SAPAAN PENGASUH


Selamat bertemu buat para pembaca dan pengunjung blog ini. Kiranya Tuhan kita Yesus Kristus, yang memanggil kita semua kepada kesempurnaan hidup dalam Bapa dan kekayaan rohani dalam KerajaanNya menganugerahkan kegembiraan dan kesuksesan dalam hidup, pelayanan dan keseharianmu.

Anda mengunjungi blog RETRET & REKOLEKSI PASTOR UDIK. Saya suka nama itu, bukan saja karena karya pastoral awal saya sebagai imam, saya lewati sambil mengunjungi berbagai kampung yang sering dicap udik alias kurang maju, tetapi juga karena mengingatkan saya, akan Yesus dari Nasareth, pastor dan gembala sejati yang para muridnya adalah orang-orang sederhana, udik dan marginal.

Apa ada persamaan di antara kita yang mengunjungi blog ini dengan para murid Yesus itu? Saya kira ada dan hal itu adalah kesediaan kita untuk duduk sambil mendengarkan DIA, sang Guru Rohani, Maestro Kehidupan yang tengah bersabda kepada kita.

Selamat menikmati sajian di blog sederhana ini. Selamat menarik diri dari keseharianmu dan menikmati detik-detik berharga berada sang Guru, Pastor dan Gembala dari udik, mulai dari Nasareth hingga ke kampung dan dusun udik pengalaman kita.

Kiranya Tuhan memberkati kita.

Ansel Meo SVD

Jumat, September 18, 2009

37. Yesus Memanggil Orang yang Dikehendakinya .... dan Kitapun Dipanggil olehNya

Renungan


Benar bahwa Yesus memanggil banyak orang selama hidupNya, walaupun mesti juga dijelaskan bahwa Ia tak memberikan kriteria tentang orang macam apakah yang dikehendakiNya. Dia panggil semua tipe manusia : nelayan, pemungut cukai, pendosa, orang-orang kebanyakan.
Beberapa di antaranya disebutkan juga namanya, yang lain disebutkan tentang pekerjaan dan profesinya, tetapi juga banyak yang tak disebutkan apapun tentang mereka. Kenapa demikian? Rupanya mereka inilah yang dipakai untuk menunjuk-kan bahwa setiap pembaca Injil dan kita sebenarnya ditunjuk olehnya. Kita juga sudah dipanggil oleh Yesus.


Bacaan


Mt 4: 18 – 22 : Yesus Memanggil Murid-Murid yang Pertama

Pokok Permenungan

Telah sepanjang hari ini, kita bertemu dengan Yesus. Kita bertemu juga dengan mereka yang mengikuti Dia dalam meditasi dan permenungan kita. Kita juga bertemu dengan orang-orang dan peristiwa yang atas salah satu cara telah membuat kita memutuskan untuk bergabung dalam biara. Selain bertemu dan berbincang-bincang dengan mereka, kita tentu juga telah berdoa untuk mereka.


Perjumpaan kita dengan mereka sebenarnya memiliki satu tujuan ini, yakni supaya kita sadar dan tahu bahwa sama seperti mereka, kita yang ada di sini mengalami kejadian serupa. Pribadi yang membuat mereka datang kepadaNya, kini juga membuat kita datang ke sini dengan satu harapan untuk bertemu denganNya.

Dan pengalaman manusiawi kita menunjukkan bahwa tidak begitu gampang untuk mengenali Pribadi Yesus itu, tak mudah mengenali panggilanNya. Mungkin saja sering sekali kita memerlukan bantuan, baik secara sengaja pun yang tak sengaja, yang menghantar kita kepada kesadaran bahwa kita sesungguhnya sedang mendekati Pribadi itu untuk semakin mencintai Dia.

Dilema antara dia dan Dia[1]

Sebuah kisah kecil berikut ini, kiriman Roshalina tentang pergulatannya untuk sungguh mencintai Tuhan, barangkali bisa membantu permenungan kita.

Awalnya.., saya mengikuti Ibadah Kebaktian di Gereja hanya satu kali dalam seminggu, artinya hanya di hari Minggu aku datang beribadah. Namun, berselang beberapa hari kemudian, aku menjadi rajin datang kebaktian, bukan hanya di hari minggu saja, melainkan saya juga mengikuti kegiatan-kegiatan rohani lain nya, seperti: Mengikuti Ibadah Dewasa Muda, aktif di Family Altar (FA), dll.

Jujur saja ... awalnya,saya mengikuti semua kegiatan di atas bukanlah untuk bertobat, namun karena ada “seseorang” yang menarik perhatian saya. “dia” adalah salah satu pemain musik di Gereja saya, yang saya sukai sejak pandangan pertama. Singkatnya, saya mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan nya,agar senatiasa bisa bertemu dengan “dia”.


Namun.., di suatu Ibadah Raya, Firman Allah yang disampaikan Bapak Gembala tiba-tiba menegurku. Saya merasa Firman Tuhan itu benar- benar tertuju hanya untukku. Ada sesuatu yang kurasakan, penyesalan yang begitu mendalam.tiba-tiba yang ada di pikiranku adalah rasa bersalah.. Kataku dalam hati, “Ah ... orang-orang datang ke Gereja adalah untuk bertemu dengan Yesus ... Tapi kenapa saya malah sebaliknya...” Singkat kata..,karena banyaknya kegiatan-kegiatan Rohani yang saya ikuti itu membuatku “LUPA” pada “dia”

Bahkan.., ada sesuatu yang baru kudapat dan kurasakan setelahnya,semangat yang saya rasakan saat ini,adalah benar-benar dari lubuk hatiku yang paling dalam untuk mengenal “Dia",mengenal Yesus lebih dalam. Dan untuk membuktikan kesungguhanku padaNYA, saat ini saya sedang mengikuti PDK (Pendidikan Dasar Kekristenan), dengan harapan agar saya sungguh-sungguh lebih mengenal Yesus dan mencintai serta melayani Dia sebagai Tuhan dan Juruselamatku.


Hidup Baru adalah kerinduanku, dan itu kudapat saat aku meninggalkan "dia" dan berlari menghampiri "Dia"


***

Memang selalu ada dilema dan konflik ketika kita bicara dan merefleksikan panggilan kita masing-masing. Tak jarang berbagai motiv yang campur aduk bergabung di dalamnya. Tetapi begitulah, ketika Tuhan memanggil, apapun yang terlihat sebagai kontroversial menjadi jalan untuk mempertemukan orang yang dikehendakiNya dengan diriNya.


Inilah yang terjadi dalam Injil yang barusan kita baca di atas. Dalam kisah panggilan murid-murid yang pertama, kita bisa merenungkan dua aspek yang juga vital dalam memahami panggilan kita sendiri. Keduanya ialah (1) Tuhan memanggil dalam rutinitas keseharian karya orang yang dipanggil; dan (2) Kita dipanggil kepada suatu gaya hidup baru, kepada satu komunitas saudara dan saudari.

(a). Medan dan rutinitas karya kita adalah tempat Tuhan menyatakan panggilanNya

Injil di atas mengisahkan bahwa Yesus berjalan menyusur danau Galilea, sebuah tempat yang menjadi sentrum perekonomian dan pusat orang memperoleh penghidupan. Dan Ia melihat orang yang lagi bekerja seperti Petrus dan teman-temannya yang adalah nelayan bersama keluarga mereka. Di tempat yang sama ini Dia juga bertemu dengan Yakobus dan Yohanes serta ayah mereka.

Mereka lagi mencari nafkah, bekerja keras di bidang tugas mereka, sama seperti dengan Matius dalam bacaan yang terdahulu. Mereka yang sedang memiliki kerja dan lagi bekerja inilah yang Ia panggil dengan seruan singkat, “Ikutilah Aku!”. Yesus tidak memanggil mereka yang lagi nganggur, yang tak punya pekerjaan dan orientasi hidup, tetapi Ia memanggil mereka yang memiliki orientasi hidup, mereka yang mau menghidupkan diri dan orang lain lewat kerja mereka.

Dan sangat sering terjadi bahwa mereka ini bekerja untuk suatu kepentingan atau lingkungan yang berlawanan dengan kehendak Allah. Asal tahu saja segala yang berkaitan dengan laut dan danau serta isinya adalah obyek yang dikuasai oleh penjajah. Sehingga bekerja di sini sama artinya bekerja untuk kepentingan penjajah.

Nah kalau Yesus memilih tempat dan medan seperti ini menjadi temapt di mana Ia memanggil para muridNya, Ia tentu memiliki maksud besar terhadap mereka. Memang persis itulah yang terjadi. Yesus mau agar mereka meninggalkan karya yang demikian untuk mendapatkan karya baru yang diarahkan sesuai dengan maksud Allah.

Ada dilema di sini. Sama seperti dilema si Roshalina dalam kisah di atas. Nampaknya ia aktif dalam berbagai kegiatan dengan satu maksud mulia, tetapi yang benar bahwa karena ada daya khusus kehadiran pria yang dia suka di sana. Tapi Tuhan menyadarkan dia lewat firmanNya, sehingga dia berbalik untuk sungguh mencari Tuhan.

Jadi Tuhan yang memanggil dia dan kita lewat keseharian, lewat medan karya kita untuk kepentinganNya, sama seperti Dia telah memanggil Petrus dan kawan-kawannya ketika mereka sedang bekerja untuk kepentingan keluarga mereka.

(b). Dipanggil untuk hidup dalam komunitas saudara dan saudari.

Bila dalam renungan pembukaan Retret ini, saya katakan bahwa panggilan itu selalu dihidupkan dalam komunitas, Injil yang barusan kita bacakan memberikan konfirmasi tentang hal ini sekali lagi. Bahwa kita dipanggil untuk hidup dalam komunitas saudara dan saudari. Ada ikatan kekeluargaan yang didasarkan pada iman akan Yesus Kristus dan juga didasarkan pada kesediaan yang terpanggil untuk menjawab YA atas panggilan itu.

Injil mengisahkan tentang perjumpaan Yesus dengan dua bersaudara. Dua bersaudara pertama adalah Petrus dan Andreas; dan pasangan saudara yang kedua adalah Yakobus dan Yohanes. Juga disinggung pula tentang ayah mereka, terutama Zebedeus yang adalah ayah dari Yakobus dan Yohanes yang ditinggalkan oleh kedua bersaudara ini.

Mengapa kenyataan hidup bersaudara ini disebut penginjil? Untuk apa kata “ayah” disebut hingga tiga kali di sini? Dengan menyebutkan term “saudara” dan “meninggalkan ayah mereka”, kita sebenarnya dihantar pada pengertian sebuah relasi baru antara murid Yesus dengan keluarga alamiah mereka.

Bukan rahasia lagi bahwa keluarga dan kewajiban berumahtangga adalah aspek dasariah yang dituntut dalam perintah Allah[2] dan merupakan tanggung jawab penting dalam kehidupan sebagai warga negara. Bagaimana rasanya bahwa anak yang adalah lambang keberlangsungan hidup keluarga justru meninggalkan ayah mereka? Bukankah sikap meninggalkan ayah yang dilakukan oleh kedua bersaudara ini sungguh menantang nilai-nilai keluarga?

Kenyataan bahwa mereka meninggalkan ayah mereka dan keluarga mereka bukanlah indikasi untuk menyatakan bahwa keluarga itu tak penting. Bukan juga untuk menyatakan bahwa hubungan mereka dengan keluarga putus. Tidak. Tetapi yang mau ditegaskan di sini ialah bahwa komitmen seorang murid kepada Yesus dan upaya mengikuti Dia harus diutamakan di atas segala yang lain.

Apakah ini berkaitan dengan pengorbanan? YA. Pengenalan akan Yesus dan jawaban kita atas panggilanNya menuntut pula pengorbanan dari pihak kita. Tentang hal ini Yesus juga pernah menegaskan bahwa segala sesuatu harus dilepaskan untuk mengikuti Dia.[3]

Jadi pengenalan akan Yesus dan jawaban kita atas panggilan Yesus mengharuskan kita semua untuk melihat komunitas kita sebagai komunitas yang disatukan oleh Yesus Kristus, dan merumuskan kembali semua bentuk hubungan kita dengan keluarga kita ataupun dengan semua mereka yang berhubungan dengan kita sebelumnya.

Kisah Roshalina dalam cerita kecil tadi mengatakan kepada kita bahwa mengutamakan Yesus dan mengesampingkan yang lain, ternyata bisa dilakukan. Kita memang tak akan pernah memutuskan hubungan kita dengan keluarga alamiah kita, tetapi menempatkan Yesus dan kepentingan pelayananNya di atas semua adalah komitmen yang seharusnya kita pilih.

Yesus tidak memanggil semua orang kepada panggilan khusus ini. Ia hanya memanggil orang-orang yang sungguh dikehendakiNya. Dan kita pun dipanggil oleh Dia. Kita dikehendakiNya.


Catatan :

[1] Kisah ini diceritakan oleh Roshalina pada site Pondok Renungan http://www.pondokrenungan.com/isi.php?tipe=Cerita&table=isi&id=1314&next=50.

[2] Perintah Allah yang dimaksud adalah 10 perintah Allah atau Dekalog sebagaimana terungkap dalam Keluaran 20,12. Karena itu melahirkan anak menjadi satu jaminan supaya masa tua seseorang terjamin pemeliharaannya.

[3] Lihat Luk 14, 25-27 “... Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya dan anak-anaknya, saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak layak menjadi muridKu.”
Copyright © 18 Juni 2009, by Ansel Meo SVD

Tidak ada komentar: