“Menemukan Allah dalam Doa dan Karya”
Teks Matius 7: 7-11
7. "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. 8. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. 9 Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, 10 atau memberi ular, jika ia meminta ikan? 11 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
12 “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah seluruh isi hukum Taurat dan kitab para nabi.
12 “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah seluruh isi hukum Taurat dan kitab para nabi.
Pengantar :
Membicarakan tema tentang Kehendak Allah bukanlah sesuatu yang mudah. Kalau berbincang-bincang tentangnya saja tak mudah, apalagi melaksanakannya dalam hidup. Saya ingin mengajak kita untuk merenungkan satu hal penting dalam hidup komunitas beriman, yakni tentang fokus hidup komunitas.
Dalam tradisi Gereja Katolik, terutama St. Agustinus menyatakan bahwa adalah lebih sulit untuk melak-sanakan kehendak Allah daripada untuk mengetahui-Nya. Juga Santo Paulus menyatakan hal yang sama, bahwa dia tidak dapat melaksana-kan kehendak Al-lah yang telah ia ketahui dengan baik.
Lalu bagai-mana dengan men-jadikan kehendak Allah itu sebagai fokus dan perhatian utama hidup dan kegiatan komunitas? Hemat saya, ketika sebagai komunitas menjadikan kehendak Allah sebagai fokus utama, sebagai visi yang menggerakan tingkah laku dan tindakan kita, sesungguhnya kita sedang bergumul dengan persoalan rahmat Allah, yang boleh kita tegaskan kepada sumber yang menguatkan dan mengarahkan kehidupan komunitas kita. Dan rahmat yang dimaksud, secara sederhana bisa dicapai melalui dua hal yakni melalui doa dan melalui aksi atau karya komunitas dan para anggotanya.Veronika Harley dan Doa untuk Kesembuhan
Suatu pagi di bulan Maret 1996. Dering telpon di kamar tidurku membangunkan saya. Tidur panjangku harus kuakhiri dan saya bergegas bangun menghampiri telpon di meja kecil tak jauh dari tempat tidurku.
Hallo, ... ini dengan Pater Ansel khan?” suara di seberang sangat kukenal. Anne Sweeney rupanya, seorang ibu guru SMU St. Sisilia di kota Derry, Irlandia Utara. Keluarga Anne kukenal sangat baik, semenjak kedatanganku di paroki Keluarga Kudus, Ballymagroarty, Derry, empat bulan setelah bergulat dengan bahasa Inggrisku. “Anda benar, Anne! Ada apa telpon aku di pagi buta begini?” tanyaku.
“Pater, kenal Veronika dan John suaminya khan?” sambung Anne. Belum sempat aku konfirmasi, Anne sudah melanjutkan pembicaraannya. “Kemarin pagi, Veronika diberitahu dokternya, bahwa ia menderita penyakit kanker rahim yang ganas, sementara itu dia juga sedang mengandung anaknya,” Anne memulai kisahnya tentang Veronika, saudarinya, yang memang lagi tengah hamil 4 bulan. “Berita itu benar, karena foto ronsen (x-ray) membuktikan bahwa ada kanker ganas itu,” lanjut Anne. “Veronika diminta untuk menggugurkan bayinya, jika ingin menyelamatkan hidupnya.” Suasana hening ... kurasakan pergulatan Veronika dan John suaminya saat itu. Haruskah ia memilih hidupnya sendiri, yang pasti juga berakibat bagi hidup lima anaknya yang masih kecil? Ataukah memilih hidup sang janin kecil berusia empat bulan di rahimnya, yang berarti mengambil resiko bagi hidupnya sendiri. “Pater, ... kita bisa membantunya khan!” maksud Anne dengan permintaan itu bisa kutebak. Dan saya berkata, “Datanglah jam 09.30 pagi ini dan ajaklah Veronika bersama suaminya.
“Pater, kenal Veronika dan John suaminya khan?” sambung Anne. Belum sempat aku konfirmasi, Anne sudah melanjutkan pembicaraannya. “Kemarin pagi, Veronika diberitahu dokternya, bahwa ia menderita penyakit kanker rahim yang ganas, sementara itu dia juga sedang mengandung anaknya,” Anne memulai kisahnya tentang Veronika, saudarinya, yang memang lagi tengah hamil 4 bulan. “Berita itu benar, karena foto ronsen (x-ray) membuktikan bahwa ada kanker ganas itu,” lanjut Anne. “Veronika diminta untuk menggugurkan bayinya, jika ingin menyelamatkan hidupnya.” Suasana hening ... kurasakan pergulatan Veronika dan John suaminya saat itu. Haruskah ia memilih hidupnya sendiri, yang pasti juga berakibat bagi hidup lima anaknya yang masih kecil? Ataukah memilih hidup sang janin kecil berusia empat bulan di rahimnya, yang berarti mengambil resiko bagi hidupnya sendiri. “Pater, ... kita bisa membantunya khan!” maksud Anne dengan permintaan itu bisa kutebak. Dan saya berkata, “Datanglah jam 09.30 pagi ini dan ajaklah Veronika bersama suaminya.
Tepat jam 09.30 pagi, Anne datang bersama keluarganya dan juga bersamanya ada Veronika, John serta anak-anak mereka yang masih kecil. Kusambut mereka di pendopo pastoran yang memang luas untuk menampung mereka semuanya. Kunyatakan simpatiku pada Veronika tentang sakit yang dideritanya. Dan Veronika yang memulai pembicaraan, “Pater, saya ingin bayi di kandunganku hidup dan saya ingin juga saya serta anak-anakku semua hidup. Karena itulah saya mau mengambil resiko.” Dia berhenti sejenak. Lalu lanjutnya, “Kami mau meminta Pater untuk mendoakan kehidupan kami semua dalam ekaristi Pater. Kami minta Pater dan umat paroki ini berdoa novena bersama kami,” ia meminta dengan mata berkaca-kaca tak bisa menahan deraian air matanya. Kupegang tangannya, dan saya berkata, “Tuhan memiliki rencana dan kehendakNya atas hidup kita. Tuhan yang adalah Kehidupan itu pasti telah mendengarkan jeritan hatimu sekeluarga. Dan karena itu, sejak pagi ini, Ekaristi kudus akan kupersembahkan buatmu, buat bayi yang tengah engkau kandung, dan buat anak-anak dan keluargamu.”
Dan pagi itu, dalam Ekaristi pagi jam 10.00 saya mempersembahkan intensi dan novena bagi kesembuhan Veronika. Di rumah merekapun, doa tak henti-hentinya dipanjatkan bersama keluarga dekat dan tetangga mereka untuk intensi ini. Sebagaimana janjiku, semua perayaan ekaristi yang kurayakan sejak hari itu sampai sembilan hari ke depan, kupersembahkan bagi intensinya.
Delapan hari kemudian, sesuai dengan jadwal, Veronika ke rumah sakit menemui lagi dokternya. Seperti biasa, foto ronsen pun dibuat, dan ... hasilnya menun-jukkan bahwa di rahimnya tak ter-dapat lagi kanker ganas itu. Ronsen-pun diulangi, dan hasilnya tetap sa-ma. Di rahimnya hanya ada bayi kecil 4 bulan, buah hatinya.
Keesokan harinya, sebelum misa jam 10.00 pagi, Veronika dan John datang, “Pater, intensi misa pagi ini berubah. Bukan lagi memohon kesembuhan bagi-ku, tetapi syukur atas kesembuhan-ku,” kata Veroni-ka kepadaku. Saya tak mengerti, “Ada apa, Veronika? Adakah berita terbaru tentang keadaanmu?” tanyaku. Dan dia menjawab, “Ya ... Pater, kemarin saya ke rumah sakit dan hasil ronsen menunjukkan kanker itu tiada lagi. Kami hidup Pater.”
Ekaristi pagi itu kami persembahkan sebagai syukur atas kesembuhan Veronika. Ketika Veronika kuminta tampil di altar, semua umat berdiri, dan tepukan tangan menyertainya. “Bersamamu, saya telah meminta kehidupan buatku dan buat anakku, dan Tuhan, Allah yang hidup telah memberikannya kepada kami. Terpujilah Tuhan dan terpujilah KehendakNya,” kata Veronika.
Lima bulan kemudian, Agustus 1996. Sebuah surat dengan alamat pengirim Veronika Harley dan keluarga buatku. Di dalamnya sebuah foto bayi mungil, di belakangnya tertulis, “Namanya Michael, karena Tuhan telah memenangkan kami.” Dan di lembaran lainnya sebuah puisi berjudul, “Dua sungai bertemu di rahimku” oleh Veronika Harley.
___________________________________________________________
“Dua Sungai Bertemu”
oleh: Veronika Harley
Hanya satu tubuh membawa dua makhluk yang sedang tumbuh / Dua sungai mengalir bertemu menjadi satu / Yang satu membawa satu harapan hidup yang menggembirakan / Yang lain membawa kedalaman keputusasaan yang penuh percekcokan / Pertumbuhan mereka karena berbagi dari sumber makanan yang sama / Selalu bertempur seperti kejahatan dan kebaikan.
Bagaimana hal ini mungkin terjadi pada seorang manusia? / Datang tanpa dinanti tak seorangpun melihatnya / Seorang bayi aman dalam kandungannya / Namun kenyamanan kini diganggu kanker yang ganas.
Seorang ibu terluka dan pelan-pelan terasa mulai ambruk / Hanya bisa menaruh keper-cayaannya kepada Yesus sang Cinta / Ini adalah jalan gelap yang teramat panjang yg harus dilewatinya./ Tetapi Maria, Bunda yg tak bercela tak akan membiarkannya binasa. / Dia akan berjaga bersama di sam-pingnya / Dan mencumbunya dengan mesra seperti ombak pada pasir pantai.
Karena itu, jangan takut dan bertahanlah kokoh hingga penghabisan / Sebab engkau memiliki wadas yang kokoh / Ketika Yesus sang Cinta menjadi sahabatmu.
___________________________________________________________
Bukan Cuma Doa, tetapi Gaya Hidup yang Berfokus pada Pelaksanaan Kehendak Allah
Veronika dalam kesaksiannya pada kesempatan misa syukur itu mengungkapkan puji dan syukurnya kepada Tuhan, “... Terpujilah Tuhan dan terpujilah KehendakNya,” yang hemat saya menjadi juga pesan tunggal dari penggalan teks Injil yang kita renungkan kini. Mungkin saja secara sederhana, ketika membaca ungkapan seperti “meminta, mencari dan mengetok” kita langsung bisa mengatakan bahwa teks ini bicara tentang doa. Tapi kalau kita merefleksikan lebih dalam, ungkapan – ungkapan ini bukan hanya tentang doa, tetapi tentang suatu gaya hidup yang berpusatkan pada Kehendak Allah dan pelaksanaannya.
Membaca secara cermat teks Injil Matius 7: 7-11 ini, kita bisa merefleksikan empat hal penting: (1) Mencari dengan suatu kepastian untuk menemukan, (2) Jawaban dan Tanggapan Allah sedang terjadi, (3) Bapa sebagai Gambaran Allah menyediakan kebutuhan bagi anak-anakNya tanpa merugikan mereka, dan (4) Mengasihi sebagai Gaya Hidup Komunitas Murid Yesus. Kita akan melihatnya satu per satu dalam usaha kita untuk memahami penggalan teks Injil di atas, dengan harapan untuk menemukan basis bagi praksis kehidupan komunitas kita.
1. Pencarian yang Pasti
Berbincang-bincang ttg Kehendak Allah, mau tak mau kita harus membedah asal kata Kehendak.
Kata Yunani “thelema” mengandung arti sebagai berikut: “kehendak, mak-sud, intensi, keinginan dan juga aturan”
Dalam PB selalu diguna-kan dalam kaitan dengan: Allah, Kristus, setan, mereka yang memerintah, dan juga manusia pada umumnya.
Ketiga ungkapan yang dipakai di sini sungguh melukiskan suatu keadaan kekurangan dan keinginan untuk memenuhinya. Ada nuansa mencari dengan kepastian akan memperoleh sukses. "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Ketika menemukan ungkapan yang berpasangan seperti ini, dalam tradisi Kitab Suci biasanya berbicara tentang kelimpahan. Artinya, ketiga ungkapan tadi sesungguhnya menunjukkan pencarian akan Allah, kebijaksanaan, keadil-an, kehendak ilahi dan kehadirannya, dll; baik yang diungkapkan secara khusus melalui doa maupun dalam pencaharian sehari-hari.
Jadi kepada komunitas para muridNya, Yesus menegaskan bahwa mencari Allah, mencari kebijaksanaan, keadilan, kebenaran dan kehendak Allah, bukan cuma dalam doa tetapi harus menjadi pencarian yang terus-menerus dalam hidup, dalam perjuangan keseharian. Artinya, kehidupan komunitas murid Yesus mau tidak mau mesti berpusat dan memiliki fokus pada Kerajaan Allah dan keadilan yang diwartakanNya. Itulah fokus pencarian komunitas murid dan jika itulah pusatnya, maka ada jaminan bahwa akan memperolehnya.
2. Jawaban Allah tengah Berlangsung
Menekankan kembali pernyataan pertama di atas, ketiga ungkapan juga menampilkan juga nuansa “tengah terjadi” atau “sedang berlangsung”. Maksudnya jelas, bahwa yang tengah terjadi sekarang, bukan saja soal fokus komunitas kepada pencarian kehendak Allah, tetapi juga menunjukkan bahwa jawaban dan tanggapan dari pihak Allah sedang terjadi, tengah berlangsung. “Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.”
Penegasan seperti ini sebenarnya menguatkan dan memberikan keyakinan yang kokoh bagi para murid sebagai anggota komunitas murid Yesus, bahwa permintaan yang sulit sekalipun, bila dipusatkan pada pelaksanaan kehendak Allah, biar dalam keadaan yang sukar dan kelihatan mustahil, tidak mungkin akan menemukan kekecewaan. Allah pasti memberikan dan menjawab pencarian itu. Nah, satu-satunya yang menjadi tolok ukur di sini adalah kehendak Allah, artinya apa yang dicari oleh anggota komunitas baik pribadi maupun sebagai komunitas mesti ditempatkan dalam pelaksanaan kehendak Allah.
3. Bapa : Gambaran Allah yang Tahu akan Kebutuhan Manusiawi Anak-AnakNya
Apa jaminan dari penegasan bahwa Allah pasti memenuhi pencarian para murid Yesus? Nah ... di sini ditampilkan contoh dari dunia rumah tangga tentang bapa keluarga yang bertanggung jawab, yang pasti memenuhi kewajibannya sebagai bapa dalam memberi nafkah bagi keluarganya. Seorang bapa yang baik di dunia ini pasti tak akan merugikan anaknya ketika mereka meminta hal mendasar bagi hidupnya.
Sikap manusiawi seorang bapa di dunia ini diambil untuk menampilkan sebuah gambaran tentang sikap Bapa Sorgawi ketika berhadapan dengan permintaan dari anak-anakNya yang tidak lain adalah murid Yesus, sisa kecil di dalam dunia yang tetap fokus pada Allah dan kehendakNya. Kalau bapa yang dikenal di dunia ini tak merugikan anaknya, apalagi Allah sebagai Bapa Surgawi yang tahu dengan baik kebutuhan anak-anakNya yang senantiasa berdoa kepadaNya dan mencari kehendakNya. Bapa Sorgawi pasti memberikan pemberian yang baik.
Pemberian baik macam apa saja yang dijamin pemenuhannya oleh Allah bagi hidup para murid Yesus? Walaupun tidak dijelaskan secara detail, pemberian dimaksud melingkupi: segala sesuatu yang dibutuhkan untuk hidup sebagai Murid Yesus, dan Allah juga menjamin komunitas murid Yesus yang melaksanakan kehendakNya sebagai suatu gaya hidup khas murid Yesus.
4. Mengasihi : Gaya Hidup Komunitas Murid Yesus
Gaya macam manakah gaya hidup komunitas murid Yesus itu? Jawabannya dimunculkan sebagai kesimpulan, rangkuman segala ajaran Yesus sebelumnya, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” Inilah aturan main yang harus mewarnai gaya hidup murid Yesus,
Untuk apa aturan main seperti ini dijalankan oleh setiap murid Yesus? Maksudnya jelas, agar para murid Yesus bisa secara effektif mempengaruhi mereka yang belum menjadi murid Yesus untuk menemukan Allah, untuk menemukan kehendakNya dan boleh hidup sesuai dengan kehendak Allah itu. Dan gaya hidup yang demikian tidak lain adalah mengasihi tanpa diskriminasi siapapun di dunia ini, hal mana diungkapkan dalam pernyataan, “Itulah seluruh isi hukum Taurat dan kitab para nabi.” Pernyataan seperti ini mengingatkan kita akan sabdanya ketika menjawab pertanyaan tentang “manakah perintah pertama dan utama dalam seluruh kitab Taurat?” (lihat Mat 22:36-37).
Menemukan Allah dalam Doa dan Karya
Merenungkan tentang bagaimana sebuah komunitas beriman merumuskan fokus kehidupan komunitasnya, kita sesungguhnya sementara merefleksikan tentang prinsip yang menjadi tuntunan untuk membantu komunitas berjalan menuju tujuannya. Usaha kita ke arah sana telah dibantu oleh pemahaman terhadap teks Injil Matius 7:7-12 di atas.
Dalam refleksi itu, kita memahami bahwa fokus utama komunitas sebagai dimaksudkan oleh Yesus mesti ditempatkan dalam bingkai Kehendak Allah dan pelaksanaannya. Penggalan teks Injil Matius ini memang bermaksud untuk mengingatkan kita, bahwa dalam sebuah kebersamaan atau dalam komunitas yang didasarkan atas iman akan Kristus, hal yang harus mengarahkan hidup dan cara berada kita tidak lain adalah usaha untuk menemukan Allah dan KehendakNya. Inilah fokus utama hidup komunitas. Inilah arah dasar yang menuntun kita kepada kepenuhan hidup sebagai Murid Yesus.
Dan arah dan visi dasar dijabarkan dalam dua strategi praksis hidup berkomunitas. Apakah strategi yang dimaksudkan itu? Kita sementara berhadapan dengan dua sisi dari mata uang yang sama, yang sama pentingnya dan satu tidak bisa dibiarkan tanpa yang lain. Dan motto “Ora et Labora” kembali memperdengarkan gaungnya di sini. Tetapi, kita tidak berbicara tentang doa sebagai doa saja, atau membicarakan karya dan kegiatan komunitas sebagai sebuah karya biasa. Kita sedang melihatnya sebagai dua upaya yang saling berhubungan erat sebagai cara kita untuk menemukan Allah dan kehendakNya.
Karena itu, dua praksis ini akan selalu disandingkan bersama. Dan bagaimana para anggota komunitas bisa menjadikan komunitasnya sebagai suatu komunitas yang berdoa dan berkarya untuk menemukan Allah dan kehendakNya, kita bisa melihatnya dalam tiga praksis berikut: (1) Anggota komunitas sadar bahwa Allah ada dan tengah berkarya dalam komunitas, (2) Ada jaminan tersedianya kebutuhan-kebutuhan mendasar bagi semua anggota dalam komunitas, dan (3) Komunitas yang solider ke dalam untuk menjangkau yang lain.
1. Sadar bahwa Allah sedang berkarya
Bagi seorang Kristen, hidup sesungguhnya tak bisa dipisahkan dari satu kesadaran dasar ini, bahwa “Allah ada dan Allah sedang berkarya” dalam dirinya dan dalam komunitasnya. Ini suatu konsekwensi dari kenyataan bahwa orang Kristen menerima hidup Allah Tritunggal dalam dirinya semenjak ia menerima sakramen Baptis.
Allah ada dan tengah bekerja “di sini dan sekarang” merupakan satu kepastian, kendati kita tidak bisa membuk-tikan secara fisik. Makanya, ketika Yesus mengatakan, “mintalah, kamu akan menerimanya”, “carilah, kamu akan mendapatkannya”, serta “ketoklah, maka pintu akan terbuka bagimu”, merupakan suatu kepastian karena pemenuhan atas permintaan, pencaharian dijamin oleh kehadiran dan karya Allah. Ketika seorang hidup dalam hadirat Allah, berada dan berkarya dalam kehadiran Allah, ia memperoleh kepastian bahwa apa yang dicarinya dalam hidup, dijamin pasti diperoleh. Apa yang kita katakan sekarang sudah terbukti dalam hidup dan pribadi para orang kudus dalam Gereja. Orang kudus adalah orang yang hidup dalam kehadiran Allah, orang yang sepanjang hidupnya berhasil menyadari secara terus menerus bahwa Allah memang ada, bahwa Allah berkarya.
Kepastian bahwa Allah menjamin apa yang kita cari, ini bukan hanya tentang mencari dan meminta dalam doa, tetapi dalam keseharian hidup seseorang, dalam perjuangan kehidupannya, dalam suka dan duka keluarganya. Berdoa kepada Allah dan berkarya di berbagai bidang kehidupan dengan kesadaran bahwa Allah ada bersamanya, akan mengubah cara orang melihat kenyataan hidupnya. Kesadaran itu akan mengubah cara orang bertindak. Dan mengubah cara orang melihat dirinya dan komunitasnya. Jika demikian, kita bukan lagi pelaku tunggal dalam setiap doa dan pekerjaan, tetapi kita mengambil bahagian dalam doa dan karya Tuhan sendiri. Ketika kita berdoa, Allah memampukan kita untuk melakukannya, dan ketika kita berkarya, Allah berkarya dalam diri kita.
Veronika Harley dan keluarganya dalam ceritera di atas sebenarnya telah sampai pada kesadaran yang demikian. Kesadaran itu mengubahnya, mengubah keluarganya, untuk menerima apapun yang terjadi dalam kehidupan mereka sebagai usaha menerima kehendak Allah bagi mereka. Dan dalam kasus Veronika, tak ada pasrah pada nasib, tetapi ia percaya bahwa Yesuslah wadas kokoh yang membuatnya mampu bertahan hingga penghabisan.
Nah, ketika sebuah komunitas dan para anggotanya memiliki fokus pada kehendak Allah, maka hidup secara sadar akan kehadiran Allah adalah upaya pertama untuk membuktikan fokus itu. Dan akibat lainnya adalah bahwa kita akan mencintai doa, mencintai perkerjaan kita, karena lewat keduanya kita yakin bertemu dengan Allah yang memberi jaminan atas permintaan dan pencarian kita. Maka rupanya tepat kata seorang guru doa, Richard Foster, “doa yang nyata bukan datang ketika anda melakukannya dengan kertakan gigi atau teriakan kepada Allah, tetapi ketika anda jatuh cinta kepada Allah”.
“Jatuh cinta kepada Allah dalam doa. Jatuh cinta kepada Allah dalam pekerjaan” itulah buah kesadaran bahwa Allah hadir dan sedang berkarya. Jadi jatuh cinta dalam doa, jatuh cinta dengan pekerjaan dan profesi kita dan menyadari bahwa kita mengambil bahagian dalam karya Allah adalah tanggapan nyata kita dan kesaksian kita bahwa Allah sungguh ada dan Allah sungguh tengah bekerja dalam diri pribadi dan komunitas kita.
2. Terpenuhinya kebutuhan dasar manusiawi anggota
Bila apa yang kita cari, apa yang kita minta kepada Allah mendapat jaminan pemenuhannya, maka hal berikutnya yang harus menjadi perhatian komunitas adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan manusiawi yang paling dasariah. Di dalam suatu komunitas hidup bersama, mesti ada jaminan bahwa hal-hal paling mendasar bagi kebutuhan para anggotanya dipenuhi.
Kalau kita perhatikan dalam komunitas-komunitas religius, kenyataan seperti ini memang terjadi. Ada praktek yang sedang berlangsung dalam berbagai komunitas religius, bahwa kekurangan dalam hal kebutuhan dasar seseorang dan suatu komunitas dipenuhi oleh yang lain, oleh komunitas lainnya. Solider dengan yang tidak punya diungkapkan dengan membantu mereka, memenuhi kebutuhan mereka. Inilah yang terjadi dalam komunitas pertama para murid Yesus di Yerusalem.
Kebutuhan dasar macam apa saja yang saya maksudkan di sini? Kita kenal ungkapan klasik di tempat kita : “Sandang, Pangan dan Papan”, kebutuhan akan makanan harian, kebutuhan akan pakaian dan kebutuhan akan rumah tempat orang berdiam.
Bila kita hidup dalam kesadaran bahwa Allah ada dan sedang berkarya, kekurangan-kekurangan dalam kebutuhan dasar seperti ini tidak bisa lagi dibiarkan tanpa ditangani. Anggota komunitas harus terlibat untuk saling mengusahakan jalan keluar bagi tersedianya kebutuhan-kebutuhan dasariah ini. Bisa terjadi dengan membantunya langsung, bisa dengan memberinya pinjaman, bisa dengan menciptakan sistem di mana kebutuhan-kebutuhan ini ditangani bersama dalam komunitas.
Nah, kehadiran Allah memang berkaitan dengan hadirnya keadilan, hadirnya keseimbangan, hilangnya kemelaratan, yang dalam istilah yang lebih umum kita katakan sebagai keselamatan. Allah ada, ada keselamatan. Kalau kita sadar Allah ada, maka kita mesti peduli dengan keselamatan sesama kita. Artinya, hak hidup seseorang dalam komunitas tak disangkal, dan mereka secara bersama-sama menghidupkan solidaritas, untuk berbagi dalam banyak hal, terutama dalam kebutuhan-kebutuhan manusiawi yang paling mendasar, makanan, pakaian, rumah.
3. Terlibat untuk suatu dunia yang lebih baik
Hal ketiga adalah tentang misi keluar setiap komunitas, perutusan untuk pergi mendapatkan mereka yang lain, yang bukan termasuk anggota komunitas, yang bukan orang dalam, yang bukan penganut Kristus. Singkatnya tentang perutusan anggota komunitas ke tengah dunia, ke tengah masyarakat.
Kekristenan tak pernah ada untuk dirinya sendiri. Ia ada untuk dunia, untuk keselamatan dunia. Itulah misi Yesus, dan misi yang diserahkanNya kepada para muridNya. Mungkin baik mengingat kata-kata yang dipakaiNya ketika mengutus mereka dalam Injil Matius, 28:19, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.” Perintah ini memang lebih sering dihubungkan dengan mandat misi, untuk mengundang orang menjadi penganut Kristus, tetapi ada hal yang berkaitan dengan apa yang kita tekankan di sini. “Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”, berarti juga pergi kepada saudara-saudari yang bukan anggota komunitasmu, dan usahakanlah agar kehadiran dan karya Allah Tritunggal itu terasa juga di sana.
Bukankah ini bicara tentang tugas dan keterlibatan kita di tengah dunia dengan semangat Kristen? Seorang Kristen, tidak bisa lagi menjadi penganut dengan KTP beragama Kristen, tetapi harus membawa kemanapun ia berada, kesadaran bahwa Allah juga ada di sana dan tengah berarya melalui dia di tempat itu. Kita tak bisa lagi menjadi orang Kristen yang tanpa identitas. Identitas kita yakni identitas kasih mesti dibawa ke semua bidang hidup.
Cara kita melayani dalam kasih, menjangkau orang lain dengan kasih yang tulus, harus menjadi suatu gaya hidup. Dengan cara inilah kita tengah menjadikan semua sebagai murid Kristus, para pengasih kehidupan, orang-orang yang peduli dengan sesamanya dan bersedia berbagi dalam berbagai kebutuhan dasar manusiawi. Kalau hal ini bisa terjadi, maka keadaan cukup sandang, keadaan cukup pangan dan keadaan cukup papan bisa dinikmati oleh semua di bawah kolong langit ini.
Nah, membuat ini menjadi kenyataan adalah misi murid Yesus, misi setiap anggota komunitas. Inilah salah satu cara untuk mengatakan kepada dunia bahwa Allah kita ada dan Allah sedang berkarya.
Copyright © 10 Oktober 2008 by Ansel Meo SVD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar