Bagi mereka yang sering berada di tanah rantau, baik karena alasan kerja, studi maupun karena berbagai alasan lainnya, keinginan untuk pulang kampung atau kembali ke tempat asal adalah sebuah keinginan dan kerinduan yang syah. Saat pulang kampung seperti itu menjadi kesempatan bukan hanya untuk bernostalgia tentang masa lalunya di tempat asalnya, tetapi lebih dari itu merupakan saat untuk menimba kekuatan, semangat serta daya baru untuk hidupnya.
Bagi mereka yang sering berada di tanah rantau, baik karena alasan kerja, studi maupun karena berbagai alasan lainnya, keinginan untuk pulang kampung atau kembali ke tempat asal adalah sebuah keinginan dan kerinduan yang syah. Saat pulang kampung seperti itu menjadi kesempatan bukan hanya untuk bernostalgia tentang masa lalunya di tempat asalnya, tetapi lebih dari itu merupakan saat untuk menimba kekuatan, semangat serta daya baru untuk hidupnya.
Sabda Yesus yang kita baca pada Hari Raya Tritunggal Mahakudus mengajak kita untuk kembali ke asal kita. Yesus dalam wejangan perpisahanNya dengan para muridNya menunjukkan kepada kita tentang kesatuan Allah dalam Tiga Pribadi: Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Ia bersabda, “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu kepada seluruh kebenaran. […] Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimaNya dari padaKu. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku (Putera) punya. Sebab itu Aku berkata: Ia (Roh Kudus) akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku.” (Yohanes 16, 12-15)
Ajakan saya untuk kembali ke asal sebenarnya adalah penegasan untuk bersama Gereja beriman akan Allah Tritunggal, Allah yang Satu dalam Tiga Pribadi, Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
Bagi kebanyakan orang, barangkali ajaran tentang Allah Tritunggal ini adalah satu ajaran yang sulit dipahami dan boleh jadi juga menjadi halangan dalam beriman. Mungkin orang bertanya, mengapa harus percaya akan Allah yang Satu tetapi menyatakan diri dalam Tiga Pribadi? Bukankah akan lebih mudah percaya akan seorang Allah yang satu, titik, sebagaimana halnya saudara/i yang muslim dan beragama Yahudi.
Terhadap pertanyaan macam ini, jawabannya sederhana saja. Kita sebagai Gereja percaya akan Allah Tritunggal, bukan karena membuat kompleks persoalan, tetapi karena kebenaran tentang Allah Tritunggal dinyatakan sendiri oleh Yesus Kristus. Dan jika Kristuslah yang menyatakannya, maka ajaran yang demikian tidak mungkin untuk menghancurkan umat beriman. Kesulitan orang untuk memahami ajaran tentang Trinitas, justru menjadi argumen yang menopang kebenaran ini, dan bukan melawannya. Kalau begitu, apa alasannya sehingga kita bisa memahami kebenaran ini menurut cara pandang yang lebih sederhana, dalam pemahaman kita sehari-hari?
Ada dua alasan yang bisa saya kemukakan di sini. Yang pertama, dalam Allah ada kesatuan dan kemajemukan. Paham kita mengenai kesatuan selalu mengandaikan adanya banyak anggota, karena kesatuan terbentuk dari adanya banyak orang, banyak unsur dan banyak ragam. Dalam Allah, kesatuan dan keberagaman bertemu. Karena keduanya adalah nilai, dan Allah tidak bisa dibatasi untuk mewakili hanya salah satu di antara keduanya. Dalam Allah, keanekaan bukanlah untuk memisahkan, melainkan merupakan suatu kekayaan.
Ada alasan lain juga yang membantu kita memahami kebenaran tentang Allah Tritunggal, yang berasal dari inti ajaran Kristen tentang cintakasih. Jika Allah adalah Cinta, maka Allah yang demikian pasti bukan Allah yang sendirian, sebab cinta tak mungkin ada kalau tak terjalin antara dua orang atau lebih. Jika Allah adalah Cinta maka di dalam Dia, ada seorang yang mencinta, seorang yang dicintai dan Cinta yang mempersatukan mereka. Orang Kristen percaya bahwa Allah itu Satu, dan Allah yang demikian tak sendirian. Dan menurut iman kita juga, kesatuan dalam Allah, lebih mirip dengan kesatuan dalam keluarga.
Sekarang bagaimana kita menjawab tantangan awal tadi untuk kembali ke asal ketika sebagai Gereja kita merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus? Perayaan Tritunggal Mahakudus sesungguhnya mengajak kita yang mengimaniNya untuk mengusahakan kehidupan yang sejati, dengan cara kembali ke asal kita yang sebenarnya.
Pertama, asal kita adalah satu yang terbentuk dari banyak orang, banyak aspek, banyak karakter. Hidup sebagai orang Kristen seyogyanya adalah hidup Trinitaris. Hidup demikian menghargai kesatuan dalam keanekaan, kesederajatan dalam perbedaan. Kita orang Kristen hendaknya menjadi orang yang selalu mempromosikan kesatuan dalam perbedaan-perbedaan kita dan menghargainya sebagai karunia untuk pembentukan komunitas. Pernyataan seperti ini tidak menganjurkan adanya keseragaman, tetapi bertumbuh bersama dalam berbagai perbedaan demi pembangunan komunitas kristiani.
Kedua, ajakan untuk kembali ke asal menemukan tempat aplikasinya yang paling pas dalam kehidupan keluarga. Dengan ini saya mau mengatakan bahwa keluarga-keluarga kita hendaknya menjadi pantulan atau cerminan kehidupan Allah Tritunggal di dunia. Keluarga terbentuk dari orang-orang yang berbeda menurut jenis kelamin (pria dan wanita), berbeda menurut umur (orangtua dan anak-anak) dengan segala konsekwensi yang diakibatkan dari perbedaan itu: beda rasa, beda kebutuhan, beda selera. Keberhasilan sebuah perkawinan dan keluarga kristiani dewasa ini sangatlah bergantung dari ukuran yang digunakan anggota keluarga itu mengarahkan perbedaan di antara mereka demi satu kesatuan yang lebih tinggi: satu cinta, satu maksud dan satu kerjasama.
Bila ajakan ini bisa menjadi pilihan berpikir dan bertindak kita orang Kristen dewasa ini, maka setiap kali kita merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus, kita boleh percaya sekali lagi bahwa mengimani Allah Tritunggal bias membantu kita mengalahkan kebencian yang memecahkan kesatuan dalam keluarga-keluarga kita. Dan berawal dari keluarga, harapan untuk membangun Gereja dan masyarakat baru, bisa menjadi kenyataan.
Harapan dan impian ini bukanlah impian hampa. Doa Kristus Tuhan kita menyertai kita, ketika Ia bersabda, “Hendaklah kamu bersatu, seperti kami satu adanya”.
Copyright @ 30 Mei 2010 by Anselmus Meo SVD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar