SAPAAN PENGASUH


Selamat bertemu buat para pembaca dan pengunjung blog ini. Kiranya Tuhan kita Yesus Kristus, yang memanggil kita semua kepada kesempurnaan hidup dalam Bapa dan kekayaan rohani dalam KerajaanNya menganugerahkan kegembiraan dan kesuksesan dalam hidup, pelayanan dan keseharianmu.

Anda mengunjungi blog RETRET & REKOLEKSI PASTOR UDIK. Saya suka nama itu, bukan saja karena karya pastoral awal saya sebagai imam, saya lewati sambil mengunjungi berbagai kampung yang sering dicap udik alias kurang maju, tetapi juga karena mengingatkan saya, akan Yesus dari Nasareth, pastor dan gembala sejati yang para muridnya adalah orang-orang sederhana, udik dan marginal.

Apa ada persamaan di antara kita yang mengunjungi blog ini dengan para murid Yesus itu? Saya kira ada dan hal itu adalah kesediaan kita untuk duduk sambil mendengarkan DIA, sang Guru Rohani, Maestro Kehidupan yang tengah bersabda kepada kita.

Selamat menikmati sajian di blog sederhana ini. Selamat menarik diri dari keseharianmu dan menikmati detik-detik berharga berada sang Guru, Pastor dan Gembala dari udik, mulai dari Nasareth hingga ke kampung dan dusun udik pengalaman kita.

Kiranya Tuhan memberkati kita.

Ansel Meo SVD

Senin, Oktober 27, 2008

BERTOLAKLAH LEBIH DALAM (9)

“Mencintai Yesus secara Radikal dalam Penghayatan Kaul”


Doa atau Lagu Pembukaan :

Doa kepada Roh Kudus

Bacaan :
Mat 14 : 22 – 33 : Petrus dalam kisah Yesus berjalan di atas air

Renungan :

Bagaimana kita melihat Kaul dalam Hidup membiara ?
Bila kita bertanya bagaimana kita bisa menjelaskan adanya kaul dalam hidup membiara, barangkali kita bisa memberikan beberapa jawaban singkat di bawah ini.

(i). Hidup berkaul sebagai Sarana pengungkapan identitas diri :

Salah satu aspek penting dalam pilihan hidup membiara adalah panggilan untuk hidup berkaul yang dilihat juga sebagai bentuk pengungkapan jati diri kita sebagai orang biara, entah frater, bruder, suster maupun pastor. Kaul-kaul karenanya adalah sarana pengungkapan identitas diri yang sejati. Hidup berkaul karenanya perlu menadi bentuk penjelmaan pribadi kita, sehingga kaul-kaul tidak dilihat sebagai beban, sebagai sekedar norma atau peraturan atau hukum tarekat yang memberatkan, tetapi menjadi sumber kekuatan dan kebahagiaan.

Hari ini dalam tema besar Mencintai Yesus secara radikal, secara sengaja saya membawa anda kepada penjelasan tentang Hidup Berkaul yang adalah satu bentuk atau cara mencinta yang boleh dibilang sangat radikal. Penting sekali saya tekankan di sini bahwa kita berkaul bukan karena kita tak bisa kawin, tak boleh menjadi kaya dan harus tunduk dan patuh kepada orang lain, tetapi HIDUP BERKAUL adalah PANGGILAN UNTUK MENCINTAI. Dan yang menjadi sebab kita memilih cara hidup seperti ini ialah KARENA YESUS. Yesuslah yang berinisiatip memanggil kita melalui hidup membiara.


Kalau saya kita pernah cerasa heran dan bertanya bagaimana seorang pemuda A bisa jatuh cinta dengan si dara B, lalu menikah dan berkeluarga, beranak cucu, apalagi cara Tuhan memanggil si A atau si B dan yang membuat mereka meninggalkan semuanya, mengikrarkan kaul-kaul. Itulah misteri cinta antara Allah dan manusia dan sebaliknya.

(ii). Unsur institusional dan unsur personal tak bisa dipisahkan dalam hidup berkaul :

Kita menghayati kaul didasarkan norma yang ditetapkan oleh institusi atau kongregasi tertentu. Makanya ada biara SVD, SSpS, Carmelitan, Fransiskan dan Fransiskan Sacro Cuori, dll. Dalam praktek dan sejarah hidup biara ada institusi yang terlalu mendewakan aspek lembaga seperti ini, sampai akhirnya para anggotanya kehilangan kebebasannya dan melihat kaul sebatas sebagai Norma yang harus diikuti. Akibatnya, orang mulai rasa tak nyaman, tak cerasa at home tinggal di biara dan mulai longgar dalam penghayatan kaul dan pelan-pelan cari obyek lain hingga bahkan meninggalkan tarekat mereka.


Kaul juga dihayati secara personal berdasarkan pengalaman pribadi akan Allah yang sangat intim dan mesra, yang diungkapkan dalam hidup doa yang berkanjang serta korban tanpa pamrih. Nah bila ini terjadi, norma yang dibuat lembaga tak lagi dilihat sebagai beban tetapi sebagai sarana ampuh untuk menjadi lebih dekat dengan Tuhan.

(iii). Kaul sebagai Bentuk Pengungkapan Pengalaman Panggilan Pribadi :

Ketika saya meminta anda merefleksikan tentang bagaimana perasaan anda selama masa novisiat, tentu anda tiba juga pada kesadaran bahwa dalam sejarah panggilan hidupmu ada kesan kesan yang kuat, perasaan yang berkobar-kobar dan tak terlupakan, yang melahirkan komitmen dalam dirimu untuk memilih cara hidup berkaul dalam hidup membiara. Dan kesan-kesan seperti inilah yang membentuk identitas rohani kita.


Injil yang kita baca di atas, mengisyaratkan bahwa tak jarang, kita memilih hidup berkaul karena mau ikut orang, mau tiru orang lain yang lebih dulu, atau mau hidup semata-mata untuk memberikan kesan hebat kepada orang lain.

Petrus terkenal dalam hal ini. Ia dipuja oleh teman-temannya, walaupun terkadang ia buat tanpa piker, lalu teman-temannya bilang ia suka cari muka. Makanya ketika lihat Yesus sang guru jalan di atas air, dia juga mau. Tapi ketika Yesus minta dia jalan di atas air, dia mulai bimbang, goncang imannya oleh pengaruh angina dan taufan duniawi dan mulai tenggelam. Saat itulah ia berteriak, “Tuhan tolonglah aku.” Dan bagaimana jawaban Yesus, “Hai Petrus, betapa dangkalnya imanmu…”

Karena itu, kita mesti tunjukkan dirimu yang asli dalam menanggapi apa artinya BERKAUL baik dari sisi institusi maupun secara personal berdasarkan kehendak bebasmu sendiri. Jangan sampai kita bilang, “Hei … apakah kita mau berkaul atau tidak?”


Karena pada akhirnya pribadilah yang bertanggung jawab atas pilihannya. Makanya penghayatan hidup berkaul harus mengalir dari pengalaman pribadi yang unik dengan Allah. Pengalaman inilah yang memberikan kepadamu identitas rohani. Dan dari sanalah terlahir nilai rohani yang terpancar keluar, seperti belas kasihan, kebebasan, persahabatan, pasrah, pengampunan, kejujuran, dll.

Makna Kaul secara umum :

Secara umum, kita bisa memahami kaul-kaul yang diucapkan oleh orang biara sebagai berikut :

(i). Kemurnian :

Cinta yang sifatnya inklusif dan merangkul semua orang, dan karenanya tahu batas. Konsekwensinya di sini ialah tak ada cinta eksklusif – cinta yang dipilih karena anda suka.

(ii). Kemiskinan :

Orang mengandalkan penyelenggaraan Allah dalam hidupnya. Dia mempercayakan hidupnya kepada Allah sebagai satu satunya sumber kasih dalam hidupnya. Dan konsekwensinya ialah orang tak mengandalkan harta, pangkat karena sadar bahwa itu semua palsu dan semu.

(iii). Ketaatan :

Orang mengutamakan kehendak Allah. Dan sebagai konskewensinya, orang melepaskan egoismenya, napsu pribadinya akan segala kemapanan, akan segala kesenangan.
Dan dasar semua kaul ini ialah CINTA YANG MURNI kepada Tuhan dan kepada sesama.

YESUS – MODEL PENGHAYATAN KAUL KEBIARAAN :

Mau ditonjolkan di sini bahwa Yesuslah yang menjadi contoh dan idola kaum religius dalam penghayatan kaul-kaul mereka.

 SELIBAT – KEMURNIAN :

Yesus dipenuhi pengalaman akan ABBAnya dan Dia hayati hidup murni untuk melaksanakan kehendak BapaNya. Hal ini menentukan caranya berelasi dengan semua yang lain.
Kaul ini meminta kita untuk mencintai secara inklusif – mencintai semua arah. Tapi karena kita manusia yang terbatas – perlu buat PRIORITAS. Maka butuh refleksi, jujur, tahu diri, tahu status, tahu sesama dan tidak terjerat dalam situasi bahaya. Perlu peka. Dan mencintai orang bukan sebagai obyek pelampiasan napsu belaka.


Tantangan dalam kaul ini ialah : kita terlalu intim dengan orang tertentu dan khusus saja.

Kaul ini juga meminta kita mempersilahkan orang lain masuk ke dalam hidup kita dan membiarkan mereka pergi meninggalkan kita (tidak terikat – melekat). Harus berani melepaskan pergi, walaupun menyakitkan.

Kaul ini meminta kita juga mencintai mereka yang paling membutuhkan, terluka, sakit hati, stress, diolok dan dikucilkan. Kita dipinta Yesus untuk membawa damai dan pembebasan bagi mereka.

Dan pada akhirnya kaul ini meminta kita untuk melihat KOMUNITAS sebagai sekolah untuk belajar bagaimana kita menjalin cinta yang akrab dengan sesama. Maka persahabatan dan Komunitas menjadi hadiah.

 KEMISKINAN :

Dasar kaul ini adalah Cinta pada Tuhan. Harta kekayaan Yesus adalah BapaNya yang mencintaiNya dan memberikan Dia identitas diri yang jelas. Dia Putra yang dikasihi BapaNya.

Bagi Yesus kemiskinan adalah hidup sepantasnya dan seadanya. Maka untuk kita kaul ini adalah satu sarana untuk melepaskan kelekatan duniawi, siap sedia melayani, sederhana, syukur dan keamanan dalam Tuhan.

 KETAATAN

Dasar kaul ini ialah pilihan untuk mencintai Yesus dan mengikuti kehendak BapaNya. Makanya ketaatan kaum religius menuntut juga pengingkaran diri, pelayanan tanpa pamrih supaya bisa wujudkan tujuan bersama.

Jadi ketaatan bukan sama dengan minta ijin tetapi keterlibatan, kesetiaan yang juga bersikap kritis. Dia berciri : membangun tanggung jawab bersama, pribadi dewasa, dengarkan sesame, dialog, menghargai pribadi orang lain dan saling melengkapi.


Ketaatan menuntut baik pimpinan maupun anggota tarekat untuk memilih mana yang terbaik menurut Nasihat Injil bagi dunia dan sesama. Dan karena itu, orang perlu mendengarkan roh, membuat discerment, mendengarkan pimpinan dan mendengarkan Roh yang picara dalam diri anggota sederhana dan bahkan orang miskin.


Copyright © 15 September 2006, by Anselm Meo, SVD

Tidak ada komentar: