Renungan Kedelapan
Pengampunan Allah Mewajibkan Kita Menjadi Komunitas Pengampunan
Doa Pembukaan
Bacaan : Matius 18:23-35
23Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. 24Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. 25Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. 26Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan.
27Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.
28Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! 29Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. 30Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya.
31Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. 32Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. 33Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? 34Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.
35Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."
Memahami Teks dan Strukturnya
Perumpamaan tentang hamba yang tak bisa mengampuni sesamanya menampilkan kepada kita suatu pesan yang sangat penting dan mendasar yakni bahwa Allah meminta para murid Yesus untuk saling mengampuni. Hamba yang telah diampuni namun tidak bisa mengampuni sesamanya menampilkan buruknya konsekwensi yang harus ditanggung oleh murid yang “tidak mendengarkan” (Mat 18,16.17), dan murid yang tak melanjutkan pengampunan kepada yang lain. Dan dalam perumpamaan ini dibuat analogi yang jelas antara melepaskan seseorang dari utangnya dan melepaskan seseorang dari dosanya (lihat juga hubungannya dengan Doa Tuhan dalam Mat 6,12.14-15).
Perumpamaan ini juga memiliki banyak kesulitan untuk ditafsirkan dan direnungkan, justru karena adanya ketidaksesuaian di antara berbagai unsur ceritanya. Minimal ada dua hal yang patut kita perhatikan di sini:
· Ada masalah antara koneksi dalam ceritera ini dengan kisah sebelumnya dalam kata “Oleh SEBAB itu”. Kita melihat bahwa konteks kisah ini memang sudah jelas karena melukiskan tentang upaya untuk mencontohi Allah yang mengampuni, yang adalah suatu norma bagi kehidupan komunitas murid Yesus. Karena itu konteks kisah sama sekali bukannya untuk melukiskan tentang konsekwensi yang sangat mematikan yang diperoleh oleh para murid ketika tak mengampuni sesamanya (lihat Mat 18,15-17). Namun koneksi yang digunakan di sini sedikit bermasalah atau problematik, ketika teks ini dihubungkan dengan Mat 18,21-22. Mengapa bermasalah? Karena biarpun perikope ini menjelaskan tentang pengampunan tetapi perumpamaan yang dipakai di sini tidak mewakili sikap pengampunan itu. Sang Raja dalam perumpaan ini tak mengampuni secara berulang kali dan lebih dari itu dia juga mengambil kembali pengampunan yang sudah diberikannya, pada saat sang hamba tak mengampuni biar hanya sekali saja.
· Raja dan kerajaannya pada umumnya dipahami sebagai gambaran Allah dan KerajaanNya (Mat 18,35). Untuk kita ada kesulitan lagi disini karena Injil telah membangun gambaran bahwa kerajaan Allah ditunjukkan dalam diri Yesus pada umumnya tak seperti kerajaan Romawi yang membawa kematian dan penindasan seperti para raja umumnya (lihat Mat 17,25 dan Mat 20,25). Perumpamaan ini memancing persoalan ini. Raja adalah tyrani yang menggumpulkan upeti dari para hamba seperti halnya raja Romawi (lihat 18,24) tetapi pada akhirnya menindas para hamba itu tanpa belas kasihan. Kelihatan dia baik karena ia membebaskan seseorang dari hutangnya, tetapi itu berlangsung sebentar saja. Mungkin ini ditampilkan mengingat tradisi biblis juga mengalami Allah sebagai kehadiran yang menindas. Tapi kita mesti pahami bahwa Injil mencari jalan untuk menampilkan gambaran Allah yang lain.
Melihat dua persoalan ini, kita bertanya kenapa kisah ini ditampilkan oleh penginjil Mateus? Kita bisa menduga bahwa hal ini perlu ditampilkan di sini sebagai awasan agar kita memperhatikan hubungan yang ditampilkan dalam cerita ini secara lebih berhati-hati.
Karena itu ada baiknya melihat beberapa hal penting yang berhubunga dengan teks ini untuk membantu kita mengapa komunitas kita diminta untuk menjadi komunitas pengampunan.
(a). Bukan persoalan ekonomi tetapi soal praktek kekuasaan sang raja dan ketaatan hamba-hambanya ( Mat 18, 23-26)
Secara sepintas kelihatannya teks ini bicara tentang persoalan ekonomi tentang hutang-piutang, ataupun persoalan politik tentang kewajiban membayar pajak dan upeti masa itu. Tetapi secara lebih teliti sebenarnya yang terjadi di sini adalah soal bagaimana praktek kekuasaan sang raja berhadapan dengan para hamba-hambanya. Lebih dari itu, soal inti di sini sebenarnya mau menunjukkan juga bahwa raja yang dalam Injil sering digambarkan secara negatif itu dikaitan dengan peran Yesus dan Allah dalam komunitas para murid, di mana Dia selalu dianggap sebagai Raja. Dan raja yang satu ini memiliki hubungan dengan murid-muridNya yang pada umumnya secara sosial adalah orang-orang pinggiran.
Kallau begitu, Yesus mau menekankan betapa pentingnya para muridnya taat kepada norma yang telah dibangun sebagai aturan komunitas, terutama berhubungan dengan hal mengampuni. Yesus meminta agar komunitas para muridNya sungguh-sungguh taat dan sungguh-sungguh mengampuni.
(b). Belaskasihan dan kemurahan mentransformasi atau mengubah orang yang berhutang dan bersalah (Mat 18,27)
Ketaatan sang hamba dalam kisah ini membuat rajanya puas, makanya dia mengubah sikapnya, “dari belaskasihannya, dia membebaskan hamba itu dari segala hutangnya dan mengampuni dia”, demikian Injil tadi. Tindakan belaskasihan dan kemurahan ini jelas menunjuk kepada Yesus, sekaligus membedakan Yesus sebagai Raja dari para raja dunia. Para pembaca atau murid tahu bahwa belaskasihan Yesus selalu nampak dalam seluruh hidupnya, dan tindakan Yesus inilah yang mengubah orang yang dijumpaiNya dan memberikan manfaat berlimpah bagi orang yang bermasalah.
(c). Pengalihan persoalan dan upaya pembalasan dendam pada yang lain karena suatu masalah dan konsekwensinya(Mat 18,28-30)
Bagian berikut dari naskah ini beralih kepada sikap hamba yang tadi diampuni. Dia memang diampuni, tetapi dia sangat malu karena kedapatan bersalah di hadapan raja, dan malu karena dia harus meminta ampun dari sang raja. Apa yang dia buat sekarang adalah satu cara untuk mendapatkan kembali kuasanya, menyelamatkan wibawanya terhadap orang yang posisinya lebih rendah dari dia.
Jadi di sini bukan lagi soal uang yang dipermasalahkan tetapi soal wibawa dan kuasa, bagaimana dia berusaha memperoleh kembali kuasanya berhadapan dengan mereka yang berada di bawahnya. Itulah sebabnya ketika sang bawahannya meminta diampuni, dia tak memiliki belas kasihan sedikitpun. Dia menolak, dan “dia memasukkan bawahannya ke penjara, sampai orang itu melunaskan hutangnya.
Baik tindakan raja yang mengampuni maupun tindakan hambanya ini yang tak berbelaskasihan, sebenarnya sama – sama menunjukan bagaimana keduanya menunjukkan kuasa atau pengaruh atas yang lain. Belaskasihan si raja juga adalah cara dia mengontrol bawahannya.
(d). Reaksi raja ketika mendengarkan keluhan para hamba (Mat 18, 31-34)
Raja mengingatkan hambanya akan pengalamannya sendiri sebelumnya (ayat 26-27). Tetapi mengapa sang raja menjadi begitu marah lalu menarik kembali pengampunan yang sudah dia berikan sebelumnya? Menghubungkannya dengan arti tindakan belaskasihan sang sebelumnya sebagai bentuk kontrol dan kuasa, kita saksikan di sini bahwa tanggapan sang raja terhadap tindakan sang hamba jelas: Dia menghukumnya. Untuk apa? Untuk mengingatkan kepada yang lain, bahwa kalau hal seperti ini terjadi lagi, maka nasibnya sama seperti hamba ini. Sekali lagi, dengan tindakan mencabut kembali pengampunannya, raja menunjukkan bahwa dia berkuasa, dia bukan raja yang lemah.
(e). Ajakan untuk selalu melaksanakan kehendak Allah ( Mat 18,35)
Sampai pada titik ini, para pembaca sudah bisa menarik kesimpulan sendiri, bahwa kerajaan Allah tidaklah demikian. Raja dalam kisah ini tidak mewakili Allah dan KerajaanNya dan Allah tak mendukung kerajaan yang menindas. Tapi sekarang muncul kejutan, “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu”.
Yesus menunjukkan bahwa tindakan akhir sang raja itu mewakili tindakan yang akan Allah lakukan. Mengapa ?
Inilah strategy Injil atau pendekatan dari penulis yang mau membuat kehendak Allah dikenal oleh anggota komunitas murid Yesus dan mengingatkan para muridNya akan konsekwensi kalau mereka tak taat. Dan yang jauh lebih penting di sini ialah penekanan bahwa pengampunan Allah selalu menyanggupkan orang untuk mengampuni orang lain. Pengampunan Allah adalah kekuatan yang menyanggupkan orang untuk mengampuni yang lain.
Tetapi kalau kekuatan dan rahmat ini dibiarkan, diremehkan saja, maka kita siap menerima resiko di kehidupan mendatang. Menyangkal ajaran Yesus akan pengampunan ini berarti siap menerima konsekwensi di kehidupan akhirat.
Untuk Direnungkan
Biarpun pengampunan membawakan banyak keuntungan terutama bagi yang membuatnya, ternyata tidak semudah dalam pelaksanaannya. Dalam kaitan dengan teks Injil yang kita renungkan ini, dua hal penting, barangkali baik untuk kita renungkan dan dalami hari ini.
1. Menghidupkan hubungan antar anggota komunitas atas dasar hubungan persahabatan yang manusiawi dan bukannya atas dasar atasan-bawahan:
Berhadapan dengan sahabat akan mudah bagi seseorang untuk berbagi pengalaman, berbagi derita, daripada jikalau ia berhadapan dengan seorang atasan, seorang yang mempresentasikan dirinya sebagai seorang senior, seorang atasan berhadapan dengan bawahan, dsb. Hubungan yang sehat di antara anggota komunitas tidak bisa didasarkan pada relasi atasan dan bawahan, relasi antara seorang yang mengatur, merencanakan dan mengontrol dengan banyak orang yang melaksanakan, mengerjakan, dipersalahkan dan dihukum.
Hubungan antar anggota komunitas murid Yesus memang tetap mempertahankan peran khas masing-masing anggota, tetapi dengan menekankan aspek persahabatan sebagai kekasannya. Menjadi sahabat yang setara, itulah hubungan antar anggota komunitas.
2. Mengembangkan perasaan empati dan kebiasaan melihat sama saudara secara positif:
Ketika seseorang terlibat dalam kesalahan, pelanggaran, para anggota komunitas diminta kesediaan mereka untuk mengembangkan empati, memberikan perhatian dan mencoba berpikir bagaimana seandainya kita sendiri berada dalam kondisinya. Hendaknya mereka tak dilihat sebagai musuh yang harus dijauhkan, dan mulailah memikirkan kualitas positif yang dimiliki orang itu dan berpandanglah positif tentangnya.
Bagai orang yang bermasalah, mulailah membuat jurnal pergulatannya sendiri dalam situasi sulit itu dan jangan lupa mulai juga melihat diri secara lebih positif.
3. Menanamkan komitmen komunitas sebagai komunitas yang mengampuni
Kalau tahap kedua di atas bisa dilewati, maka komunitas sebenarnya tengah melindungi dirinya dari kehancuran dan keterpecahan lebih lanjut di antara anggotanya. Komunitas mulai bergerak dari suatu sikap mempersalahkan kepada sikap solider dan bertenggangrasa. Komunitas menjadi sebuah komunitas di mana anggota memiliki pikiran, “hari ini celaka menimpa si dia, barangkali esok saya mendapatkannya. Komunitas yang demikian memberanikan anggotanya untuk berjalan maju, bukan melupakan begitu saja kesalahan orang, tetapi bersama-sama membantu anggota bermasalah berlangkah maju, keluar dari masalah.
Komunitas demikian adalah komunitas yang mengalami penyelamatan Allah sebagai bagian integral dari keberadaannya sebagai komunitas.
@ P. Ansel Meo SVD - Roma, 2007-2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar