SAPAAN PENGASUH


Selamat bertemu buat para pembaca dan pengunjung blog ini. Kiranya Tuhan kita Yesus Kristus, yang memanggil kita semua kepada kesempurnaan hidup dalam Bapa dan kekayaan rohani dalam KerajaanNya menganugerahkan kegembiraan dan kesuksesan dalam hidup, pelayanan dan keseharianmu.

Anda mengunjungi blog RETRET & REKOLEKSI PASTOR UDIK. Saya suka nama itu, bukan saja karena karya pastoral awal saya sebagai imam, saya lewati sambil mengunjungi berbagai kampung yang sering dicap udik alias kurang maju, tetapi juga karena mengingatkan saya, akan Yesus dari Nasareth, pastor dan gembala sejati yang para muridnya adalah orang-orang sederhana, udik dan marginal.

Apa ada persamaan di antara kita yang mengunjungi blog ini dengan para murid Yesus itu? Saya kira ada dan hal itu adalah kesediaan kita untuk duduk sambil mendengarkan DIA, sang Guru Rohani, Maestro Kehidupan yang tengah bersabda kepada kita.

Selamat menikmati sajian di blog sederhana ini. Selamat menarik diri dari keseharianmu dan menikmati detik-detik berharga berada sang Guru, Pastor dan Gembala dari udik, mulai dari Nasareth hingga ke kampung dan dusun udik pengalaman kita.

Kiranya Tuhan memberkati kita.

Ansel Meo SVD

Sabtu, Mei 31, 2008

KOMUNITAS UNTUK SAUDARA & PELAYANAN (5)

Renungan Keempat :


Komunitas Persaudaraan - Sebuah Komunitas yang Saling Memperhatikan

1. Doa dan Lagu Pembukaan

2. Bacaan : Matius 18:10-14

10Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga. 11(Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang.)"
12"Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? 13Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. 14Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang."

3. Memahami Teks dan Strukturnya

Yang bisa kita temukan di sini setelah peringatan akan bahaya penyesatan terhadap para murid, komunitas murid Yesus diminta untuk terlibat dalam upaya untuk menjadi komunitas yang saling melayani dan memperhatikan.
Ada 4 hal yang bisa dijelaskan di sini untuk lebih memahami teks Injil yang mau kita renungkan ini.
(a). Yesus menekankan ttg betapa berartinya setiap muridNya di hadapan Allah (Mat 18,10-11).
Ajakan Yesus dalam perikop ini tidak hanya dialamatkan kepada sekelompok murid tetapi ditujukan kepada semua muridNya, sambil mengingatkan mereka tetang betapa rapuhnya kondisi para muridNya berhadapan dengan dunia dan struktur pemerintahannya.
Ajakan untuk jangan menganggap rendah (lihat juga Mat 6,24) dipakai di sini untuk menunjukkan arti kurangnya hormat kepada para murid. Juga menunjukan arti tidak mencintai para murid. Yesus mengingatkan komunitasnya bahwa jika sikap inilah yang terjadi dalam komunitas maka cepat atau lambat komunitas akan mengalami kehancuran. Sikap itu menghancurkan komunitas.
Ajakan Yesus yang berupa semacam peringatan di atas ditutup dengan satu pernyataan positip, “Ingatlah” yang sesungguhnya menunjukkan betapa Allah menghargai para murid Yesus, bahwa kehadiran mereka ada di hadapan Allah. Allah memperhatikan mereka satu persatu, “Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga”. Jadi melalui para malaikat inilah ditunjukkan bahwa komunitas murid Yesus ada dalam perlindungan Allah.
Tidak hanya itu, ajakan Yesus ini mengandung perintah secara implisit, bahwa jika demikianlah yang terjadi di Sorga, demikian seharusnya terjadi di antara para anggota komunitas Yesus di dunia (lihat Mt 6,10). Sejalan dengan itu ada peringatan juga bahwa jika Allah di Sorga melihat segalanya, Ia akan menghukum mereka yang melakukan penyesatan terhadap para murid Yesus ( Mat 18,6-9.10a) dan akan dihukum sebagaimana ditunjukkan dalam Mat. 18, 6-9.
(b). Penekanan Yesus ttg para muridNya sebagai bagian integral umat kesayangan Allah. (Mat 18,12).
Kita lihat di sini ada dua pertanyaan untuk menjelaskan tentang pemeliharan dan tuntunan Allah.
Gambaran tentang gembala dan domba secara jelas menunjuk kepada tradisi Yahudi yang memandang umat Allah sebagai domba gembalaan dan pimpinan mereka sebagai gembala (bdk Maz 100. Lihat juga Mat 2,6; 9,36; 10,6 dll.) Maka gambaran yang dipakai di sini hanya mempertegaskan identitas murid Yesus sebagai suatu bagian integral dari umat Allah. Di lain pihak teks ini juga mengeritik para pemimpin agama secara khusus dalam Ezekiel 34, yang dinilai gagal untuk memenuhi tugas mereka menjadi gembala umat. Jadi bertentangan dengan sikap Allah kepada pemimpin, Allah sendiri yang akan mencari domba atau umatNya yang hilang.
Berhubungan dengan domba, dilukiskan bahwa domba memiliki kemampuan untuk menyimpang, keluar dari kawanan. Dan dalam konteks 18,1-10, domba yang hilang ini adalah seorang murid yang tidak setia yang disebabkan oleh perbuatan murid lainnya ataupun karena penganiayaan dan tantangan. Biarpun demikian domba yang tersesat itu dinilai berharga.
Apa yang dilukiskan di sini sesungguhnya adalah tentang Yesus dalam misinya di tengah orang Israel.
(c). Kegembiraan Allah ketika mendapatkan kembali muridNya yang bertobat (Mat 18,13).
Teks ini berbunyi, “jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat”. Bersama perumpamaan tentang harta terpendam (lihat Mat 13,44-45), di sini kenyataan menemukan kembali domba ini dirayakan dengan kegembiraan yang sangat besar.
Ada penekanan diberikan kepada kegembiraan untuk menerima kembali yang hilang lebih daripada memiliki yang lainnya. Mengapa demikian? Mungkin saja disebabkan oleh kenyataan bahwa menemukan kembali yang hilang adalah sesuatu yang amat tak pasti, meminta usaha yang luar biasa untuk mendapatkannya.
(d). Perintah kepada komunitas untuk meniru Yesus untuk selalu siap mencari murid yang hilang (Mat 18,14).
Gembala mewakili kehendak Allah : “Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang."
Domba yang tersesat memang beresiko hilang atau mati, yang tidak hanya menunjuk kepada keadaan eskatologis ( Mat 5,29-30) tetapi juga menunjukan suatu situasi hilang yang menyebabkan Allah menyelamatkannya (Mat 8,25; 10,6)
Tetapi bagaimana penyelamatan dari Allah bisa dipenuhi? Nah, di sinilah peran murid sangat ditekankan. Keselamatan dari Allah akan terlaksana dengan perantaraan para murid (Mt 6,10; 7,21; 12:50). Jadi kehendak Allah untuk menyelamatkan diberikan kepada komunitas para murid Yesus untuk meneladani sang Gembala (Yesus/Allah) dalam hal siap siaga dan aktif mencari siapapun dari murid Yesus yang tersesat.
Mengapa demikian ? Karena Allah dan Bapa itu mencintai semua tanpa diskriminasi dan pilih kasih (lihat Mat 5,45 dan Mat 18,10).

4. Ajakan Untuk Kita dan Komunitas

Bacaan di atas mengandung banyak hal untuk diterapkan dalam kehidupan komunitas murid Yesus dan komunitas religius dalam usahanya untuk menjadi komunitas yang sungguh saling memperhatikan, saling meneguhkan dan mendukung dalam hidup dan pelayanannya.
Ada dua hal yang bisa kita renungkan dari perikope di atas.
Komunitas Murid Yesus yang Sejati adalah komunitas yang memiliki penghargaan yang tulus kepada masing-masing anggota, dan penghargaan terhadap fungsi dan peran para anggotanya.
Sub judul tema di atas adalah Komunitas yang saling memperhatikan. Komunitas yang memperhatikan memberikan penekanan pada pembentukan hati nurani dan sikap menghargai sebagai suatu tindakan beriman. Mengapa tindakan beriman? Karena dasar penghargaan itu bersumber pada Allah yang menghargai masing-masing murid dan umatNya sebagai yang berharga, yang malaikat-malaikatNya duduk melayani Allah siang dan malam.
Jika Allah sedemikian mencintai umatNya, maka para anggota komunitas harus saling melayani, saling menghormati dan menghargai. Ajakan ini disertai juga dengan peringatan supaya tidak saling menyesatkan karena tindakan itu hanya akan berakibat kehancuran komunitas.
Komunitas yang saling menghargai secara tulus hendaknya menjadi juga komunitas yang saling mendukung dan tidak saling menjual atau menjelekan satu sama lain. Mungkin prinsip sederhana ini bisa menjadi bantuan kita untuk bertindak. Seorang Romo Paroki di Benteng Jawa dulu pernah katakan kepada saya, yang waktu itu praktek di parokinya. “Engkau SVD dan saya Projo. Tetapi kita berdua sama-sama imam. Karena engkau jaga saya dan saya jaga engkau. Di kamar makan kita bisa bertengkar tetapi depan umat, kita berdua hanya SATU.”
Perbedaan di antara anggota komunitas bukanlah bahaya tetapi kekayaan yang membantu kita menghidupkan komunitas kita. Jangan mencari dukungan di luar komunitas dengan menceriterakan keburukan anggota komunitasmu.
Apakah penghargaan yang tulus dan cinta masih menjadi prinsip yang memerintah dalam komunitas di mana anda hidup?
Komunitas Murid Yesus sejati adalah komunitas yang manusiawi.
Dalam banyak kesempatan rekoleksi dan retret untuk para novis suster dan frater, saya selalu mengatakan begini, “Belajarlah pertama-tama menjadi manusia yang baik, manusia sejati sebelum kamu mau menjadi suster atau pastor!”
Menjadi manusia yang manusiawi meminta dari kita menyadari siapa kita, menyadari kelebihan dan kelemahan kita, yang oleh Allah dianggap layak untuk menadah rahmatNya yang luar biasa. Pengenalan diri dengan segala karakter kemanusiaan kita akan membantu kita untuk mengerti mengapa Allah menjadikan kita ini citraNya. Citra Allah yang manusiawi seperti kita memiliki kemungkinan-kemungkinan untuk menjadi baik dan untuk gagal. Kita berpotensi juga untuk hilang dan tersesat karena kemanusiaan itu.
Maka menjadi komunitas manusiawi artinya menerima kemungkinan bahwa anggota komunitas bisa salah, keliru, gagal dalam usahanya menghidupi nasihat-nasihat Injil dan dalam usahanya membangun komunitas. Bila hal ini terjadi komunitaslah yang harus pertama-tama menjadi tempat dia diterima, dimaafkan, diberi kemungkinan untuk kembali menemukan jalan yang benar, dan bukannya menghukum dia dan menjauhkan dia.
Menjadi komunitas yang manusiawi artinya juga belajar dari kegagalan dan kesalahan orang itu untuk menjadi pelajaran komunitas. Bagi Yesus, usaha mendapatkan kembali domba yang hilang adalah tantangan namun baginya domba yang hilang tetaplah yang berharga dan selalu dicintaiNya.
Bagaimana komunitasmu bertindak berhadapan dengan kelemahan dan kegagalan dalam menghidupkan nilai-nilai Injil oleh para anggotanya?
Komunitas Murid Yesus yang Sejati adalah komunitas yang siap dan aktif mencari anggotanya yang tersesat, dan berpesta karena kembalinya mereka ke dalam komunitas.
Potensi hilang yang dimiliki oleh setiap murid Yesus justru membuat Yesus menyerahkan mandat kepada para muridnya untuk berusaha meneguhkan murid-murid lain. Petrus pernah diminta Yesus demikian.
Tugas para anggota komunitas berhadapan dengan anggota yang menyimpang adalah mencari secara aktif dan siap menerima dia kapan saja dia kembali. Kembalinya seseorang anggota ke dalam komunitas harus menjadi kesempatan untuk Pesta, Syukur dan kesempatan belajar lagi tentang usaha mengenal anggota komunitas.
Di sini peran pemimpin menjadi vital. Pimpinan komunitas harus menjadi orang yang aktif mencari dan memberikan bantuan bagi anggotanya yang menyimpang, dan bukannya menjadi institusi yang menghukum dan membuat anggota tersebut lebih jauh menghindar.
Cara apa saja yang diusahakan komunitasmu untuk mengembalikan anggota komunitas yang menyimpang ke dalam komunitas?

5. Penutup

Permenungan ini ingin saya tutup dengan satu kisah yang terjadi di negeri tetangga kita Filipina tentang pertobatan seorang biarawati. AKU BUTUH TANGANMU.
Seorang suster. Setelah terjadi hujan lebat yang mendatangkan banjir dan menghanyutkan puluhan rumah penduduk di daerah kumuh Philipina, datang mengunjungi tempat itu. Ketika tiba di Smoky Mountain yang terkenal itu, suster melihat seorang anak berdiri telanjang di depan sebuah rumah. Dinding rumah yang terbuat dari sisa-sisa sampah itu telah terbawa banjir. Dengan pandangan sejenak, segala yang ada dalam rumah tersebut bisa dilihat tanpa hambatan apapun, karena memang rumah tersebut tak berdinding. Dengan penuh rasa belas kasih suster itu bertanya; “Di manakah ibumu?”
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut anak itu. Matanya memandang jauh ke depan. Namun pancaran matanya mengatakan bahwa ia tak memiliki masa depan yang jelas. Ia telah kehilangan segalanya. Kedua orang tuanya telah hanyut bersama banjir. Dan satu-satunya yang kini ia miliki cumanlah sebuah rumah tak berdinding, sebuah rumah tak beratap. Matanya jauh menatap sebuah kehampaan.
Sang suster seakan mendapat pukulan yang keras dalam bathinnya. Kata-kata Yesus terdengar jelas di telinga suster itu; “Aku datang agar kamu memperoleh kepenuhan hidup.” Namun......apakah anak ini memperoleh kehidupan yang penuh?? Suatu kepenuhan dalam kehampaan?? Dalam kebisuannya, anak itu seakan berkata; “Aku butuh uluran tanganmu.”
Suster itu bertanya keras; “Yesus, apakah Engkaupun datang untuk anak yang malang ini?? Dan apakah yang harus aku perbuat???”
Peristiwa ini ternyata menjadi awal pertobatan suster tersebut, yang selanjutnya mengabdikan diri untuk hidup bersama kaum miskin, membantu mereka untuk bangun dan membantu diri sendiri.
Jika banyak orang di sekitar kita membutuhkan ketulusan uluran tangan kita. Komunitas kitapun dalam salah satu cara selalu membutuhkan uluran tangan kita.

@Roma, 2007-2008, P. Ansel Meo SVD

Tidak ada komentar: