu dokter mulai memasukan jarum, ia mulai menangis. "Apakah sakit?" tanya dokter itu. Tetapi bocah itu malah menangis lebih kencang. "Aku telah menyakiti bocah ini!" kata dokter itu dalam hati dan mencoba untuk meringankan sakit bocah itu dengan menenangkannya, tetapi tidak ada gunanya. Setelah beberapa lama, proses transfusi telah selesai dan dokter itu minta perawat untuk bertanya kepada bocah itu. "Apakah sakit?"
Bocah itu menjawab, "Tidak, tidak sakit." "Lalu kenapa kamu menangis?", tanya dokter itu. "Karena aku sangat takut untuk meninggal" jawab bocah itu. Dokter itu tercengang! "Kenapa kamu berpikir bahwa kamu akan meninggal?" Dengan air mata di pipinya, bocah itu menjawab, "Karena aku kira untuk menyelamatkan gadis itu aku harus menyerahkan seluruh darahku!" Dokter itu tidak bisa berkata apa-apa, kemudian ia bertanya, "Tetapi jika kamu berpikir bahwa kamu akan meninggal, kenapa kamu bersedia untuk memberikan darahmu?" Sambil menangis ia berkata, "Karena ia adalah sahabatku, dan aku mengasihinya!"

b. Kisah ini sarat akan arti dan nilai tentang solidaritas, tentang pengorbanan dan juga terutama tentang persahabatan dan bagaimana seorang anak kecil sudah memiliki paham tentang persahabatan sejati, walaupun tak dimengerti secara sungguh-sungguh.

Mengapa persahabatan menjadi sangat penting? Mengapa kita semua pada akhirnya diharapkan menghidupkan aspek persahabatan itu dalam hidup ini dan apalagi dalam hidup membiara? “Tidak cukup menjadi teman, tetapi haruslah menjadi sahabat”, demikian kata sebuah ungkapan. Dan kelanjutan ungkapan itu dihubungkan dengan hubungan Yudas terhadap Yesus Gurunya. “karena teman bisa berakhir dengan sebuah ciuman pengkianatan seperti Yudas.”

Dan persis itulah yang diwartakan oleh bacaan hari ini. Yesus menyebut para muridNya bukan Cuma sebagai Murid yang mengikuti Dia tetapi sebagai sabahat-sahabat yang bagi mereka Yesus mempersembahkan diriNya sebagai korban. Seorang teman yang tak menjadi sahabat, akan hadir ketika anda berkelimpahan, senang, dipuja dan dilihat sebagai orang ber’punya’, tetapi tak akan datang menyapamu, ketika engkau susah, sedih, rugi, bersalah, dan tak punya apa-apa. Ujian sesungguhnya ialah pada saat anda ditinggalkan, apakah sahabatmu ada di sana untukmu?

Nah, tak cukup berteman, tak cukup menjadi teman sekelas, tak cukup menjadi anggota sekomunitas, confrater atau con-sorella, tak cukup menjadi anak dan bapa atau ibu dan anak, atau suami dan isteri, guru dan murid dan sebagainya, tetapi di atas segalanya seperti hubungan Yesus dan para muridNya, kita harus menjadi sahabat satu bagi yang lain.

Menjadi sahabat adalah pesan bacaan dan perayaan hari ini. Bagi sahabat ada kesediaan untuk membungkuk untuk mencuci kaki, ada kesediaan untuk memberikan maaf dan ampun ketika dia meminta, dan ada kesediaan untuk memberikan nyawa ketika dia memerlukannya. Memberikan nyawa adalah lambang saat di mana anda mesti mengalami mati, menjadi “mayat” yang diratapi, dimandikan, dicucikan dan diusung.

c. Pembasuhan kaki sebentar nanti adalah lambang anda mengalami mati dan menjadi mayat itu. Lihatlah dirimu mayat yang sedang dicuci, dimandikan, dipakaikan pakaian, diukupi dan didoakan. Dan Dia yang mencuci kakimu sebentar adalah pembimbing retretmu, yang menjalankan dua perannya sekaligus :

 Mereka yang paling anda benci selama ini, yang bagi dia tak ada maafmu. Dia membungkuk memohonkan ampunanmu dan sebagai ungkapan permohonannya, dia mencuci kakimu.

 Dan juga adalah sahabatmu sama seperti Kristus yang menyebut diriNya sebagai Sahabat. Dia yang mencuci kakimu adalah Dia yang kini mendoakanmu, memandikanmu, menghantarmu kepada Bapa.
Dengan demikian, kamupun, betapapun sulitnya melakukannya, mesti membasuh kaki orangtuamu, bapa dan mama, om dan tanta, mantan kekasihmu, gurumu, pastormu, sahabatmu, saudara dan saudarimu. Kamupun harus membasuh kaki sahabat-sahabatmu. Amin

Pembasuhan Kaki

Doa Umat :

 Bagi sri paus, para uskup dan para imam : Ya Bapa, curahkanlah rohMu kepada mereka yang memimpin kami dalam gerejaMu, supaya melaksanakan tugas pelayanan mereka dengan bijaksana berkat doa, pengalaman iman mereka. Kami mohon …………………..
 Bagi para pemimpin masyarakat : Ya Bapa kiranya mereka dapat menunaikan tugasnya memimpin masyarakat menuju damai sejahtera yang Kaurencanakan. Kami mohon ………………………..
 Bagi mereka yang menderita : Ya Bapa semoga mereka mendapat perawatan dan perhatian serta pengobatan yang memadai berkat cinta dan perhatian sesamanya. Kami mohon :………
 Bagi kita yang berkumpul di sini : Ya Bapa semoga kenangan akan PuteraMu yang merendahkan diriNya bagi kami dan mengampuni dosa dan salah kami, membantu kami untuk bisa memaafkan mereka yang menyakiti kami, betapapun sulit dan menyakitkan hal itu bagi kami. Kami mohon ....

Doa Persembahan :

Ya Bapa Maha Pengasih, ingatlah akan perjanjianMu dengan kami pada saat kami bersyukur kepadaMu atas Yesus Kristus, Putera kesayanganMu yang telah mengorbankan diriNya bagi kami. Bersama roti dan anggur yang kami persembahkan ini, kami mohon kiranya Engkau membantu kami untuk selalu berterimakasih kepadaMu atas semua mereka yang membentuk hidup kami hingga saat ini betapapun kecilnya artinya bagi kami. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

Doa Penutup :

Ya Allah dan bapa kami, ingatlah akan dunia tempat kediaman kami ini yang telah Kautetapkan sebagai tempat kediamanMu sendiri. Dalam ucapan syukur kami atas perjamuan ini, kami mohon semoga Engkau tetap memelihara ikatan cinta kasih kami dengan mereka yang telah berjalan bersama kami dalam perjalanan panggilan ini. Berkatilah mereka dengan kesehatan lahir dan bathin dan berkatilah karya dan tugas mereka, agar bersama-sama kami boleh mengabdi Dikau yang amat mencintai kami. Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami. Amin.

Copyright © 15 September 2006, by Anselm Meo, SVD

BERTOLAKLAH LEBIH DALAM (10)

“Salib dan Keselamatan serta Tanggapan Kita”


Doa Pembukaan :

Lagu : Lihatlah Salib Terpancang dari Album BENTARA SABDA, 2003

Bacaan :
Markus 8, 31 – 38 : Pemberitaan tentang penderitaan Yesus dan syarat-syarat mengikuti Dia

Renungan

Tema dan Kenyataan Keseharian Kita

Kita pasti tak akan kaget kalau menemukan kenyataan bahwa pewartaan Kristen tentang Allah yang adalah Kasih itu juga menyertakan SALIB dan penderitaan sebagai salah satu sendinya. Keselamatan yang dijanjikan Allah kepada semua yang percaya juga mengandung SALIB yang sukar dimengerti, sukar diterima dan bahkan menjadi tanda pertentangan.

Mengapa mesti ada SALIB ? Mengapa ada yang namanya penderitaan, dalam hidup orang Kristen dan khususnya dalam hidup orang yang dipanggil secara khusus. Memang sering tak bisa diterima, tetapi itulah bagian integral keselamatan yang kita cari. Dan persis itulah yang menjadi penegasan dalam hidup Yesus, bahwa jalan kemuridan Yesus tak lain merupakan JALAN SALIB. Mengapa ? Karena rencana Tuhan memang harus sepenuhnya terlaksana, harus sepenuhnya ditepati.

Jalan Murid Yesus adalah Jalan Salib dan Keselamatan yang Dihasilkannya
Implikasi dari pengakuan iman Petrus dan penerimaan akan Salib : Yesus sejak awal mengingatkan Petrus bahwa Mesias yang dimaklumkannya bukanlah raja yang dipenuhi oleh kemuliaan, tetapi seorang Putera Manusia yang menderita.

Yesus akan menderita, tetapi bukan karena Allah marah, Allah menghukum Yesus tetapi karena keganasan para musuh Yesus, yang terkadang adalah sahabat-sahabatNya sendiri.
Dan di sinilah kesetiaan Yesus kepada intensi dan misi BapaNya dibuktikan. Dia harus selesaikan misi ini kendatipun untuk itu, Dia harus menyerahkan hidupNya sendiri. Itulah sebabnya Yesus mengingatkan Petrus, sang setan itu dan mengatakan, “Petrus, ingat, saya minta engkau untuk ikut saya, maka, beradalah di belakangKu.”

 Mengapa Petrus ditegur? Petrus mau menghindar. Karena ia tahu pasti kalau Yesus lewat jalan itu, maka dia yang ikuti Yesus mesti juga lewati jalan yang sama. Demikianpun yang lainnya. Makanya Yesus berkata, “Jika ada yang mau jadi muridKu, biarlah mereka menyangkal diri dan mengikuti Aku.(8,34). Jadi menjadi murid Yesus sama artinya dengan ambil salib sendiri dan pikul. Dan salib yang dimaksudkan di sini adalah sikap menghindar dari tantangan Injil.

 Kisah kedua tentang Doa seorang Sahabat :

Sebuah kapal karam di tengah laut karena terjangan badai dan ombak hebat. Hanya dua orang lelaki yang bisa menyelamatkan diri dan berenang ke sebuah pulau kecil yang gersang. Dua orang yang selamat itu tak tahu apa yang harus dilakukan. Namun, mereka berdua yakin bahwa tidak ada yang dapat dilakukan kecuali berdoa.
Untuk mengetahui doa siapakah yang paling dikabulkan, mereka sepakat untuk membagi pulau kecil itu menjadi dua wilayah. Dan mereka tinggal sendiri-sendiri berseberangan di sisi-sisi pulau tersebut.

Doa pertama mereka panjatkan, mereka memohon agar diturunkan makanan. Esok harinya, lelaki ke satu melihat sebuah pohon penuh dengan buah-buahan tumbuh di sisi tempat tinggalnya. Sedangkan di daerah tempat tinggal lelaki yang lainnya tetap kosong.
Seminggu kemudian, lelaki yang ke satu merasa kesepian dan memutuskan untuk berdoa agar diberikan seorang istri. Keesokan harinya, ada kapal yang karam dan satu-satunya penumpang yang selamat adalah seorang wanita yang berenang dan terdampar di sisi tempat lelaki ke satu itu tinggal. Sedangkan di sisi tempat tinggal lelaki ke dua tetap saja tidak ada apa-apanya.

Segera saja, lelaki ke satu ini berdoa memohon rumah, pakaian, dan makanan. Keesokan harinya,seperti keajaiban saja, semua yang diminta hadir untuknya. Sedangkan lelaki yang kedua tetap saja tidak mendapatkan apa-apa. Akhirnya, lelaki ke satu ini berdoa meminta kapal agar ia dan istrinya dapat meninggalkan pulau itu. Pagi harinya mereka menemukan sebuah kapal tertambat di sisi pantainya. Segera saja lelaki ke satu dan istrinya naik ke atas kapal dan siap-siap untuk berlayar meninggalkan pulau itu. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan lelaki ke dua yang tinggal di sisi lain pulau. Menurutnya, memang lelaki kedua itu tidak pantas menerima berkah tersebut karena doa-doanya tak pernah terkabulkan.

Begitu kapal siap berangkat, lelaki ke satu ini mendengar suara dari langit menggema, "Hai, mengapa engkau meninggalkan rekanmu yang ada di sisi lain pulau ini?" "Berkahku hanyalah milikku sendiri, karena hanya doakulah yang dikabulkan," jawab lelaki ke satu ini. "Doa lelaki temanku itu tak satupun dikabulkan. Maka,ia tak pantas mendapatkan apa-apa." "Kau salah!" suara itu membentak Membahana. "Tahukah kau bahwa rekanmu itu hanya memiliki satu doa. Dan, semua doanya terkabulkan. Bila tidak, maka kau takkan mendapatkan apa-apa."
"Katakan padaku," tanya lelaki ke satu itu. "Doa macam apa yang ia panjatkan sehingga aku harus merasa berhutang atas semua ini padanya?" "Ia berdoa agar semua doamu dikabulkan!"

Kesombongan macam apakah yang membuat kita merasa lebih baik dari yang lain? Sadarilah betapa banyak orang yang telah mengorbankan segala sesuatu demi keberhasilan kita. Tak selayaknya kita mengabaikan peran orang lain, dan janganlah menilai seseorang/sesuatu hanya dari "yang terlihat" saja. Maka salib kedua yang kita harus pikul adalah kesediaan untuk menanggalkan kesombongan dan Godaan untuk menjadi orang penting dalam kerajaan Allah (bdk juga, Mrk 9 : 37), menganggap komunitasnya sebagai kelompok lebih penting dari yang lain.

 Salib ketiga adalah melepaskan keterikatan terhadap kekayaan : Saya teringat satu kisah dari pengalaman saya sendiri, setelah menyelesaikan studi di Roma tahun 1999. Saya dihadiahkan sebuah tustel (alat foto) yang sangat canggih saat itu, dengan harga yang tak bisa dibilang murah untuk ukuran Indonesia.
Saya membuat banyak foto dokumentasi dengan alat itu, dan karena agak rumit pengoperasiannya, saya tak pernah memberikan kepada orang lain bagaimana menggunakannya. “Cukup saya yang menggunakannya”, karena tokh bisa otomatis pengambilan gambar-gambarnya.

Tapi suatu ketika seorang pegawai saya mau mengambil foto saya ketika sementara memberikan ceramah dalam sebuah pertemuan penting di keuskupan. Entah kenapa, dia tak berhasil mengambilnya dan lebih payah lagi alat itu langsung rusak dan tak bisa digunakan sama sekali. Saya memang berhasil mengeluarkan rol film yang dipakai saat itu tetapi setelah pertemuan itu, saya tak pernah bisa mengambil foto lagi dengan alat itu.

Saya marah, marah sekali. Tetapi ketika menyadarinya, saya berkata kepada diri sendiri, “Ah, betapapun canggihnya alat ini, dia tetap alat yang punya keterbatasan dan tak abadi. Dapat juga rusak. Kalau saya bergembira di saat saya menerimanya sebagai hadiah, kenapa saya mesti menghukum saudaraku ini dengan memarahinya, memintanya ganti rugi, sementara dia tak tahu betapa bernilainya alat ini bagiku? Saya mesti bisa memaafkannya dan melupakan barang ini.” Dan setelah menyatakan maaf itu, saya menjadi amat bebas, tak pernah pikir lagi akan barang berharga itu.
Saya berjuang mengatasi keterlekatan diri dan hidupku, kebergantunganku kepada barang, betapapun dia bernilai untukku saat itu. Dan dari peristiwa itu saya memahami, bahwa saya yang adalah seorang religius mesti memiliki keberanian untuk mengatakan, “Barang dan uang betapapun pentingnya bagi hidup dan karyaku, tak boleh membuatku terbelenggu.” Dan Yesus dalam Injil bilang, “Apa gunanya memperoleh seluruh dunia ini tetapi engkau kehilangan nyawamu?” Hidup membiara meminta kita untuk melepaskan keterikatan dari barang-barang dan uang di dunia ini tetapi melihatnya sebagai alat untuk membantu sesama. Itulah salib ketiga yang mesti kita pikul.

Jadi inilah bentuk-bentuk salib yang akan selalu kita temui baik dalam kehidupan setiap hari mapun terutama dalam kehidupan membiara. Bagi orang terpanggil salib adalah tantangan, dan seharusnya bukan terutama sebagai beban. Karena dalam keyakinan Kristen kita percaya bahwa dari Salib Kristuslah mengalir rahmat penebusan dan keselamatan kita. Maka menanggung Salib dan menerimanya dengan gembira adalah salah satu jalan kemuridan Yesus, dan dalam pemahaman yang demikian kita juga boleh yakin bahwa ada keselamatan yang dibawanya, ketika orang berhasil menanggungnya.

Yesus Menyertai Misi para MuridNya :

Penginjil Markus sebetulnya memperkenalkan Injilnya ini dengan lukisan “Berjalan dari Galilea menuju Yerusalem, dan kemudian dari Yerusalem menuju Galilea.” Bagian pertama adalah jalan salib, Dari Galilea ke Yerusalem sedangkan bagian kedua adalah jalan kebangkitan di mana Yesus berjanji menyertai para muridNya. “ Ia mendahului kamu ke Galilea dan di sana kamu akan melihat Dia”(Mrk 16, 7).

Pesan ini menegaskan juga kepada kita bahwa sesudah salib selalu ada kebangkitan dan penyertaan Tuhan. Kenangan akan hal ini harus dimiliki oleh mereka yang mengikuti Dia, bahwa Yesus adalah Dia yang menyertai kita di manapun medan karya kita. Galilea adalah lambang medan karya itu. Di sanalah Yesus memulai karyaNya di depan umum dan sesudah kebangkitanNya dia mengutus murid-murdiNya untuk mulai berkarya di sana.
Maka rasanya tak berlebihan mengatakan, bahwa di manapun karya kita, kita mesti yakin bahwa Tuhan mendahului kita. Kita Murid yang ikut Dia, maka sumber karya kita semestinya adalah Dia. Kalau begitu, berkarya dalam hidup religius, bukan terutama mulai dengan mencemaskan jaminan, tetapi apakah kita setia pada undanganNya, “Aku mendahului kamu ke Galilea”. Kita mesti berkarya di sana, karena Dia sudah mendahului kita berkarya di sana.

Copyright © 15 September 2006, by Anselm Meo, SVD

BERTOLAKLAH LEBIH DALAM (9)

“Mencintai Yesus secara Radikal dalam Penghayatan Kaul”


Doa atau Lagu Pembukaan :

Doa kepada Roh Kudus

Bacaan :
Mat 14 : 22 – 33 : Petrus dalam kisah Yesus berjalan di atas air

Renungan :

Bagaimana kita melihat Kaul dalam Hidup membiara ?
Bila kita bertanya bagaimana kita bisa menjelaskan adanya kaul dalam hidup membiara, barangkali kita bisa memberikan beberapa jawaban singkat di bawah ini.

(i). Hidup berkaul sebagai Sarana pengungkapan identitas diri :

Salah satu aspek penting dalam pilihan hidup membiara adalah panggilan untuk hidup berkaul yang dilihat juga sebagai bentuk pengungkapan jati diri kita sebagai orang biara, entah frater, bruder, suster maupun pastor. Kaul-kaul karenanya adalah sarana pengungkapan identitas diri yang sejati. Hidup berkaul karenanya perlu menadi bentuk penjelmaan pribadi kita, sehingga kaul-kaul tidak dilihat sebagai beban, sebagai sekedar norma atau peraturan atau hukum tarekat yang memberatkan, tetapi menjadi sumber kekuatan dan kebahagiaan.

Hari ini dalam tema besar Mencintai Yesus secara radikal, secara sengaja saya membawa anda kepada penjelasan tentang Hidup Berkaul yang adalah satu bentuk atau cara mencinta yang boleh dibilang sangat radikal. Penting sekali saya tekankan di sini bahwa kita berkaul bukan karena kita tak bisa kawin, tak boleh menjadi kaya dan harus tunduk dan patuh kepada orang lain, tetapi HIDUP BERKAUL adalah PANGGILAN UNTUK MENCINTAI. Dan yang menjadi sebab kita memilih cara hidup seperti ini ialah KARENA YESUS. Yesuslah yang berinisiatip memanggil kita melalui hidup membiara.


Kalau saya kita pernah cerasa heran dan bertanya bagaimana seorang pemuda A bisa jatuh cinta dengan si dara B, lalu menikah dan berkeluarga, beranak cucu, apalagi cara Tuhan memanggil si A atau si B dan yang membuat mereka meninggalkan semuanya, mengikrarkan kaul-kaul. Itulah misteri cinta antara Allah dan manusia dan sebaliknya.

(ii). Unsur institusional dan unsur personal tak bisa dipisahkan dalam hidup berkaul :

Kita menghayati kaul didasarkan norma yang ditetapkan oleh institusi atau kongregasi tertentu. Makanya ada biara SVD, SSpS, Carmelitan, Fransiskan dan Fransiskan Sacro Cuori, dll. Dalam praktek dan sejarah hidup biara ada institusi yang terlalu mendewakan aspek lembaga seperti ini, sampai akhirnya para anggotanya kehilangan kebebasannya dan melihat kaul sebatas sebagai Norma yang harus diikuti. Akibatnya, orang mulai rasa tak nyaman, tak cerasa at home tinggal di biara dan mulai longgar dalam penghayatan kaul dan pelan-pelan cari obyek lain hingga bahkan meninggalkan tarekat mereka.


Kaul juga dihayati secara personal berdasarkan pengalaman pribadi akan Allah yang sangat intim dan mesra, yang diungkapkan dalam hidup doa yang berkanjang serta korban tanpa pamrih. Nah bila ini terjadi, norma yang dibuat lembaga tak lagi dilihat sebagai beban tetapi sebagai sarana ampuh untuk menjadi lebih dekat dengan Tuhan.

(iii). Kaul sebagai Bentuk Pengungkapan Pengalaman Panggilan Pribadi :

Ketika saya meminta anda merefleksikan tentang bagaimana perasaan anda selama masa novisiat, tentu anda tiba juga pada kesadaran bahwa dalam sejarah panggilan hidupmu ada kesan kesan yang kuat, perasaan yang berkobar-kobar dan tak terlupakan, yang melahirkan komitmen dalam dirimu untuk memilih cara hidup berkaul dalam hidup membiara. Dan kesan-kesan seperti inilah yang membentuk identitas rohani kita.


Injil yang kita baca di atas, mengisyaratkan bahwa tak jarang, kita memilih hidup berkaul karena mau ikut orang, mau tiru orang lain yang lebih dulu, atau mau hidup semata-mata untuk memberikan kesan hebat kepada orang lain.

Petrus terkenal dalam hal ini. Ia dipuja oleh teman-temannya, walaupun terkadang ia buat tanpa piker, lalu teman-temannya bilang ia suka cari muka. Makanya ketika lihat Yesus sang guru jalan di atas air, dia juga mau. Tapi ketika Yesus minta dia jalan di atas air, dia mulai bimbang, goncang imannya oleh pengaruh angina dan taufan duniawi dan mulai tenggelam. Saat itulah ia berteriak, “Tuhan tolonglah aku.” Dan bagaimana jawaban Yesus, “Hai Petrus, betapa dangkalnya imanmu…”

Karena itu, kita mesti tunjukkan dirimu yang asli dalam menanggapi apa artinya BERKAUL baik dari sisi institusi maupun secara personal berdasarkan kehendak bebasmu sendiri. Jangan sampai kita bilang, “Hei … apakah kita mau berkaul atau tidak?”


Karena pada akhirnya pribadilah yang bertanggung jawab atas pilihannya. Makanya penghayatan hidup berkaul harus mengalir dari pengalaman pribadi yang unik dengan Allah. Pengalaman inilah yang memberikan kepadamu identitas rohani. Dan dari sanalah terlahir nilai rohani yang terpancar keluar, seperti belas kasihan, kebebasan, persahabatan, pasrah, pengampunan, kejujuran, dll.

Makna Kaul secara umum :

Secara umum, kita bisa memahami kaul-kaul yang diucapkan oleh orang biara sebagai berikut :

(i). Kemurnian :

Cinta yang sifatnya inklusif dan merangkul semua orang, dan karenanya tahu batas. Konsekwensinya di sini ialah tak ada cinta eksklusif – cinta yang dipilih karena anda suka.

(ii). Kemiskinan :

Orang mengandalkan penyelenggaraan Allah dalam hidupnya. Dia mempercayakan hidupnya kepada Allah sebagai satu satunya sumber kasih dalam hidupnya. Dan konsekwensinya ialah orang tak mengandalkan harta, pangkat karena sadar bahwa itu semua palsu dan semu.

(iii). Ketaatan :

Orang mengutamakan kehendak Allah. Dan sebagai konskewensinya, orang melepaskan egoismenya, napsu pribadinya akan segala kemapanan, akan segala kesenangan.
Dan dasar semua kaul ini ialah CINTA YANG MURNI kepada Tuhan dan kepada sesama.

YESUS – MODEL PENGHAYATAN KAUL KEBIARAAN :

Mau ditonjolkan di sini bahwa Yesuslah yang menjadi contoh dan idola kaum religius dalam penghayatan kaul-kaul mereka.

 SELIBAT – KEMURNIAN :

Yesus dipenuhi pengalaman akan ABBAnya dan Dia hayati hidup murni untuk melaksanakan kehendak BapaNya. Hal ini menentukan caranya berelasi dengan semua yang lain.
Kaul ini meminta kita untuk mencintai secara inklusif – mencintai semua arah. Tapi karena kita manusia yang terbatas – perlu buat PRIORITAS. Maka butuh refleksi, jujur, tahu diri, tahu status, tahu sesama dan tidak terjerat dalam situasi bahaya. Perlu peka. Dan mencintai orang bukan sebagai obyek pelampiasan napsu belaka.


Tantangan dalam kaul ini ialah : kita terlalu intim dengan orang tertentu dan khusus saja.

Kaul ini juga meminta kita mempersilahkan orang lain masuk ke dalam hidup kita dan membiarkan mereka pergi meninggalkan kita (tidak terikat – melekat). Harus berani melepaskan pergi, walaupun menyakitkan.

Kaul ini meminta kita juga mencintai mereka yang paling membutuhkan, terluka, sakit hati, stress, diolok dan dikucilkan. Kita dipinta Yesus untuk membawa damai dan pembebasan bagi mereka.

Dan pada akhirnya kaul ini meminta kita untuk melihat KOMUNITAS sebagai sekolah untuk belajar bagaimana kita menjalin cinta yang akrab dengan sesama. Maka persahabatan dan Komunitas menjadi hadiah.

 KEMISKINAN :

Dasar kaul ini adalah Cinta pada Tuhan. Harta kekayaan Yesus adalah BapaNya yang mencintaiNya dan memberikan Dia identitas diri yang jelas. Dia Putra yang dikasihi BapaNya.

Bagi Yesus kemiskinan adalah hidup sepantasnya dan seadanya. Maka untuk kita kaul ini adalah satu sarana untuk melepaskan kelekatan duniawi, siap sedia melayani, sederhana, syukur dan keamanan dalam Tuhan.

 KETAATAN

Dasar kaul ini ialah pilihan untuk mencintai Yesus dan mengikuti kehendak BapaNya. Makanya ketaatan kaum religius menuntut juga pengingkaran diri, pelayanan tanpa pamrih supaya bisa wujudkan tujuan bersama.

Jadi ketaatan bukan sama dengan minta ijin tetapi keterlibatan, kesetiaan yang juga bersikap kritis. Dia berciri : membangun tanggung jawab bersama, pribadi dewasa, dengarkan sesame, dialog, menghargai pribadi orang lain dan saling melengkapi.


Ketaatan menuntut baik pimpinan maupun anggota tarekat untuk memilih mana yang terbaik menurut Nasihat Injil bagi dunia dan sesama. Dan karena itu, orang perlu mendengarkan roh, membuat discerment, mendengarkan pimpinan dan mendengarkan Roh yang picara dalam diri anggota sederhana dan bahkan orang miskin.


Copyright © 15 September 2006, by Anselm Meo, SVD

BERTOLAKLAH LEBIH DALAM (8)

“Mensyukuri Allah yang Sangat Mencintai Kita”

Pengantar :

Allah mencintai kita dan kita hidup karena cinta kasih Allah. Itulah kesadaran mendasar yang telah membingkai permenungan dan perjalanan rohani kita sepanjang hari ini. Dan karena itu, soreh hari ini, kita hendak memahkotai permenungan kita dengan tema syukur, “Mensyukuri Allah yang sangat mencintai kita” dalam perayaan Ekaristi.
Mengapa kita bersyukur? Kata orang, hidup yang disyukuri menjadikan hidup itu dipenuhi berkat. Sebuah lagu dengan motif Flores yang didengungkan selalu di akhir misa, berbunyi begini :
Ucapkan syukur senantiasa, Ucapkan syukur senantiasa. Sebab Allah mengasihi kita.

Doa Pembukaan

Allah Bapa kami yang kekal dan kuasa, jadikanlah kami pendengar SabdaMu dan tanamkanlah dalam hati kami cinta kasih akan NamaMu, dan pupuklah segala yang baik yang tumbuh dalam diri kami. Berikanlah kami kekuatan, agar dapat melaksanakan kehendakMu dan mengabdi kepadaMu dalam kebenaran. Demi Kristus Tuhan kami. Amin

Bacaan :
Ef 3 :14-21 : Betapa dalam kasih Allah kepada kita
Mat 11:25-30 : Datanglah kepadaKu kamu semua yang letih lesu dan berbeban berat


Renungan/Homili :

Syukur dan Terimakasih adalah Ungkapan Dasariah Manusia

Berhadapan dengan orang yang mengasihi kita, orang bisa merasa itu biasa saja, karena memang kewajiban mereka untuk melakukannya, bisa juga orang merasakan sangat luar biasa, apalagi berhadapan dengan kenyataan bahwa orang yang membuatnya, melakukannya tanpa pamrih. Dua perasaan ini pada umumnya diungkapkan dengan sebuah kenangan, dan dalam kenangan itu selalu dituliskan, dan dikatakan ucapan terimakasih dan syukur. Manusia yang merasakan bahwa ia dikasihi pada umumnya akan selalu bersyukur dan berterimakasih kepada orang yang mengasihinya.

Kita temukan dalam kehidupan kita adanya banyak contoh dan bukti tentang hal itu. Saya teringat akan kartu yang saya terima di Castellamare, sehabis masa liburan saya di sana, dengan tulisan dengan berbagai cara menulis. Di atas kartu itu tertulis kata-kata ini, “Carissimo Anselmo, Infinito GRAZIE al Signore, perchè tu sei un dono precioso per noi per tutta la Chiesa. Wish you all the best. Selamat bekerja. Ditandatangani oleh satu daftar nama, yang hampir semuanya kukenal”

Orang akan selalu mengucapkan terimakasih dan syukur atas kebaikan, atas rahmat dan atas pengalaman bagaimana mereka dicintai, diperhatikan, dibantu dalam hidup. Dan kita soreh hari ini mau mensyukuri Tuhan yang dengan caraNya yang tak kita duga, telah menggunakan berbagai orang, kesempatan, sarana dan apa saja untuk menyatakan cinta itu kepada kita. Allah yang sangat mencintai kita itulah yang kita alamatkan syukur dan terimakasih kita soreh hari ini.

Dan mengapa syukur itu kita nyatakan dalam Ekaristi ? Santa Theresia dari Kanak Kanak Yesus yang dikenal juga sebagai Pelindung Misi dan tentu saja Pelindung serikat-serikat Misi pernah meninggalkan tulisannya, “Aku selalu mengucapkan syukur kepada Tuhan dalam berbagai cara. Dan salah satu cara yang paling istimewa adalah melalui Ekaristi. Karena itu saya akan selalu berusaha melewatkan hari-hari hidupku dengan membukanya dengan Ekaristi”.

Itulah keyakinan seorang Theresia kecil yang tak pernah melewatkan hari-hari hidupnya di tanah misi, tetapi doa-doanya, korban-korbannya untuk misi menjadikan Gereja menghormatinya sebagai seorang pelindung misi. Theresia mengajak kita untuk tidak melewatkan hari-hari hidup kita dengan mengucap syukur kepada Tuhan dalam Ekaristi, karena Ekaristi adalah ucapan syukur Yesus kepada Bapa sekaligus korbanNya tak terhingga kepada Allah untuk semua mereka yang dikasihiNya.
Kasih Allah kepada Kita tak terselami dan karenanya Yesus selalu mengajak kita untuk datang kepadaNya.

Kenyataan bahwa Ekaristi itu adalah puncak hidup gereja sebetulnya berangkat dari keyakinan bahwa dalam Ekaristi Yesus menyampaikan syukur, mempersembahkan korban kepada Allah untuk semua yang dikasihNya.

Hal ini pula yang disampaikan Paulus dalam suratnya kepada orang Efesus. Paulus berdoa dalam sujud mendalam dan khusuk kepada Allah untuk umatnya di Efesus, supaya mereka bertumbuh dalam iman akan Yesus Kristus dan karena iman itu mereka dipenuhi oleh kepenuhan Allah. Kasih Allah kepada umatNya memang tak terpahami, “Aku berdoa supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan.” (Ef 3, 18-19a).

Kita memang mesti menyatakan syukur kita dalam doa dan ucapan syukur serta sujud kepada Allah, “karena Dia dalam kasihNya mampu melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dalam kuasa yang kini tengah bekerja di dalam kita” (ayat 20). Saya pikir, benar sekali kalau orang bilang, betapa ruginya kita kalau tak berdoa dan bersyukur kepada Tuhan jika Tuhan sungguh ada. Keyakinan seperti inilah yang mendorongku untuk memilih motto imamatku, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu Aku mengasihiMu.” Motto ini adalah sebuah keyakinan, sebuah doa penuh iman, bahwa jauh melampaui isi hatiku, Tuhan mengenal apa yang paling perlu untukku dan untuk pelayananku di tanganNya, dan Ialah yang terlebih dahulu mengasihiku, maka aku tak bisa tidak harus menanggapi kasihNya dengan mengasihi semua dalam hidupku.

Lalu Yesus dalam Injil tadi mengajak kita kembali kepada sikap syukur itu. “Aku bersyukur kepadaMu Bapa, Tuhan langit dan bumi”. Yesus adalah orang yang selalu mengucap syukur kepada Bapanya atas segala sesuatu yang Dia terima dan yang orang-orangnya terima. Makanya doa-doa Ekaristi, selalu dinampakan aspek syukur itu. Dan Yesus di perikop Injil yang sama tadi mengajak, “Marilah kepadaku, kamu semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.”
Datang kepada Yesus dalam segala situasi hidupmu dan menerima kuk yang dipasangNya “Hukum Cintakasih”

Jika hari ini kita diajak merenungkan secara mendalam tentang kasih Allah kepada kita, di jalan panggilan kita ini, sebenarnya sebuah kesempatan untuk terus mengatakan kepada diri sendiri, bahwa jika kita mengalami cinta dari semua yang mencintai kita, maka sumbernya tak lain adalah Allah sendiri. Allahlah yang mengasihi kita, maka kita mesti selalu bersyukur kepadaNya.

Ajakan Yesus dalam Injil mengingatkan kita sekali lagi bahwa kapanpun dan dalam situasi apapun, datanglah kepada Yesus. Kenakanlah kuk yang dipasangnya kepadamu, karena ringanlah kuk itu. Bila kuk itu dimengerti sebagai pelaksanaan hukum keagamaan, maka kuk yang Yesus kenakan kepada kita, memang ringan tetapi menantang. Dan kuk itu tak lain adalah hukum cintakasihNya.

Saya teringat kebiasaan yang sampai sekarang saya lakukan. Dalam doaku saya tak menggunakan intensi, saya mohon kepadaMu ya Allah, tetapi selalu SAYA BERTERIMAKASIH KEPADAMU karena Engkau memberikan aku .................. (yang tak lain adalah intensi dan permohonan saya.) Saya tulis itu dalam bagian belakang kartu tahbisan saya. Itulah sebuah penemuan sederhana setelah 3 bulan saya menjadi diakon, dan kemudian 12 tahun kemudian saya temukan email yang dikirim selalu kepada saya tentang 7 Doa yang sangat berdaya dan diberi nama DOA 30 DETIK, yang saya bingkaikan di sebuah pigura yang bagus dan saya tempelkan di dinding kamar saya sampai sekarang.
7 doa itu berbunyi begini :

Ya Tuhanku dan Allahku
 Aku sungguh mencintaiMu dengan segenap hatiku, dan dengan seluruh jiwa dan ragaku.
 Aku berterimakasih kepadaMu, untuk segala sesuatu yang telah Kau lakukan dan yang Kau anugerahkan kepadaku setiap hari;
 Engkau ada di dalam aku ya Tuhan, Engkau memberikan aku kekuatan, keberanian, kesehatan dan kedamaian di dalam diriku;
 Maka Berkatilah aku ya Tuhan dengan ..., semua yang aku inginkan, supaya aku dapat melakukan hal-hal yang baik bagi orang lain dengan berkat yang telah Kau berikan ini.
 Di manapun aku berada, aku menjumpaiMu, ya Tuhanku; aku menjumpaiMu di dalam alam ciptaanMu, dan aku menjumpaiMu di dalam keluarga, komunitas dan para sahabatku; karena Aku senantiasa mencari yang Baik dan benar yakni Engkau sendiri dalam diri setiap orang yang kujumpai;
 Karena itu Tuhan, Berkatilah …. Karena Aku mencintainya (mereka), di manapun dia (mereka) berada.
 Bantulah aku ya Tuhan untuk menolongMu, dan gunakanlah aku sebagai alat untuk menolong mereka yang membutuhkan pertolonganMu.

Doa yang sederhana, mudah diingat dan saya sukai karena doa itu bernada positip, mempengaruhi saya menadi orang positip dan mengingatkan saya akan siapa saya, akan siapa mereka yang kucintai dan apa yang saya buat dalam hidup sebagai alat di tangan Tuhan.
Tuhan, Engkau sangat mencintai kami. Kami bersyukur kepadaMu akan kesadaran ini dan ajarilah kami untuk mendoakan syukur itu dalam Ekaristi PuteraMu. Amin

Doa Umat :

 Bagi para pemimpin gereja : Ya Tuhan gembala agung kami, teguhkanlah para pemimpin gerejaMu, agar dengan penuh cintakasih dan setia mendampingi umatMu yang Engkau percayakan kepada mereka. Kami mohon ......................................
 Bagi para pemimpin Bangsa : Ya Tuhan Allah yang kuasa, nyalakanlah api cintaMu dalam setiap hati para pemimpin bangsa, agar dapat memimpin bangsanya dengan adil dan bijaksana. Kami mohon .................
 Bagi Orangtua kami : Ya Tuhan Allah kami, syukur bagiMu atas cinta yang engkau nyatakan lewat orangtua kami, kami mohon berilah berkat dan rahmatMu dalam kehidupan mereka. Kami mohon .............
 Bagi kita semua yang berhimpun di tempat ini : Ya Yesus Sahabat kami, tanamkanlah dan kobarkanlah api cintakasihMu dalam diri kami, agar kami mampu menyelami dan memancarkan sinar kasihMu kepada sesama kami. Kami mohon ..................
 Bagi para arwah : Ya Tuhan pengasih dan Penyayang, berilah ketenangan dan istirahat yang kekal bagi semua arwah yang telah Kaupanggil ke hadiratMu. Kami mohon ........................

Doa Persembahan :

Allah Bapa yang Maharahim, dengan roti dan anggur yang kami persembahkan ini, curahkanlah belaskasihMu secara berlimpah. Perkenankanlah kami yang ikut serta dalam kurban ini menerima dan membagi cintakasihMu kepada sesama. Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami. Amin

Doa Komunio/Penutup

Allah Bapa Maha Penyayang, dalam diri Yesus PuteraMu, telah Kautunjukkan arti keadilan dan cintakasihMu. Kami mohon perkenankanlah kami yang memuliakan Dikau dengan perayaan Ekaristi ini, hidup yang pantas serta selaras dengan InjilMu. Satukanlah arah pandangan kami dengan pandanganMu dalam melayani sesama kami. Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami. Amin

Copyright © 17 September 2006, by Anselm Meo, SVD

BERTOLAKLAH LEBIH DALAM (7)

“Kita Dipanggil dan Ditugaskan Untuk Saling Mengasihi”

Bacaan :
1 Yoh 4 : 7 – 16 : Allah adalah Kasih

Renungan

Siapakah orang Kristen itu? Atau apakah yang menjadi tanda pengenal utama seorang Kristen?

Pertanyaan yang sama ini telah menjadi pertanyaan yang diajukan oleh para pengikut Yesus Kristus sejak awal kekristenan, malah oleh mereka yang melawan orang Kristen dan menganiaya mereka. Bagi orang Kristen usaha menjawab pertanyaan ini bukan terutama untuk membedakan mereka dari yang lainnnya, tetapi untuk mengenal diri secara baik, memberikan jati sendiri, baik bila ditanyakan orang maupun untuk bisa bertumbuh.

Yesus juga berhadapan dengan pertanyaan ini ketika ditanyakan kepada murid-muridNya oleh yang lain. Dalam konfrontasi ini, Yesus pernah bilang “Kamu adalah murid-muridKu kalau kamu saling mengasihi.” Saling mengasihi adalah tanda pengenal orang Kristen.

Dan tanda pengenal ini pulalah yang menjadi tanda pertentangan dan perlawanan bagi mereka yang membenci Yesus dan muridNya. Orang Farisi, ahli Taurat bahkan para murid Yohanes, bertanya “Kenapa para murid Yesus tak berpuasa ketika semua orang berpuasa?” Ataupun Herodes ketika Yesus masih seorang bayi di Betlehem: “Kalau kamu menemukan Dia, pulanglah ke sini, supaya aku dapat pergi menyembah”.

Mengapa Kristus dan pengenalan akan Dia selalu menarik sekaligus menantang orang? Karena inti pewartaan dan ajaranNya tak lain adalah CINTAKASIH. Cinta inilah yang membuat mereka sangggup bertahan dalam derita ketika dianiaya, dicemooh, dibunuh, dst. Allah yang diwartakan oleh hidup orang Kristen adalah KASIH, maka siapa yang mengakui diri mereka Kristen, orangnya Kristus, adalah orang yang menjadikan KASIH sebagai inti hidupnya dan mempraktekan kasih itu dalam hidup mereka.

Kasih Sejati Dalam Doa oleh Thomas A.

Ian mulai mengenal Keiko semenjak awal Keiko kuliah. Meskipun mereka kuliah di universitas yang sama, mereka hampir tidak pernah bertemu. Berbeda fakultas, berbeda angkatan, mereka menjalani jalan masing-masing. Sampai suatu saat, keterlibatan mereka dalam orangisasi keagamaan kampus mempertemukan jalan mereka.

Sejalan dengan berlalunya waktu, Ian mulai mengenal Keiko dan mulai tumbuh perasaan suka dalam hati Ian. Kian lama perasaan itu berkembang menjadi rasa sayang dan kasih. Ian menjadi semakin gundah. Tidak pernah terbesit dalam benaknya bahwa ia bakal jatuh cinta pada Keiko, terutama karena Keiko telah memiliki seorang kekasih dan telah menjadi prinsip Ian bahwa dia tidak mau mengganggu jalinan kasih orang lain.

Siang malam Ian berdoa, memohon petunjuk dari Allah Bapa. Di satu sisi dia berharap agar perasaannya pada Keiko dapat perlahan sirna, namun disisi lain dia sadar bahwa bukan dia yang berhak memutuskan. Seperti layaknya manusia, Ian memohon tanda-tanda dariNya. Namun tanda-tanda yang Ia berikan bahkan memperdalam perasaannya pada Keiko.
Waktu terus berlalu, ingin sekali Ian mengutarakan perasaannya pada Keiko, namun dia tidak mampu. Dia tidak ingin merusak persahabatannya dengan Keiko maupun jalinan kasih yang Keiko arungi. Dalam pergulatan hatinya, Ian mulai menyadari bahwa kasihnya pada Keiko adalah kasih sejati yang telah ia cari selama ini. Terkadang Ian merasa marah padaNya. Mengapa hal yang telah dia cari-cari selama ini tidak dapat dia usahakan untuk diraih.

Waktu terus berlalu. Berulang kali hati Ian bergejolak, ingin rasanya dia bertemu Keiko dan menumpahkan segala perasaannya. Namun tiap kali, selalu ada bisikan lembut dihatinya untuk menyerahkan segalanya pada Yang Kuasa. Ian tidak pernah berhenti berdoa. Berdoa agar Yesus selalu menyertai dan melindungi Keiko. Ian terkadang heran dan sedih, mengapa hal yang seharusnya indah ternyata malah membuat hatinya tersayat. Dari situ Ian menyadari, apa arti cinta sejati. Waktu terus berlalu, Keiko lulus sarjana dengan sangat gemilang. Ian sadar bahwa inilah saat yang paling ditakutinya, bahwa dia mungkin tidak akan pernah berjumpa dengan Keiko lagi. Ian sadar, bahwa kalau memang itu kehendakNya ia harus dapat menerima dengan lapang dada. Ian sangat berterimakasih pada Yesus karena setidaknya dia diberi kesempatan untuk mengetahui siapa cinta sejatinya, karena banyak orang yang tidak mengenal kasih sejati hingga akhir hayat mereka.

Meskipun Ian tidak dapat terbuka pada Keiko, dia tetap ingin sedikit melepaskan perasaannya. Sehari sebelum wisuda Keiko, Ian berkata pada Keiko, “Kekasihmu adalah orang yang paling beruntung di bumi ini”. Ian tahu bahwa Keiko mungkin tidak akan pernah tahu perasaannya pada Keiko, namun yang terpenting adalah ketulusan hatinya. Dalam setiap lantunan doa Ian, tidak pernah lepas permohonan berkat dan lindungan untuk Keiko serta orang2 yang Keiko kasihi. Ian sadar Kasih sejati tidak sebatas berbagi hidup. Kasih sejati melampaui batas waktu dan ruang. Kasih sejati tertuang dalam doa yang tulus dan tidak egois. Dalam relung hati Ian yang terdalam, masih terpendam bara harapan untuk menempuh hidup dengan Keiko. Hanya iman Ian pada Kristus yang terus mempertahankan bara itu sekaligus memberikan kesejukan.
“True love and prayer are learned in the moment when prayer has become impossible and the heart has turned to stone” - Thomas Merton

Kita dipanggil dan diutus untuk Mewartakan Kasih :

 Kasih : tanda pengenal bahwa kita lahir dari Allah dan Mengenal Allah
Mengenal Yesus Kristus menjadikan kita orang baru, manusia baru, makhluk baru. Kita ungkapkan kebaruan kita dengan menerimakan baptisan, sakramen yang memasukan kita kepada keluarga Allah, lahir dari Allah dan tanda pengenalan akan Allah. Mungkin bagi kita baptisan kita diterima secara mudah, karena kenyataan bahwa orangtua kita memang sudah mengenal Yesus Kristus. Tapi bagi orang lain hal itu memang bukanlah hal mudah, bahkan menjadi sebuah tantangan yang masih terasa terus hingga saat ini.
Makanya kemarin kamu mengatakan, “betapapun sulitnya kenangan akan hal-hal yang menantang kami, kami bahagia karena boleh memiliki pengalaman itu dan boleh memiliki berbagai nama itu.”
Kasih tak berarti tanpa menderita. Kasih sejati melahirkan juga penderitaan, tahan perasaan, dstnya.

 Mengakui Yesus sebagai Putera Tunggal Allah Mengharuskan Kita Hidup dalam Kasih itu :
Pengakuan akan Yesus Kristus Putera Allah memiliki konsekwensinya sendiri. Thomas Merton pernah bilang, “Cinta sejati dan doa hanya bisa kita pelajari dalam saat atau situasi dimana mendoakan orang yang dicintai itu terasa sangat tak mungkin, dan dalam keadaan ketika hatimu terasa seperti batu.”
Berseru kepada Yesus dalam doa, seharusnya mendorong kita melihat bahwa Dia datang untuk menebus dosa-dosa kita. Makanya adalah meringankan dosa kita, membuka rahmat Allah, kalau kita mendoakan mereka yang kita rasa tak mungkin kita doakan, karena kita begitu membenci mereka. Hidup dalam kasih meminta kita mendoakan mereka yang menjadi musuh kita.

 Kasih mewajibkan kita untuk membawa korban pendamaian bagi dosa-dosa kita :
Kasih sejati menyadarkan kita bahwa kita tak sempurna, kita penuh bilur dan dosa. Sebagai seorang imam, kami membawa korban kepada Tuhan bukan hanya bagi umat Allah tetapi juga bagi pengampunan atas dosa-dosa kami. Makanya, saya merasa amat bersyukur, bahwa sejak hari pertama tahbisan imamatku, saya sudah memahami bahwa piala yan kuangkat saat Korban misa adalah piala pengampunan dosa, bukan hanya dosa mereka yang kudoakan tetapi dosaku sendiri.
Membawa korban, bekerja dan berbuat silih adalah penting bagi seorang religius. Lihatlah kehidupan dan panggilanmu sebagai kesempatan kami juga memberikan silih bagi diri sendiri, bagi keluarga, bagi serikat, bagi gereja dan bagi dunia.

 Saling Mengasihi menjadikan Kasih kita Sempurna
Hanya dengan demikianlah, kasih kita menjadi sempurna. “bagaimana kamu dapat mengasihi Allah yang tak kamu lihat, jika kamu tetap membenci saudaramu yang kamu yang kelihatan.” Kasih kita kepada Allah mesti menyata dalam kasih kita kepada satu sama lain. Karena Yesus berkata, “dengan demikian kamu membuat kasihku menjadi sempurna, jika kamu saling mengasihi.”

Lagu penutup

Copyright © 17 September 2006, by Anselm Meo, SVD