SAPAAN PENGASUH


Selamat bertemu buat para pembaca dan pengunjung blog ini. Kiranya Tuhan kita Yesus Kristus, yang memanggil kita semua kepada kesempurnaan hidup dalam Bapa dan kekayaan rohani dalam KerajaanNya menganugerahkan kegembiraan dan kesuksesan dalam hidup, pelayanan dan keseharianmu.

Anda mengunjungi blog RETRET & REKOLEKSI PASTOR UDIK. Saya suka nama itu, bukan saja karena karya pastoral awal saya sebagai imam, saya lewati sambil mengunjungi berbagai kampung yang sering dicap udik alias kurang maju, tetapi juga karena mengingatkan saya, akan Yesus dari Nasareth, pastor dan gembala sejati yang para muridnya adalah orang-orang sederhana, udik dan marginal.

Apa ada persamaan di antara kita yang mengunjungi blog ini dengan para murid Yesus itu? Saya kira ada dan hal itu adalah kesediaan kita untuk duduk sambil mendengarkan DIA, sang Guru Rohani, Maestro Kehidupan yang tengah bersabda kepada kita.

Selamat menikmati sajian di blog sederhana ini. Selamat menarik diri dari keseharianmu dan menikmati detik-detik berharga berada sang Guru, Pastor dan Gembala dari udik, mulai dari Nasareth hingga ke kampung dan dusun udik pengalaman kita.

Kiranya Tuhan memberkati kita.

Ansel Meo SVD

Kamis, Oktober 23, 2008

BERTOLAKLAH LEBIH DALAM (5)


DICINTAI OLEH ALLAH – DASAR SETIAP PANGGILAN HIDUP

Renungan Pertama


“Allah Mencintai dan Mengenal Orang yang DipanggilNya”

Lagu Pembukaan / Doa Pembukaan :

Lagu : Dengar Dia panggil Nama Saya

Bacaan :

Yes 45 : 1 – 5 : Aku Memanggil Engkau Dengan Namamu

Renungan


Ada Kekuatan yang Luar Biasa dalam Kesadaran bahwa Allah Mencintai Kita :


Hal pertama yang kita tulis sebagai rangkuman dalam Pleno tentang hal-hal positip dan menggembirakan dalam masa Novisiat anda ialah kesadaran dan pengalaman bahwa Allah mencintai dan mengenalmu sebagai calon-calon pengikutNya dalam Biara Fransiskan Hati Kudus Yesus dan Maria. Inilah penemuan dirimu yang mendasar, yang anda yakini telah menjadi sumber kekuatan dan sumber kegembiraan dan kebahagiaan selama Masa Novisiat. Kesadaran inilah yang membuat anda meyakini bahwa Masa Novisiatmu adalah masa yang pantas anda kenangkan terus. Kenangan akan cinta Allah inilah yang mendorong terlahirnya rasa rindu untuk berbicara dengan Allah dan bertemu dengan Dia yang memanggilmu ke jalan panggilan khusus ini.


“Dia yang Menemani Aku”


Di suatu tempat, ada satu keluarga atheis. Mereka mempunyai seorang anak perempuan berusia 7 tahun. Suatu malam, pasangan suami isteri itu bertengkar. Pertengkaran itu menjadi sangat hebatnya sampai akhirnya mereka kehilangan kesabaran dan mulai saling mencaci maki. Akhirnya hal yang tak disangka terjadi. Dalam kekalapan akibat cacian isterinya, sang suami pun meraih sebilah pisau dapur dan menikam tubuh isterinya berulang-ulang sampai sang isteri meninggal dengan tubuh rusak berlumuran darah. Selang beberapa saat, si suami menyadari apa yang terjadi. Dan tanpa pikir panjang, diapun menikamkan pisau yang sama ke jantungnya sendiri. Ia roboh dan tubuhnya menindih tubuh isterinya. Ia meninggal sambil merangkul jenasah isterinya yang telah ditikamnya sendiri.


Semua kejadian itu disaksikan anak perempuan mereka dari balik pintu. Sesudah memenuhi berbagai prosedur hukum yang berlaku di wilayah itu, anak perempuan itupun kemudian diadopsi oleh tetangganya sendiri, sebuah keluarga Kristen yang sudah lama menikah, tetapi mereka belum dikaruniakan anak. Pada hari Minggu si anak perempuan itu dibawa ke gereja oleh orangtua angkatnya. Dan itulah untuk pertama kalinya si anak perempuan itu mengikuti Misa Kudus.


Sesudah misa seperti lazimnya bagi para orangtua dengan anak seusia anak perempuan itu, si ibu membawa anak angkatnya ke sekolah Minggu. Kepada Guru sekolah Minggu, sang ibu berkata, “Anak angkat saya ini belum pernah mengenal Kristus sebelumnya, harap bersabarlah dalam mendidik dan mendampinginya.” Dan di dalam kelas, sang Guru mulai memperlihatkan lukisan Yesus ke seluruh kelas sambil bertanya, “Adakah yang tahu, siapakah yang dilukis ini?”
Beberapa murid menjawab dengan antusias, “Itu Yesus, itu Yesus, bu.” Sang Guru lalu mendekati anak perempuan itu dan bertanya lembut, “Nak, apakah engkau tahu siapakah yang dilukis ini?”


Si anak perempuan itu mengangguk, matanya tak berkedip memandang lukisan itu. Sang Guru keheranan dan dengan penasaran dia bertanya, “Siapakah orang ini, Nak?” Tak disangka-sangka, si anak perempuan itu menjawab, “Bu, saya tak tahu namaNya, tetapi ... saya tahu, Dialah yang setiap malam menemani saya sejak kedua orangtuaku meninggal....”


***


Sebuah cerita kehidupan, yang boleh jadi tengah terjadi di sekitar kita atau bahkan tengah terjadi di dalam diri kita. Sang Guru sekolah Minggu itu terpukau dan kemudian memahami kebenaran yang terkandung dalam jawaban anak perempuan berusia 7 tahun itu.


“Jika Dia, Tuhan mengasihi orang yang tak mengenal Dia, tidakkah Dia terlebih mengasihi mereka yang mengenal Dia?” Sangat boleh jadi kita mengaku dan mengajarkan orang lain bahwa kita mengenal Tuhan, tetapi apakah kita mengalami Dia? Bahwa Allah mencintai kita, bukan terutama bergantung pada pengenalan kita akan Dia, tetapi karena Allah telah memutuskan untuk mencintai kita. Dialah yang memilih kita, bukan kita yang memilih Dia. Dialah yang pertama-tama mengenal kita dan mencintai kita, tanpa menanti sampai kita mencintai dan mengenalNya.


Nabi Yesaya dalam bacaan yang kita ambil sebagai inspirasi permenungan kita hari ini, memberikan kepada kita penegasan yang sama.


v Allah memanggilmu dengan namamu, menggelarimu sekalipun engkau tak mengenalNya :


Tuhan mewartakan melalui Nabinya bahwa ketika Dia menjatuhkan pilihanNya kepada seseorang dan memanggil Dia sebagai abdiNya, Allah menegaskan bahwa orang itu sudah dikenalNya. Orang itu begitu dikenalNya, sehingga pilihan Allah tak pernah keliru. Koresh dipilih Allah dan dipanggil Allah sebagai alat, dan sebagai orang yang menggunakan alat itu, Allah tahu paling baik, bagaimana menggunakan alat itu. Allah karenanya memberikan segala yang perlu pada orang pilihanNya sehingga orang itu bisa menjadi alat yang efektif di tanganNya.


v Allah memakai orang yang dipanggilNya sebagai Alat ditanganNya:


Kesadaran yang harus dimiliki oleh mereka yang dipanggil ialah bahwa mereka itu adalah alat yang dipakai oleh Tuhan, bukan tujuan itu sendiri. Mereka hanya sarana, alat yang harus disesuaikan fungsinya menurut maksud orang yang menggunakannya.


v Allah sendirilah yang akan menjadi jaminan bagi orang yang dipanggilNya.


Dan kalau Allahlah yang memakai alat itu, maka Ia adalah jaminan itu sendiri, Ia adalah jaminan mutu. Allah sendiri yang akan menentukan hasilNya, Allahlah yang membuat alat itu berfungsi secara benar.


v Allah berbuat demikian supaya orang yang dipanggilNya tahu bahwa Dialah Tuhan dan tak ada yang lain seperti Dia.


Mengapa Allah berbuat demikian? Hanya dengan satu maksud bahwa Dia adalah Allah yang tiada tandingannya, Dia adalah Tuhan yang empunya segalanya, dan segala sesuatu terarah kepadaNya. Maka adalah tidak mengherankan kalau kita dengar begitu banyak kisah ajaib dalam hidup orang yang menerima tugas dan panggilan khusus dari Allah.


Kita Dipanggil untuk Menyatakan Allah yang Mencintai dan Mengenal Kita :


Apakah sebenarnya tujuan hidup membiara yang sedang kita masuki sekarang ini ? Atau apakah memang hidup Membiara itu masih tetap relevan juga bagi orang-orang jaman ini?
Seorang sama saudara saya, seorang imam Italia beberapa hari lalu persis pada saat hari ulang tahun SVD menyampaikan pandangannya? Saya menyalaminya, “Pater selamat berlibur?” Dan dia jawab, “Ansel saya malu karena ketika saya berlibur saya pergi kunjungi saudara saya yang telah 40 tahun bekerja tak pernah berlibur” Dia masih melanjutkan, “Seorang awam di Italia pernah bilang ini: Saya tak akan pernah percaya kepada seorang imam di Italia yang wartakan kemiskinan sampai saya lihat sendiri mereka tidur sendiri di bawah jembatan, seperti orang miskin?”


Apakah hidup membiara harus ditunjukan dengan hidup miskin dibawah jembatan? Atau menyangkal segala sesuatu karena kita mengikrarkan kaul-kaul? Benar juga, mungkin. Tetapi itu tak utama. Lalu apa yang utama dalam hakekat hidup membiara?


Saya kira kita dipanggil pertama-tama untuk menyatakan bahwa Allah mencintai manusia, siapapun dia. Allah menghendaki kebahagiaan mereka, Allah menghargai mereka, Allah mengenal mereka. Dan panggilan seperti itulah yang kita jelmakan melalui karya-karya dan pelayanan kita, atau yang kita kenal dengan misi kita. Tetapi jangan salah kaprah. Jangan sampai misi kita itu menjadi otomatis sambil mengorbankan orang yang menjadi saudara kita.
Kita dipanggil untuk menyatakan bahwa mereka yang hidup bersama kita itulah yang pertama-tama harus kita cintai, karena Allah mencintai dia dan mencintai kita. Jangan sampai cinta kepada sesama anggota biara menjadi sekunder setelah cinta kita akan karya. Karena bagaimanapun berlaku untuk kita kebenaran ini, bahwa “yang terpenting ialah being/berada bukan doing/karya”.


Allah mengenal kita, Allah mencintai kita. Kita mesti meneruskan cinta itu dengan pertama-tama mencintai mereka yang kita sebut consorella, atau konfrater kita.


Lagu atau Puisi Untuk Direnungkan


Judul Lagu : Kasih setiaMu lebih dari Hidup

Album : Yesus Benteng Hidupku

Doa penutup :


Mazmur 144 : 8 - 13


Copyright © 17 September 2006, by Anselm Meo, SVD

Tidak ada komentar: