“Pengalaman Pribadi Sebagai Wadah Pengalaman Akan Allah”
Doa pembukaan :
Mazmur 8
Pengantar Singkat :
Bicara tentang pengalaman, rasanya tak baru. Tentang pengalaman, kita sering dengar ungkapan-ungkapan seperti berikut ini : “Pengalaman adalah ibu dari segala pengetahuan”, atau juga “Pengalaman adalah Guru kehidupan yang terbaik”, dst. Ungkapan-ungkapan seperti ini sesungguhnya adalah penegasan bahwa apa yang kita ketahui selalu berhubungan dengan apa yang sudah pernah kita alami dan kita rasakan. Mengapa demikian? Karena kita adalah makhluk yang tersusun dari kesatuan jiwa dan raga sekaligus. Dan sarana untuk itu tidak lain adalah tubuh kita. Tubuh kitlah sarana komunikasi antara kita dengan dunia luar dan sebaliknya.
Renungan pembukaan misa kemarin, dengan Kisah Kasih yang diceriterakan kembali sebenarnya memberikan penekanan yang sama akan pentingnya mengingat pengalaman, pentingnya merefleksikan kembali pengalaman dan memberi arti pada setiap pengalaman kita, entah itu pengalaman di novisiat sekarang, pengalaman di masa postulan, aspiran dan tentu saja pengalaman masa kecil kita bersama orangtua.
Hari ini tema pertama yang akan kita dalami sepanjang hari ini adalah Pengalaman pribadi sebagai Wadah Pengalaman akan Allah. Kita menempatkan diri kita dalam Pengalaman sebagai Novis saat ini.
Kita akan dibantu dengan lagu berikut. Kita dengarkan lagu ini, kita hayati pesannya dan kalau perlu kita doakan mereka yang disebutkan dalam lagu ini. Dan sambil mendengarkan lagu berikut, coba tulis syair lagu tersebut dan apa kira-kira jawabanmu atas pertanyaan singkat tentang lagu ini?
1. Apa saja yang menjadi tema lagu ini ?
2. Adakah hal-hal yang berlawanan yang diungkapkannya? Apa saja ?
3. Apakah lagu ini memang adalah doa sang penyanyi?
Lagu Pengantar Permenungan :
Judul Lagu : Natal di Kampung Halamanku
Vocal : Viktor Hutabarat
Album : Nostalgia Natal
Teringat saat Natal bersama di kampung halamanku,
Terkenang wajah mama papa yang aku kasihi
Bertahun sudah kita tak jumpa hati ini sangat rindu
Tuhan, sertailah mereka
Kini satu lagi tahun berganti di hari hidup kita ini
Adakah kita kan bertemu, adakah Tuhan
Selangkah saja maut menghampiri, pada hidup kita ini
Tuhan, sertailah mereka
Refr.
Bila kuingat kembali kasih sayangmu yang telah membesarkan daku
Ingin rasanya kukembali pada manisnya masa kecilku dulu, oooo
Mama, slamat Natal Mama, Papa, slamat Natal Papa
Mama, slamat Tahun Baru, Papa, slamat Tahun Baru
Kini satu lagi tahun berganti di hari hidup kita ini
Adakah kita kan bertemu, adakah Tuhan
Selangkah saja maut menghampiri, pada hidup kita ini
Tuhan, sertailah mereka
Pendalaman dan Refleksi :
· Lagu ini memang menjadikan Nostalgia Natal di Kampung Halaman sebagai salah satu temanya. Sebuah pengalaman masa lalu yang bikin rindu kampung halaman, bikin dia rindu orangtua, dan bikin orang merenung lebih lagi tentang hidupnya, ‘masih mungkinkah bertemu dengan mereka yang dikasihi?’ Betapapun jauh, dan lamanya, kerinduan seperti itu membangkitkan kenangan bahwa mereka tak terlupakan.
Pengalaman yang dituangkan dalam lagu ini juga bicara tentang topik-topik penting kehidupan. Kerinduan untuk bertemu, indahnya masa kecil dan kasih sayang orangtua, perayaan Natal dan Tahun Baru yang mempersatukan, dan tentang hidup dan kematian.
Selain itu pengalaman itu menampilkan secara jelas adanya kontras dalam kehidupan: rindu kampung halaman sementara dirinya masih di tanah rantau, kematian dan kehidupan, masa kecil dan kenyataan diri yang tengah menjadi tua.
Dan lebih dari itu, pengalaman itu membantunya memanjatkan doa bagi mereka yang dikasihinya.
Secara singkat, lagu ini adalah sebuah pengalaman hidup yang direfleksikan sehingga menjadi berarti dan bermakna. Ia menggerakan hati dan menuntun orang juga sampai kepada Tuhan dalam doa.
· Bukankah kita juga memiliki pengalaman-pengalaman itu? Pengalaman-pengalaman kita dengan indera dan perasaan kita menentukan juga cara kita melihat dunia ini. Dan salah satu dunia yang sedang kita geluti saat ini adalah Dunia Novisiat. Bagaimana indera dan perasaan-perasaanmu membantumu melihat masa novisiatmu saat ini?
· Hari ini kita akan meluangkan waktu kita untuk menelusuri kembali pengalaman-pengalaman apa yang telah kita alami selama ini dan perasaan-perasaan apa saja yang telah menyertai pengalaman itu. Karena amatlah penting merefleksikan pengalaman-pengalaman kita sehingga ia memberi makna kepada kita, memberikan kekuatan baru kepada kita. Karena salah satu prinsip hidup rohani yang penting adalah : Refleksi atas hidup menjadikan hidupmu layak untuk dihidupi. Mereflesikan pengalaman kehidupan, membuat hidup kita jauh lebih berarti, dan menjadikan hidup kita lebih layak untuk kita hidupi. Karena pengalaman masa lalu membentuk kita sekarang ini. Dan pengalaman pribadi yang kita refleksikan akan membantu kita untuk menyadari pengalaman akan Allah.
· Sebuah cerita kecil bingkisan Pater Tarsis Sigho SVD dari Taiwan, bisa menghantar kita kepada refleksi pribadi, dengan judul “Gandengan Tangan Papi”
Seorang anak putri berumur empat tahun. Sejak ia dilahirkan, ia telah ditinggal pergi oleh ayahnya. Hingga saat ini ia tak pernah bertemu ayahnya. Ayahnya tak pernah kembali lagi untuk menjenguknya, dan tentu saja ia tak pernah merasakan indahnya kasih sayang seorang bapa.
Suatu hari ia diajak dan dibawa ibunya untuk berjalan-jalan di taman. Sang ibu menggandeng tangannya, membimbingnya menikmati indahnya taman itu. Sungguh di luar pikiran sang ibu. Di saat itulah sang anak menarik tangan ibunya, meminta berhenti sejenak. Ia memandang tajam mata ibunya dan dengan penuh kerinduan berkata; “Mami.., nanti kalau aku udah punya papi lagi, mami gandeng tanganku yang ini dan papi gandeng tangan yang ini.” Katanya sambil mengangkat tangannya memberikan isyarat siapa nanti menggandeng tangan yang mana. Sungguh bisa dilihat betapa anak itu memiliki suatu kerinduan maha dalam, kerinduan akan kasih sayang seorang bapa.
Kita tak tahu apakah kerinduan sang anak itu akan tercapai. Namun satu hal adalah pasti; Kerinduan sang anak ini sungguh mewakili kerinduan abadi setiap insan akan persatuan yang intim dengan suatu realitas yang lebih besar, yakni persatuan intim dengan Tuhan sang Pencipta.
Kerinduan yang sama pernah pula didengungkan oleh Pemazmur; “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?” (Mzm. 42:1-2) Ya Tuhan, hanya pada-Mulah jiwaku berharap. Amin!!
Refleksi pribadi tertulis & Pertanyaan Penuntun
Dua pertanyaan penuntun untuk refleksi Pribadi dan syering kelompok :
1. Bagaimanakah perasaan saya selama berada dalam biara selama ini ?
2. Apa yang membuat saya gembira dan apa saja yang menantang saya sebagai biarawan/wati dalam Kongregasi saya selama ini ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar