Kita Membaca Kitab Suci Sebagai Sabda Allah
Dengan langkah gontai Anna memasuki ruang pertemuan itu. „Ah … membosankan! Dia lagi yang datang berikan ceramah hari ini,“ gerutunya dalam hati, sambil mengeluh tentang seorang pemberi ceramah mingguan tentang Kitab Suci.
Tetapi sudah komitmennya untuk terus menghadirinya. „Hari ini kita mulai pertemuan kita dengan membaca bersama Kitab Suci“. „Kenapa mesti membaca lagi dan lagi. Sampai kapankah ini berakhir? Kenapa tidak langsung ke tujuan, yakni ceramahnya saja.“ Sebel rasanya, tapi dia ikut membaca teks yang diminta hari itu.
„Kamu tak perlu mempelajarinya dulu. Tetapi dengan membacanya, kamu akan bisa bertemu dengan Dia yang sedang berbicara“, kata-kata sang guru ini bergema dan terus berulang terngiang kembali di telinganya. „Benarkah aku akan bertemu dengan Dia yang berbicara di sana?“
Diapun membuka Kitab Sucinya, dan mulai membacanya. Dia membaca dan membaca, sampai suatu ketika dia mengangkat matanya dari Kitab Suci itu. Tak ada orang di sana, terkecuali dirinya seorang diri. Dia termenung, “Aku telah membenarkan apa yang dikatakan kepadaku oleh penceramah itu. Ketika membacanya, aku cerasa di sapa sendiri olehNya. Tetani di manakah dia dan semua temanku tadi?” tanyanya kepada dirinya sendiri. Ternyata dia memang tengah tertidur di depan meja belajarnya ketika dia menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Dia bermimpi tengah mengikuti sebuah ceramah tentang Kitab Suci.
@@@
Hidup Anna memang bukan hidup religius. Tetapi baginya sama seperti bagi semua orang Kristen, inspirasi Sabda Allah harus menemani langkah dan perjuangan hidupnya. Dia merasa wajib untuk membaca Kitab Suci, buku kehidupannya, dan buku kehidupan Gereja.
Bagaimana dengan hidup religius? Haruskah kita membaca Kitab Suci setiap hari? Mengapa?
Membaca Kitab Suci bersifat vital dan harus dilakukan setiap hari, sebagai sebuah bagian integral dari makanan spiritual harian kita dan rutinitas harian kita, seperti halnya kegiatan makan-minum setiap hari. Seperti juga makan-minum setiap hari akan memelihara dan menguatkan kita, maka pembacaan Kitab Suci setiap hari pun akan membawa kekuatan Allah ke dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sejak pembaptisan kita memasuki proses pertumbuhan untuk menjadi gambaran Kristus. Proses ini akan berakhir dengan kebangkitan badan kita ke dalam persatuan kekal dengan Dia. Sepanjang proses itu, Allah terus memanggil kita untuk bertumbuh dalam cinta kasih dan pemuridan. Sepanjang waktu kita harus mendengarkan sabda Allah yang berbicara kepada kita, memberi isyarat kepada kita. Dengan demikian kebutuhan kita untuk membaca Kitab Suci guna mendengarkan suara Allah tak pernah akan selesai.
Kompleksitas Kitab Suci dan kedalamannya tak akan pernah dapat habis digali. Akan tetapi janganlah kenyataan itu dari sejak awal sudah mematahkan semangat kita untuk membacanya. Kita dipanggil untuk membaca Kitab Suci bukan agar lulus ‘test’ pada akhir bulan atau akhir tahun nanti. ‘Test’ kita akan datang pada akhir hidup kita di dunia fana ini, dan yang ditanyakan dalam ‘test’ itu pun adalah ‘cinta kasih’ kita (baca Mat 25:31-46), bukannya keahlian kita dalam hal-ikhwal Kitab Suci. Allah telah memberikan Kitab Suci guna menolong kita untuk lulus ‘test cinta kasih’. Kita juga jangan terlampau risau atas hal-hal yang kita tidak kita ketahui perihal Kitab Suci itu. Seharusnya kita merasa terhibur bahwa Allah telah memberikan kepada kita Kitab Suci sebagai sebuah sarana untuk bertumbuh dalam iman, dalam harapan, dalam cinta kasih, dalam persatuan dengan-Nya.
Allah memberikan kepada kita 1440 menit untuk hidup setiap harinya. Apabila kita menggunakan 15 menit saja dalam sehari untuk membaca Kitab Suci dalam suasana doa, maka hal ini akan membuat perbedaan atas sisanya yang sebanyak 1425 menit. Kalau kita dengan setia memakai beberapa menit setiap hari, sendiri saja bersama sabda Allah, maka usaha ini akan memainkan peranan yang sangat penting sehubungan dengan transformasi kita dalam Kristus.
Kita harus sadar bahwa Kitab Suci bukanlah sebuah ‘book of magic’. Kitab Suci pada dirinya sendiri tidak dapat mengubah hidup kita, berapa banyak pun yang telah kita baca. Akan tetapi Kitab Suci dapat menjadi sebuah sarana di mana Roh Kudus yang sama, yang telah menginspirasikan para penulis Kitab Suci, dapat menginspirasikan kepada kita –bukan hanya untuk memahami apa yang kita baca, tetapi juga memberdayakan kita untuk masuk ke dalam realita yang kita baca. Apa yang suci bagi kita perihal Kitab Suci adalah bahwa, melalui kata-kata yang tertulis dalam Kitab Suci itu kita dapat mendengarkan sabda Allah, dan dengan mendengarkan serta mentaati sabda Allah kita dapat ditransformir menjadi gambaran-Nya sendiri.
Kitab Suci bukanlah sebuah buku untuk dipelajari dan dikuasai seperti buku sejarah, bukan juga seperti buku cerita detektif. Kitab Suci adalah sebuah buku yang setiap hari kita harus kembali kepadanya, membaca kembali nas-nas yang sudah kita kenal, agar kita dapat masuk lebih dalam lagi ke dalam misteri yang diwahyukan oleh nas-nas itu.
Konsili Vatikan II melalui konstitusi Dogmatik Dei Verbum No 13, yang dikutip oleh Buku Katekismus Gereja Katolik no. 101 menjelaskan,
“Untuk mewahyukan Diri kepada manusia, Allah berbicara dalam kebaikan-Nya kepada manusia dengan bahasa manusiawi: "Sabda Allah yang diungkapkan dengan bahasa manusia, telah menyerupai pembicaraan manusiawi, seperti dahulu Sabda Bapa yang kekal, dengan mengenakan daging kelemahan manusiawi, telah menjadi serupa dengan manusia"
Dan Katekismus no 104 masih melanjutkan,
“Di dalam Kitab Suci, Gereja selalu mendapatkan makanannya dan kekuatannya karena di dalamnya ia tidak hanya menerima kata-kata manusiawi, tetapi apa yang sebenarnya Kitab Suci itu: Sabda Allah. "Karena di dalam kitab-kitab suci Bapa yang ada di surga penuh cinta kasih menjumpai para putera-Nya, dan berwawancara dengan mereka" (DV 21).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar